Sistem imun atau kekebalan tubuh berfungsi melindungi tubuh dari zat-zat berbahaya. Namun, sistem imun terkadang keliru dan bereaksi berlebihan terhadap zat yang sebenarnya tidak berbahaya. Kondisi ini umumnya dikenal sebagai reaksi hipersensitivitas.
Apa itu reaksi hipersensitivitas?
Reaksi hipersensitivitas adalah suatu kondisi saat sistem kekebalan tubuh bereaksi secara berlebihan terhadap zat asing yang terpapar ke tubuh.
Zat asing yang memicu kondisi ini dikenal sebagai antigen atau alergen. Antigen adalah zat yang sering kali berupa protein dan merangsang pembentukan antibodi oleh tubuh.
Sementara itu, alergen merupakan antigen yang lebih spesifik dan menyebabkan reaksi alergi, misalnya makanan, gigitan hewan, dan benda di sekitar lingkungan Anda.
Beberapa kalangan juga menyebutkan reaksi hipersensitivitas sebagai reaksi alergi, kedua istilah ini juga sering kali digunakan secara bergantian.
Pada dasarnya, alergi merupakan salah satu tipe reaksi hipersensitivitas yang umum terjadi.
Dikutip dari DermNet NZ, alergi lebih mengacu pada tanda dan gejala yang terjadi, sedangkan hipersensitivitas menggambarkan proses berkaitan dengan kerja sistem imun dalam tubuh.
Mengenal tipe-tipe reaksi hipersensitivitas
Baik antigen atau alergen, kedua zat asing ini dapat menyebabkan reaksi sistem kekebalan tubuh yang berlebihan.
Reaksi yang timbul berbeda-beda, tergantung dari zat asing yang masuk ke dalam tubuh, respons yang tubuh hasilkan, dan seberapa cepat tubuh reaksi muncul.
Pada dasarnya, reaksi hipersensitivitas terbagi ke dalam empat tipe seperti berikut ini.
1. Reaksi hipersensitivitas tipe 1
Hipersensitivitas tipe 1 yang dikenal sebagai reaksi alergi dapat menyebabkan respons langsung dari sistem imun tubuh setelah seseorang terkena alergen.
Reaksi ini terjadi saat antibodi tertentu dalam tubuh, yakni imunoglobulin E (IgE) mengenali alergen dan menempel padanya.
Saat menempel pada alergen, antibodi IgE akan menghasilkan pelepasan zat kimia histamin yang memicu reaksi alergi ringan hingga parah.
Alergen yang menyebabkan reaksi alergi dapat berasal dari hal berikut ini.
- Bahan makanan: kacang-kacangan, ikan, dan kerang
- Hewan: bulu hewan peliharaan, tikus, dan gigitan serangga
- Lingkungan: jamur, debu, tungau, dan lateks
Reaksi ringan umumnya menunjukkan gejala-gejala alergi, seperti ruam kulit, gatal-gatal, hidung gatal, bersin-bersin, mata merah, dan sakit perut.
Sementara itu, reaksi alergi parah atau anafilaksis dapat menyebabkan pembengkakan tenggorokan, sesak napas, mengi, nyeri dada, hingga tekanan darah turun.
2. Reaksi hipersensitivitas tipe 2
Hipersensitivitas tipe 2 atau reaksi hipersensitivitas sitotoksik terjadi saat sel-sel yang sehat mati akibat dari sistem kekebalan tubuh yang merespons antigen.
Berbeda dengan alergi, tipe reaksi ini melibatkan antibodi tubuh yang berbeda, yakni imunoglobulin G (IgG) dan imunoglobulin M (IgM).
Karena memengaruhi sel-sel tubuh yang sehat, kondisi ini bisa menyebabkan kerusakan jangka panjang pada sel dan jaringan dalam tubuh Anda.
Beberapa kondisi berikut dapat terjadi akibat dari hipersensitivitas tipe 2.
- Trombositopenia, berkurangnya kadar sel darah merah atau trombosit dalam tubuh.
- Anemia hemolitik autoimun, sel darah merah mati lebih cepat dari waktu seharusnya.
- Neutropenia, kadar neutrofil atau sel darah putih tertentu terlalu rendah.
- Kondisi autoimun lainnya, seperti penyakit Graves (Graves disease).
Antibiotik, seperti penisilin umumnya menjadi penyebab dari hipersensitivitas tipe 2. Sejumlah obat-obatan lain, seperti tiazid dan sefalosporin juga dapat memicu kondisi ini.
3. Reaksi hipersensitivitas tipe 3
Hipersensitivitas tipe 3 atau reaksi kompleks imun melibatkan antibodi imunoglobulin G (IgG) yang terikat pada antigen asing dalam aliran darah.
Kompleks atau gabungan antara antibodi dan antigen ini akan mengendap pada bagian tertentu dalam pembuluh darah, misalnya pada kulit, ginjal, atau persendian.
Lama-kelamaan kompleks yang menumpuk bisa menyebabkan serangkaian reaksi yang memicu kerusakan lokal pada jaringan.
Di bawah ini adalah beberapa penyakit yang dapat terjadi akibat reaksi hipersensitivitas tipe 3.
- Penyakit serum, reaksi terhadap protein antiserum yang berasal dari sumber hewani.
- Vaskulitis, suatu kondisi perubahan pada kondisi pembuluh darah.
- Lupus, gangguan sistem kekebalan akibat produksi antibodi secara berlebihan.
- Rheumatoid arthritis (rematik), peradangan sendi akibat gangguan autoimun.
- Henoch-Schonlein purpura, gangguan autoimun yang menyebabkan peradangan dan pendarahan pada pembuluh darah kecil.
Kondisi ini juga bisa terjadi akibat efek obat-obatan, termasuk antivenom dan obat untuk mengelola gangguan autoimun.
Sengatan atau gigitan serangga juga dapat menyebabkan reaksi hipersensitivitas tipe 3.
4. Reaksi hipersensitivitas tipe 4
Hipersensitivitas tipe 4 atau reaksi hipersensitivitas tertunda karena responS yang muncul terjadi lebih lambat, yakni sekitar 48–72 jam setelah terkena alergen.
Kondisi ini tidak melibatkan antibodi, melainkan sel darah putih yang disebut sebagai sel T.
Contoh umum dari reaksi ini adalah dermatitis kontak alergi yang membuat kulit merah meradang setelah kontak dengan alergen dari lingkungan.
Dermatitis kontak alergi juga dapat menimbulkan gejala-gejala lain, seperti:
- kulit gatal,
- nyeri atau perih pada kulit yang bermasalah,
- sensasi terbakar pada kulit,
- luka lenting yang lembap dan bernanah, dan
- luka mirip sayatan kulit.
Logam perhiasan, karet lateks, parfum, pewarna rambut, deterjen, dan minyak esensial adalah sejumlah alergen yang dapat menyebabkan dermatitis kontak alergi.
Selain itu, reaksi ini juga bisa terjadi akibat reaksi alergi obat-obatan, seperti antibiotik dan antikonvulsan (antikejang).
Diagnosis dan pengobatan setiap jenis reaksi hipersensitivitas berbeda-beda tergantung pada gejala dan kondisi kesehatan tubuh setiap orang.
Penting juga bagi Anda mengetahui zat asing apa yang menimbulkan reaksi. Hal ini untuk meminimalkan bahaya muncul kembali pada kemudian hari.
[embed-health-tool-bmi]