Siklus haid pada wanita normalnya terjadi secara rutin dan teratur setiap bulannya. Akan tetapi, beberapa wanita mungkin mengalami gangguan menstruasi yang menyebabkan siklus haid yang lebih panjang dari normal atau disebut juga dengan oligomenorea. Untuk memahami lebih lanjut terkait kondisi ini, simak ulasan di bawah ini.
Apa itu oligomenorea?
Oligomenorea adalah gangguan siklus menstruasi yang dialami oleh wanita pada usia produktif yang membuat siklus haid menjadi lebih panjang.
Normalnya, siklus menstruasi adalah 21 hingga 35 hari.
Namun pada oligomenorea, siklus menstruasi terjadi lebih dari 35 hari. Bahkan bisa saja dalam waktu 90 hari penderitanya tidak mendapatkan haid sama sekali.
Melansir dari Iranian Journal of Reproductive Medicine, oligomenorea merupakan gangguan menstruasi yang sering ditemukan di kalangan wanita.
Berdasarkan data dari berbagai negara, angka kejadiannya bisa mencapai 12% hingga 15%.
Apakah oligomenorea berbahaya?
Tanda dan gejala oligomenorea
Berikut ini adalah beberapa tanda dan gejala yang terjadi pada kondisi oligomenorea.
1. Gangguan siklus haid
Gejala yang paling mudah dideteksi pada oligomenorea adalah jika seorang wanita jarang datang bulan.
Hal ini terjadi karena siklus haid yang terganggu. Adapun ciri-ciri yang biasanya dialami adalah:
- jarak antara hari pertama haid menuju hari pertama haid berikutnya berlangsung lebih dari 35 hari,
- tidak mengalami haid selama lebih dari 90 hari, atau
- dalam 1 tahun hanya mendapatkan haid sebanyak empat sampai sembilan kali saja.
2. Jumlah darah haid sedikit
Banyaknya darah yang keluar pada kondisi oligomenorea cenderung sedikit dan tidak wajar. Adapun durasi haid biasanya berlangsung normal antara 2 sampai 7 hari.
3. Terjadi pada usia subur
Seorang wanita dapat dikatakan mengalami oligomenorea jika kondisi tersebut dialaminya pada usia subur.
Jika kondisi tersebut dialami oleh remaja pada usia pubertas atau wanita yang berada di usia menjelang menopause, maka kondisi tersebut tidak termasuk oligomenorea.
Penyebab oligomenorea
Umumnya, oligomenorea disebabkan oleh faktor emosional, berat badan yang terlalu kurus atau terlalu gemuk, serta olahraga yang terlalu berat.
Namun, tidak menutup kemungkinan oligomenorea terjadi akibat penyakit-penyakit tertentu. Untuk lebih jelasnya, berikut ini beberapa hal yang dapat menyebabkan oligomenorea.
- Penggunaan alat kontrasepsi hormonal.
- Mengerjakan aktivitas dan olahraga yang berat.
- Mengidap diabetes.
- Adanya gangguan pada hormon tiroid.
- Kekurangan nutrisi atau berat badan yang tiba-tiba menurun.
- Mengalami gangguan makan seperti anorexia nervosa.
- Konsumsi obat antikejang.
- Mengidap penyakit pada indung telur, seperti PCOS (Polycystic Ovary Syndrome).
- Adanya kelainan pada rahim atau serviks.
- Terdapat tumor yang memproduksi hormon estrogen yang berlebihan.
- Mengalami stres dan depresi.
Cukup sulit untuk mendeteksi penyebab pasti kondisi ini pada seseorang. Bisa jadi seorang menderita kombinasi dari penyebab-penyebab di atas.
Untuk itu dibutuhkan pemeriksaan lebih lanjut untuk memastikan penyebab pastinya.
Kapan harus ke dokter?
Diagnosis oligomenorea
Untuk mencari tahu apa yang menyebabkan oligomenorea, biasanya dokter akan menanyakan hal-hal berikut ini.
- Sudah berapa lama Anda mengalami kondisi ini.
- Seberapa sering Anda mengalaminya.
- Bagaimana kondisi perdarahan saat haid.
Selain itu, dokter juga akan menanyakan seputar kondisi Anda lainnya, seperti berikut ini.
- Penyakit tertentu yang Anda derita.
- Pola makan dan asupan nutrisi.
- Aktivitas fisik dan olahraga yang Anda jalani.
- Aktivitas seksual Anda.
- Alat kontrasepsi yang Anda gunakan.
- Obat-obatan yang Anda minum.
- Apakah Anda baru saja menjalani operasi.
- Gejala-gejala tertentu yang Anda rasakan.
Selain memeriksa berat dan tinggi badan, bila perlu dokter akan melakukan sejumlah pemeriksaan seperti berikut ini.
- Pemeriksaan tanda-tanda vital seperti detak jantung dan tekanan darah.
- Palpasi (meraba leher untuk memeriksa tiroid saat menelan).
- Tes urine untuk mendeteksi kemungkinan hamil.
- Tes darah untuk memeriksa kadar hormon tiroid.
- Pemeriksaan panggul.
- Pap smear untuk memeriksa kondisi serviks atau mulut rahim.
Selain itu, Anda mungkin akan menjalani pemeriksaan tambahan seperti berikut ini.
- Ultrasonografi (USG).
- Rontgen.
- MRI jika dicurigai terdapat tumor.