Semua orang di dunia ini pasti memiliki fantasi seksual yang berbeda-beda. Namun, tak jarang, fantasi-fantasi tersebut mengarah ke penyimpangan seksual yang berisiko dan membahayakan, contohnya masokisme.
Seorang masokis (orang yang menyukai masokisme) mendapatkan kepuasan seksual ketika dirinya disakiti secara fisik atau psikis oleh pasangannya. Sebenarnya, seberapa berbahayakah kondisi ini dan apakah perlu pengobatan khusus?
Simak penjelasan selengkapnya, ya!
Apa itu masokisme?
Masokisme adalah kecenderungan seseorang untuk mendapatkan kesenangan atau kepuasan dari rasa sakit yang ia alami. Jika seseorang mencari rasa sakit untuk mendapat kepuasan seksual, kondisi ini disebut masokisme seksual.
Orang-orang masokis bisa merasa terangsang jika mendapatkan rasa sakit dari dipukul, ditampar, diikat, atau tindakan lainnya sebelum ataupun saat berhubungan seksual.
Selain rasa sakit fisik, mereka bisa mendapatkan kepuasan seksual dari siksaan psikis seperti hinaan, caci maki, atau kata-kata yang merendahkan. Rangsangan ini bahkan bisa membuat mereka mencapai orgasme.
Perilaku masokis tergolong sebagai parafilia alias penyimpangan seksual. Parafilia merupakan berbagai dorongan serta perilaku tidak wajar atau menyimpang untuk membangkitkan gairah seksual seseorang.
Namun, perlu diketahui bahwa masokisme biasa (sexual masochism) berbeda dengan gangguan masokisme seksual (sexual masochism disorder). Orang dengan masokisme menikmati rasa sakit, tapi tidak terganggu olehnya.
Meski mereka membutuhkan rasa sakit untuk bisa mendapatkan kepuasan seksual, hal ini tidak mengganggu kehidupan seksual mereka. Selain itu, mereka juga masih mampu mengendalikan pikiran dan keinginannya.
Sementara itu, gangguan masokisme seksual menyebabkan kecemasan berlebih, rasa malu, stres, dan pikiran yang penuh oleh ide masokis. Kondisi ini berlangsung selama berbulan-bulan dan mengganggu kehidupan sehari-hari.
Seberapa umum masokisme itu?
Meski masih sangat tabu, masokisme ternyata merupakan kondisi yang cukup umum. Fenomena penyimpangan seksual ini juga telah dikaji dalam beberapa studi.
Salah satunya dalam sebuah penelitian terbitan Journal of Sex Research pada 2017. Penelitian tersebut melibatkan 1.040 responden dewasa berusia 18–64 tahun.
Hasilnya, sebanyak 33,9% responden setidaknya pernah sekali melakukan perilaku parafilia seumur hidupnya. Selain itu, sebanyak 23,8% pria dan 19,2% wanita tergolong sebagai masokis.
Gejala gangguan masokisme seksual
Orang yang senang menerima kekerasan saat berhubungan seksual belum tentu bisa dikategorikan mengalami gangguan masokisme seksual.
Menurut situs Grace Point Wellness, berikut berbagai gejala yang bisa menjadi petunjuk bahwa seseorang mengalami gangguan masokisme seksual.
- Dorongan fantasi atau perilaku seksual telah muncul setidaknya selama 6 bulan, meliputi aktivitas kekerasan seperti dipermalukan, dihina, diikat, atau dipukul.
- Dorongan fantasi atau perilaku seksual tersebut cukup mengganggu aspek kehidupan lain, seperti pekerjaan dan hubungan sosial.
Perilaku seksual masokisme ini biasanya sudah bisa terlihat dan terdiagnosis sejak usia dewasa awal, bahkan kadang-kadang dimulai dari usia anak-anak.
Sekilas, masokisme mirip dengan BDSM (bondage/discipline, dominance/submission, and sadism/masochism). Aktivitas seksual yang termasuk dalam praktik ini umumnya meliputi kekerasan fisik, psikis, dan verbal dengan persetujuan kedua pihak.
Hanya saja, BDSM melibatkan dua orang yang sama-sama menikmati kekerasan fisik dan verbal ketika melakukan hubungan intim. Pasangan yang melakukan BDSM terbagi menjadi dua peran, yaitu dominan dan submisif.
Bentuk lain masokisme
Selain masokisme yang dikenal secara umum, ada pula bentuk lain dari penyimpangan seksual ini yang disebut asphyxiophilia.
Orang-orang dengan kecenderungan asphyxiophilia mendapat kepuasan seksual atau bahkan mengalami orgasme ketika mereka tidak bisa bernapas.
Mereka mungkin menghambat napasnya sendiri atau dengan bantuan pasangannya. Sang pasangan akan mencekik, menutup wajah dengan bantal, atau melakukan hal lain yang menghambat jalan napas.
Asphyxiophilia merupakan praktik yang berisiko. Tak jarang, tindakan ini berakibat fatal karena orang yang melakukannya kehabisan napas.
Penyebab seseorang menjadi masokis
Sampai saat ini penyebab masokisme belum diketahui secara pasti. Mengutip Psychology Today, ada beberapa teori yang menyebutkan bahwa penyimpangan seksual ini terjadi ketika fantasi seksual tidak tertahankan.
Ada juga teori lain yang mengatakan bahwa masokisme adalah cara bagi seseorang untuk lari dari kenyataan. Seseorang akan merasa lebih gagah saat ia melakukan tindakan ini di ranjang.
Padahal, di balik itu semua, ia sebenarnya merupakan orang yang pemalu, pendiam, atau bahkan takut kepada lawan jenis.
Dengan menjalankan peran sesuai dengan fantasi seksualnya, orang-orang yang tergolong masokis ini merasa menjadi pribadi baru yang berbeda.
Selain itu, sejumlah teori psikoanalisis menduga bahwa perilaku masokis ini berkaitan dengan trauma masa kecil (misalnya pelecehan seksual) atau pengalaman masa kecil yang berhubungan dengan kasus parafilia lainnya.
Cara mendiagnosis gangguan masokisme seksual
Seseorang bisa dikatakan memiliki gangguan masokisme seksual bila telah mengalami rangsangan atau gairah seksual berulang secara intens selama setidaknya 6 bulan.
Rangsangan seksual tersebut juga tidak luput dari aktivitas kekerasan, seperti dipukul, dihina, diikat, atau bentuk-bentuk penderitaan lainnya.
Guna menegakkan diagnosis, berikut beberapa pertanyaan yang biasanya dokter atau psikiater ajukan.
- Bagaimana kondisi kesehatan mental, fisik, serta keadaan emosional Anda?
- Apakah ada pikiran, perilaku, serta dorongan seksual yang sulit dikendalikan, seperti hiperseksualitas?
- Apakah Anda mengonsumsi alkohol dan obat-obatan terlarang?
- Bagaimana hubungan sosial Anda, misalnya dengan keluarga atau pasangan?
- Apakah ada masalah-masalah yang dipicu dari perilaku seksual Anda?
Penanganan untuk masokisme
Masokisme mungkin terasa menyenangkan bagi orang yang menyukainya. Namun, jika penyimpangan seksual ini sudah menimbulkan gangguan, pengobatan bisa menjadi jalan tempuh terbaik.
Berikut beberapa contoh penanganan yang bisa dilakukan.
1. Psikoterapi
Psikoterapi bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang membuat seseorang senang menerima rasa sakit dari pasangan seksualnya.
Terapis nantinya akan membantu pelaku mengubah pola pikir saat berhubungan seks dan berupaya memunculkan empati dalam diri seorang masokis.
Perubahan pola pikir ini bertujuan untuk mengubah keyakinan pasien bahwa perilaku seks yang ia lakukan selama ini salah, berbahaya, dan tidak boleh dilakukan.
2. Terapi kognitif
Penyimpangan seksual yang satu ini juga bisa ditangani dengan terapi kognitif. Terapi kognitif membantu pasien mengelola hasrat seksual mereka dengan cara yang lebih sehat.
Salah satu strategi dalam terapi kognitif yakni dengan membuat pelaku yang terlibat masokisme menjadi korban, kemudian mengalami peristiwa negatif.
Terapi ini bertujuan untuk mengurangi keinginan pelaku dalam melakukan kekerasan saat berhubungan seksual.
3. Terapi psikodinamik
Terapi psikodinamik mengaitkan kenangan dan konflik masa lalu yang mungkin tidak Anda sadari tetapi turut berperan dalam memunculkan perilaku masokis.
Metode ini akan membantu mengungkap pengaruh masa awal anak-anak terhadap kebiasaan pelaku masokis saat ini.
Selain itu, terapi psikodinamik turut membantu menggali faktor saat ini yang turut memicu munculnya kecanduan terhadap seks.
4. Konsumsi antidepresan
Dokter juga dapat meresepkan obat antidepresan untuk mengurangi dorongan seksual yang intens dan mengganggu kehidupan sehari-hari.
Selain antidepresan, dokter mungkin memberikan obat-obatan untuk menurunkan kadar testosteron guna mengurangi intensitas ereksi.
Masokisme merupakan kecenderungan seseorang untuk mendapat kenikmatan seksual dari rasa sakit fisik atau psikis. Jika kehidupan Anda tidak terdampak olehnya, perilaku masokis tidaklah menjadi masalah.
Namun, jika Anda mulai terganggu dengan gejala, fantasi, maupun dorongan seksual yang Anda alami, Anda dapat berkonsultasi ke tenaga profesional.
[embed-health-tool-ovulation]