Ellen Marmur, MD, seorang spesialis kulit di New York, turut menambahkan bahwa organisme penyebab penyakit biasanya menyukai lingkungan yang basah dan lembap. Tak terkecuali pada tempat spa yang notabene berair dan lembap.
Seseorang yang memiliki penyakit kulit menular, misalnya seperti dermatitis, kemudian melakukan perawatan spa tentu berisiko menularkan penyakitnya kepada orang lain. Baik itu melalui udara, alat yang dipakai untuk spa, maupun sentuhan secara langsung.
Ambil contoh, jika alat yang dipakai untuk perawatan spa oleh orang yang menderita penyakit kulit tidak dibersihkan dengan baik dan benar, sedikit banyak akan menyisakan “sisa-sisa” organisme penyebab penyakit. Akhirnya, organisme tersebut dapat dengan mudah berpindah sasaran ketika digunakan oleh orang lain.
Hal tersebut juga berlaku bila terapis atau petugas yang melayani perawatan spa tidak menggunakan atributnya dengan lengkap, misalnya sarung tangan. Kemungkinan penularan penyakit akan jauh lebih besar.

Jadi, apa kesimpulannya?
Setelah meninjau dari segi positif dan negatifnya, ternyata ada berbagai risiko dan manfaat spa yang datang secara bersamaan. Akan tetapi, hal ini bukanlah pertimbangan satu-satunya untuk tidak melakukan perawatan spa karena khawatir akan efek sampignnya.
Sebenarnya sah-sah saja untuk melakukan spa, terlebih ketika spa dirasa bisa memanjakan tubuh sekaligus mengembalikan semangat untuk beraktivitas. Kuncinya, pastikan tempat spa yang Anda datangi menomorsatukan kebersihan, kemanan, serta kenyamanan pengunjung dan terapisnya.
Dengan begitu, Anda bisa melakukan perawatan dengan nyaman tanpa terlalu khawatir akan risiko di balik manfaat spa.
Tanya Dokter
Punya pertanyaan kesehatan?
Silakan login atau daftar untuk bertanya pada para dokter/pakar kami mengenai masalah Anda.
Ayo daftar atau Masuk untuk ikut berkomentar