backup og meta

Bahaya Bulu Kucing bagi Kesehatan dan Cara Mencegahnya

Bahaya Bulu Kucing bagi Kesehatan dan Cara Mencegahnya

Anda mungkin sering melihat bulu kucing rontok dan menempel pada perabotan rumah. Tidak hanya bikin kotor, hal ini juga berisiko bagi kesehatan. Maka dari itu, penting bagi Anda untuk mengetahui bahaya bulu kucing dan langkah pencegahannya. 

Bahaya bulu kucing yang perlu diwaspadai

Kucing merupakan hewan peliharaan favorit banyak kalangan. Tingkahnya yang lucu sekaligus menggemaskan tentu bisa membuat Anda tertarik untuk bermain dengannya.

Sejumlah penelitian pun telah membahas manfaat memelihara kucing, mulai dari meningkatkan kondisi mental, mengurangi kecemasan, hingga menurunkan risiko penyakit jantung.

Akan tetapi, sebagian orang mungkin takut akan risiko kesehatan yang ditimbulkan bulu kucing, mulai dari munculnya reaksi alergi, gangguan pernapasan, hingga penyakit infeksi.

Berikut ini merupakan sejumlah bahaya bulu kucing pada kesehatan manusia yang perlu diwaspadai.

1. Gigitan kutu kucing

ciri-ciri digigit kutu kasur

Bulu kucing yang tebal dan hangat disukai kutu untuk berkembang biak. Serangga ini berukuran sangat kecil, berwarna kecokelatan, dan mengisap darah untuk bertahan hidup.

Meski tidak bisa hidup pada tubuh manusia, kutu kucing tetap bisa menggigit Anda. Gigitan kutu biasanya menimbulkan ruam, terutama pada bagian pergelangan kaki.

Dalam kondisi parah, gigitan kutu juga dapat menyebabkan reaksi alergi yang ditandai dengan iritasi, gatal-gatal yang parah, hingga timbulnya infeksi kulit.

2. Reaksi alergi

Munculnya alergi merupakan salah satu bahaya yang bisa timbul akibat menghirup bulu kucing. Kondisi ini ditandai dengan bersin, batuk, mata gatal dan berair, dan kesulitan bernapas.

Sebuah studi dalam jurnal Allergy, Asthma, and Clinical Immunology (2018) menjelaskan bahwa zat pemicu alergi atau alergen pada kucing berasal dari protein dalam liur dan ketombe kucing.

Protein yang disebut Fel d 1 ini bisa berpindah dari liur ke bulu kucing saat mereka menjilati tubuhnya. Lalu, bulu tersebut akan menempel pada perabotan rumah dan bisa memicu alergi kucing.

3. Kurap (ringworm)

Salah satu bahaya bulu kucing yang paling umum ialah kurap (ringworm). Penyakit infeksi kulit ini disebabkan oleh infeksi jamur Microsporum canis atau Trichophyton mentagrophytes dari bulu kucing.

Infeksi jamur ini mudah menyebar lewat kontak langsung antara kucing dan manusia, misalnya saat Anda membelai bulu kucing yang kotor dan tidak mencuci tangan setelahnya.

Kurap pada kucing ditandai dengan adanya bagian kulit yang botak dan berkerak. Sementara itu, gejala kurap pada manusia ditandai dengan benjolan kering dan bersisik dengan tepi kemerahan.

4. Cat scratch disease

cat scratch disease

Salah satu penyakit yang paling sering terjadi saat memelihara kucing ialah cat scratch disease. Penyakit yang juga disebut bartonellosis ini disebabkan oleh infeksi bakteri Bartonella henselae.

Bakteri ini mudah menular melalui gigitan atau cakaran kucing yang terinfeksi. Selain itu, perpindahan bakteri juga terjadi saat Anda membelai bulu kucing yang baru saja menjilat tubuhnya.

Penyakit infeksi ini dapat menyebabkan sakit kepala, demam, serta benjolan di sekitar gigitan atau cakaran. Gejala tersebut biasanya muncul dalam 1–3 minggu setelah terinfeksi.

5. Infeksi Campylobacter

Pada umumnya, bakteri Campylobacter hidup di dalam saluran pencernaan kucing. Anda bisa terinfeksi bakteri ini bila menyentuh feses atau bulu kucing yang terkontaminasi.

Dikutip dari CDC, penyakit yang disebut campylobacteriosis ini lebih banyak dialami anak-anak berusia di bawah 5 tahun, lansia di atas 65 tahun, dan orang dengan sistem imun yang lemah.

Infeksi Campylobacter dapat menunjukkan gejala, seperti diare yang disertai darah, demam, mual, muntah, dan kram perut. Gejala ini bisa berlangsung selama satu minggu.

6. Toksoplasmosis

Satu lagi bahaya bulu kucing yang kerap diwaspadai yakni toksoplasmosis. Penyakit ini disebabkan oleh parasit Toxoplasma gondii pada kotoran kucing yang terinfeksi.

Parasit pada kotoran dapat menempel di bulu kucing, lalu menginfeksi saat Anda membelainya.

Siapa pun bisa mengalami toksoplasmosis, tetapi kondisi ini lebih perlu diwaspadai pada orang dengan sistem kekebalan tubuh lemah dan ibu hamil.

Ibu hamil yang terinfeksi toksoplasma dapat menularkannya pada janin. Infeksi pada janin dapat menyebabkan komplikasi, seperti kelahiran prematur, cacat lahir, hingga keguguran.

Apa bahaya bulu kucing untuk bayi dan anak-anak?

penyakit dari kucing

Secara umum, penyakit akibat kucing pada anak sama seperti yang dialami oleh orang dewasa. Risikonya sendiri lebih tinggi pada bayi dan anak kecil berusia di bawah lima tahun.

Bulu kucing yang terawat mungkin tidak menimbulkan bahaya. Namun, bulu yang tidak sengaja terhirup bisa menyebabkan tersedak pada bayi dan anak kecil.

Selain itu, bulu kucing juga bisa memicu iritasi kulit, terutama pada bayi yang mengalami eksim.

Meski begitu, ada manfaat tersendiri dari memelihara hewan peliharaan seperti kucing, terutama berkaitan dengan penurunan risiko alergi.

Sebuah penelitian dalam jurnal Immunity, Inflammation and Disease (2019) melakukan survei terhadap 1.231 bayi yang tinggal bersama kucing pada tahun-tahun pertama kehidupannya.

Hasilnya, bayi dari keluarga yang memelihara kucing diketahui memiliki risiko alergi kucing dan rinitis alergi yang lebih rendah pada usia 13 tahun.

Bagaimana cara mengurangi risiko bahaya bulu kucing?

Untuk melindungi diri dan anak Anda dari bahaya bulu kucing, berikut ini beberapa saran yang sebaiknya mulai dilakukan di rumah.

  • Menyikat bulu kucing dan memandikan kucing secara teratur.
  • Menjaga kebersihan kandang, alat makan, mainan, dan pasir untuk kucing.
  • Menjauhkan perlengkapan kucing dari ruang makan, ruang keluarga, dan kamar tidur.
  • Hindari tidur bersama dengan kucing atau pada tempat bekas kucing Anda tidur.
  • Memakai sarung tangan dan masker saat membersihkan kandang atau kotoran kucing.
  • Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir setelah menyentuh, memberi makan, atau membersihkan kandang kucing.
  • Secara teratur membersihkan rumah, termasuk lantai, karpet, sofa, dan tempat-tempat yang sering disinggahi kucing.
  • Memastikan kucing divaksin dan rutin perika ke dokter hewan agar kucing bebas dari penyakit.
  • Menerapkan pola hidup bersih dan sehat untuk membangun sistem kekebalan tubuh yang baik dalam melawan penyakit dan infeksi.

Karena adanya risiko penyakit menular yang dapat membahayakan janin, sebaiknya konsultasikan dengan dokter bila Anda memelihara kucing saat hamil atau sedang berencana hamil.

Dokter akan menyarankan untuk tidak memelihara kucing terlebih dahulu. Anda juga bisa menjalani tes darah untuk mengetahui apakah tubuh Anda sudah kebal dari toksoplasma atau belum.

Apabila Anda curiga terkena penyakit yang ditularkan oleh kucing, segera periksa dengan dokter untuk memperoleh diagnosis dan perawatan yang tepat.

Kesimpulan

  • Bulu kucing mungkin membawa penyakit yang bisa ditularkan ke manusia, mulai dari kurap, infeksi Campylobacter, toksoplasmosis, hingga cat scratch disease.
  • Kelompok yang paling berisiko yakni bayi, anak-anak di bawah 5 tahun, lansia di atas 65 tahun, wanita hamil, dan orang dengan sistem imun yang lemah.
  • Menjaga kebersihan diri sendiri dan hewan peliharaan cukup ampuh untuk mencegah bahaya bulu kucing bagi kesehatan.
  • Konsultasi dengan dokter bila Anda mengalami penyakit yang diakibatkan oleh kucing peliharaan.

[embed-health-tool-bmi]

Catatan

Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan. Selalu konsultasikan dengan ahli kesehatan profesional untuk mendapatkan jawaban dan penanganan masalah kesehatan Anda.

Cats. (2022). Centers for Disease Control and Prevention. Retrieved November 21, 2022, from https://www.cdc.gov/healthypets/pets/cats.html

Pet dander. (2022). American Lung Association. Retrieved November 21, 2022, from https://www.lung.org/clean-air/at-home/indoor-air-pollutants/pet-dander

Ringworm: Overview. (2022). American Academy of Dermatology. Retrieved November 21, 2022, from https://www.aad.org/public/diseases/a-z/ringworm-overview

Toxoplasmosis. (2021). American Academy of Family Physicians. Retrieved November 21, 2022, from https://familydoctor.org/condition/toxoplasmosis/

Flea bites: What they look like, symptoms & treatment. (2021). Cleveland Clinic. Retrieved November 21, 2022, from https://my.clevelandclinic.org/health/diseases/21718-flea-bites

Campylobacter infection: Causes, symptoms, management, prevention. (2021). Cleveland Clinic. Retrieved November 21, 2022, from https://my.clevelandclinic.org/health/diseases/15251-campylobacter-infection

Cat scratch disease. (2019). Johns Hopkins Medicine. Retrieved November 21, 2022, from https://www.hopkinsmedicine.org/health/conditions-and-diseases/cat-scratch-disease

Al‐Tamprouri, C., Malin, B., Bill, H., Lennart, B., & Anna, S. (2019). Cat and dog ownership during/after the first year of life and risk for sensitization and reported allergy symptoms at age 13. Immunity, Inflammation and Disease, 7(4), 250-257. https://doi.org/10.1002/iid3.267

Bonnet, B., Messaoudi, K., Jacomet, F., Michaud, E., Fauquert, J. L., Caillaud, D., & Evrard, B. (2018). An update on molecular cat allergens: Fel d 1 and what else? Chapter 1: Fel d 1, the major cat allergen. Allergy, asthma, and clinical immunology : official journal of the Canadian Society of Allergy and Clinical Immunology, 14, 14. https://doi.org/10.1186/s13223-018-0239-8

Versi Terbaru

07/09/2023

Ditulis oleh Satria Aji Purwoko

Ditinjau secara medis oleh dr. Nurul Fajriah Afiatunnisa

Diperbarui oleh: Angelin Putri Syah


Artikel Terkait

Bahaya dan Pertolongan Pertama Digigit Kucing

Scabies Kucing pada Manusia, Apakah Bisa Menular?


Ditinjau secara medis oleh

dr. Nurul Fajriah Afiatunnisa

General Practitioner · Universitas La Tansa Mashiro


Ditulis oleh Satria Aji Purwoko · Tanggal diperbarui 07/09/2023

ad iconIklan

Apakah artikel ini membantu?

ad iconIklan
ad iconIklan