Apakah Anda pernah merasakan gatal, kemerahan, atau iritasi di area intim? Bila ya, mungkin vulvitis atau peradangan pada area vulva bisa menjadi penyebabnya. Bagi sebagian wanita, gejala ini bisa muncul tiba-tiba dan menimbulkan kecemasan, terutama ketika rasa tidak nyaman tersebut mengganggu aktivitas sehari-hari. Sebenarnya, apa penyebabnya? Simak ulasan berikut.
Apa itu vulvitis?
Vulvitis adalah peradangan atau iritasi pada vulva, yaitu lipatan kulit lembut yang mengelilingi vagina, termasuk labia mayora, labia minora, dan klitoris.
Vulva adalah bagian tubuh yang sangat lembap, sehingga membuatnya rentan terhadap iritasi dan infeksi.
Meski begitu, vulvitis bukanlah penyakit, melainkan gejala suatu penyakit. Penyakit ini pun bukanlah kondisi yang serius, tetapi dapat menyebabkan rasa gatal, tidak nyaman, dan nyeri yang terus-menerus.
Vulvitis dapat terjadi pada siapa saja, tetapi lebih umum terjadi pada anak-anak sebelum pubertas dan wanita yang telah mengalami menopause karena kadar estrogen yang rendah dalam tubuh.
Apakah vulvitis bisa sembuh?
Apa gejala vulvitis?
Merangkum Johns Hopkins Medicine, beberapa gejala peradangan pada vulva yang umum di antaranya:
- vagina gatal,
- sensasi seperti terbakar,
- kemerahan dan pembengkakan pada labia dan bagian vulva lainnya,
- keputihan,
- kulit pecah-pecah di sekitar vulva,
- kulit vulva bersisik dan menebal, serta
- benjolan berisi cairan di vulva.
Perlu diingat bahwa beberapa gejala vulvitis tampak seperti kondisi atau penyakit medis lainnya. Oleh karena itu, konsultasikan kepada dokter untuk mendapat diagnosis yang tepat.
Apa penyebab vulvitis?
Penyakit peradangan vulva ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Berikut adalah beberapa penyebab umumnya.
1. Infeksi
Infeksi dapat terjadi di bagian tubuh mana saja, termasuk vulva. Ini dapat disebabkan oleh kuman, seperti bakteri, virus, dan jamur.
Beberapa infeksi yang dapat menyebabkan vulvitis adalah sariawan vagina, infeksi herpes genital, kutil kelamin, kudis, dan infeksi kutu kemaluan.
2. Iritasi
Produk yang terbuat dengan bahan iritan, pewarna, dan parfum tambahan pun dapat menyebabkan vulvitis.
Beberapa produk yang dapat mengiritasi area intim meliputi tisu toilet, sabun mandi yang mengandung parfum, pembalut, pantyliner, tampon, dan pakaian dalam sintetis.
Air kolam renang yang biasanya mengandung klorin, kegiatan bersepeda, dan menunggang kuda juga dapat menjadi penyebab peradangan pada vulva.
3. Tingkat estrogen rendah
Beberapa wanita juga dapat mengalami vulvitis akibat rendahnya kadar estrogen. Hal ini bisa terjadi selama masa menopause atau bahkan anak perempuan yang belum memasuki masa pubertas.
Rendahnya kadar estrogen ini biasanya dikaitkan dengan vaginitis atrofi yang membuat vagina menjadi sangat kering dan nyeri.
4. Penyakit kulit
Peradangan pada kulit vulva dapat juga disebabkan oleh alergi, yang mirip dengan alergi pada area kulit lainnya. Kondisi ini disebut dengan dermatitis kontak.
Kondisi lain yang dapat menyebabkan kulit vulva mengalami vulvitis misalnya psoriasis, lichen sclerosus, atau lichen planus.
5. Obat-obatan
Obat-obatan, seperti suplemen hormon dan obat antikecemasan juga dapat menyebabkan kekeringan pada vagina, yang akhirnya bisa meningkatkan risiko wanita mengalami peradangan pada vulva.
Selain itu, penggunaan antibiotik oral atau intravena (IV) juga dapat meningkatkan risiko infeksi jamur vagina atau vulva, yang dapat menyebabkan vulvitis.
6. Douching
Douching juga dapat menyebabkan vulvitis pada wanita. Pasalnya, douching dapat mengubah cairan di dalam dan sekitar vulva, yang bisa menyebabkan vagina kering dan mengalami iritasi.
Selain itu, douching dapat mengubah bakteri normal di area vagina yang meningkatkan risiko infeksi pada vulva.
7. Kebersihan yang buruk
Tidak mengganti pembalut atau pakaian dalam dapat membuat vagina menjadi lembap. Ini dapat memicu terjadinya vulvitis.
Tidak membersihkan atau mengeringkan area intim dengan benar sehabis buang air kecil atau mandi pun juga dapat meningkatkan risiko terjadinya peradangan atau iritasi pada vulva.
8. Penyakit vulvodynia
Penyebab peradangan pada vulva yang selanjutnya adalah vulvodynia. Ini merupakan kondisi kronis yang menyebabkan rasa nyeri, sensasi terbakar, atau ketidaknyamanan pada vulva tanpa penyebab yang jelas.
Meskipun vulvodynia sendiri bukan merupakan infeksi atau peradangan yang spesifik, gejala nyeri dan iritasi yang terjadi pada vulva dapat memicu peradangan atau vulvitis.
9. Kanker vulva
Kanker vulva juga dapat menjadi penyebab vulvitis pada wanita. Kondisi ini biasanya menyerang wanita berusia 60 tahun ke atas.
Meski demikian, kanker vulva merupakan jenis kanker yang jarang terjadi. Biasanya, kanker vulva dapat bermula dari luka atau benjolan pada vulva.
Bagaimana vulvitis didiagnosis?
Untuk mendiagnosis kondisi ini, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik, pemeriksaan panggul, serta meminta pasien menjalani beberapa tes, seperti berikut:
- tes darah,
- urinalisis,
- tes untuk penyakit menular seksual, serta
- tes pap smear.
Mengingat banyaknya penyebab vulvitis yang dapat menimbulkan gejala yang sama, dokter akan menentukan terlebih dahulu apa yang menyebabkan peradangan tersebut.
Setelah itu, dokter dapat menentukan perawatan yang tepat sesuai dengan penyebab yang mendasarinya.
Apa pilihan pengobatan untuk vulvitis?
Sebenarnya, vulvitis akan sembuh dengan sendirinya dalam beberapa hari bila disebabkan oleh iritan seperti produk sabun atau penyebab noninfeksi lainnya.
Untuk meredakan gatal, dokter biasanya memberikan krim kortikosteroid untuk menenangkan kulit dan meredakan peradangan.
Namun, bila vulvitis disebabkan oleh infeksi, dokter akan memberikan obat antijamur atau antibiotik.
Sementara, bila kondisi ini disebabkan oleh kadar estrogen dalam tubuh yang rendah, maka terapi hormon dapat membantu mengatasinya.
Selain beberapa pengobatan di atas, ada perawatan rumahan lainnya yang dapat membantu meredakan vulvitis atau peradangan di vulva, di antaranya sebagai berikut.
- Hentikan penggunaan sabun atau produk lainnya yang dapat menyebabkan atau memperparah vulvitis.
- Gunakan kompres dingin atau bungkus es dengan kain pada vulva untuk meredakan nyeri dan gatal.
- Mandi air hangat atau sitz bath juga dapat meredakan gatal dan iritasi.
- Hindari menggaruk atau menggosok area tersebut karena dapat memperparah iritasi serta menyebabkan perdarahan atau infeksi.
Adakah cara untuk mencegah vulvitis?
Pada dasarnya, penyakit vulvitis dapat dicegah dengan cara menjaga kebersihan area intim. Berikut adalah beberapa cara pencegahan yang dapat Anda lakukan.
- Gunakan sabun tanpa pewangi dan cukup gunakan air saja untuk membersihkan area intim.
- Hindari mencuci vagina dengan sabun atau memilih produk kewanitaan yang mengandung pewangi, seperti tampon, pembalut, hingga pantyliner.
- Gantilah pakaian yang bersih dan kering setiap setelah berolahraga atau berkeringat.
- Kenakan pakaian dalam berbahan katun dan longgar pada siang hari.
- Memilih tisu toilet putih tanpa pewangi.
- Hindari menggunakan celana yang terlalu ketat atau pakaian yang ketat.
- Hindari mencuci pakaian dalam menggunakan pelembut kain dengan pewangi.
Untuk mendapat informasi lanjutan terkait hal ini, konsultasikan kepada dokter Anda.
Kesimpulan
- Vulvitis adalah peradangan pada vulva. Ini bukanlah penyakit, melainkan gejala dari suatu kondisi medis.
- Vulvitis dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti infeksi, iritasi, tingkat estrogen rendah, penyakit kulit, obat-obatan, douching, kebersihan yang buruk, penyakit vulvodynia, hingga kanker vulva.
- Untuk mendiagnosis, dokter akan melakukan pemeriksaan panggul dan beberapa tes lainnya seperti tes darah, urinalisis, tes penyakit IMS, dan tes pap smear.
- Untuk pengobatan, dokter akan menyesuaikan dengan penyebab yang mendasarinya.
[embed-health-tool-ovulation]