Ditinjau secara medis oleh dr. Mikhael Yosia, BMedSci, PGCert, DTM&H. · General Practitioner · Medicine Sans Frontières (MSF)
Peritonitis adalah peradangan sistem pencernaan yang berpusat pada peritoneum. Kondisi ini mungkin terjadi karena dialisis peritoneum, sebuah prosedur cuci darah dalam penyakit ginjal.
Peritoneum adalah lapisan dalam perut yang bertindak sebagai penyaring alami. Lapisan ini memiliki cairan dan menutupi organ di dalam perut Anda untuk melindungi dan mendukungnya. Biasanya, peradangan terjadi karena infeksi bakteri atau jamur.
Kondisi tersebut dapat berakibat dari adanya lubang (perforasi) di dalam perut, atau sebagai komplikasi kondisi medis lainnya, misalnya cedera perut.
Jika tidak ditangani, kondisi ini dapat menyebar ke dalam darah (sepsis) dan ke organ tubuh lainnya, menghasilkan kegagalan organ dan kematian. Jika Anda mengalami gejala kondisi ini, segera hubungi dokter.
Gejala tergantung pada penyebab infeksi dan/atau radang. Salah satu gejala yang sangat umum yang dapat muncul dalam sekejap adalah kehilangan selera makan dan mual. Tanda lainnya meliputi:
Dikutip dari National Kidney Foundation, peritonitis merupakan penyakit yang mengancam jiwa dan mungkin bisa menyebabkan komplikasi serius, tergantung penyebab dan tingkat keparahannya.
Kondisi ini juga bisa mengarah ke sepsis, kondisi serius yang disebabkan oleh reaksi tubuh terhadap infeksi.
Beberapa gejala atau tanda lainnya mungkin tidak tercantum di atas. Jika Anda merasa cemas tentang gejala tersebut, segera konsultasi ke dokter Anda.
Cobalah menghubungi dokter secepat mungkin untuk mendapatkan bantuan ketika Anda mengalami rasa tidak nyaman, sakit yang luar biasa di dalam perut, atau merasa kenyang yang disertai dengan:
Kenali juga tanda-tanda yang membahayakan seperti:
Kondisi ini biasanya terjadi karena infeksi bakteri atau jamur. Infeksi pada peritoneum dapat terjadi karena berbagai alasan. Dalam kebanyakan kasus, penyebabnya adalah pecah atau luka di dalam dinding perut.
Terdapat dua kategori utama penyebab peritonitis. Kategori pertama adalah peritonitis bakteri spontan (SBP) yang terkait dengan sobekan atau infeksi pada cairan rongga peritoneal, dan peritonitis sekunder karena infeksi yang telah menyebar dari saluran pencernaan.
Berikut beberapa hal yang bisa membuat organ menjadi robek dan menimbulkan kondisi peritonitis.
Dialisis peritoneal menggunakan kateter untuk menyingkirkan kotoran dari darah Anda ketika ginjal tidak lagi dapat melakukannya.
Orang-orang yang menggunakan alat ini memiliki risiko terkena infeksi bila kateter telah terkontaminasi atau bila tidak menjaga kebersihan di sekitar area yang dipasangi kateter.
Peritonitis mungkin juga bisa terjadi sebagai komplikasi dari operasi pada organ pencernaan, penggunaan tabung makanan atau prosedur untuk menarik cairan dari perut (paracentesis).
Pada kasus yang jarang, kolonoskopi atau endoskopi juga bisa menimbulkan komplikasi peritonitis.
Kondisi tersebut dapat memudahkan jalan bakteri untuk masuk ke dalam peritoneum melalui lubang luka dan menimbulkan peradangan.
Peradangan pankreas (pankreatitis) yang disebabkan oleh infeksi bisa saja berkembang menjadi peritonitis bila bakteri telah menyebar ke luar pankreas.
Infeksi kantong kecil yang menonjol di saluran pencernaan Anda (divertikulitis) dapat terjadi jika salah satu kantong pecah dan menumpahkan sisa pembuangan pencernaan yang ada di usus ke dalam rongga perut Anda.
Cedera dapat menyebabkan kondisi tersebut dengan membiarkan bakteri atau bahan kimia dari bagian lain tubuh Anda memasuki peritoneum.
Kondisi yang berkembang tanpa abdominal ruptur (peritonitis spontan) biasanya merupakan komplikasi penyakit hati, seperti sirosis.
Sirosis lanjut menyebabkan jumlah besar dari cairan di rongga perut Anda (asites). Penumpukan cairan itu rentan terhadap infeksi bakteri.
Kondisi ini umumnya terjadi pada orang-orang yang menjalani dialisis peritoneal. Selain itu, beberapa penyakit seperti sirosis, usus buntu, dan penyakit Crohn turut meningkatkan risiko seseorang terhadap peritonitis.
Bila Anda pernah menderita peritonitis, risiko terkena penyakitnya kembali juga akan lebih tinggi dibandingkan orang-orang yang belum pernah mengalaminya.
Awalnya, dokter akan bertanya tentang riwayat kesehatan, pengobatan, serta melakukan pemeriksaan fisik.
Bila memang dicurigai adanya kondisi ini, maka dokter mungkin akan merujuk Anda untuk menjalani tes lanjutan guna menegakkan diagnosis. Berikut beberapa tes di antaranya.
Tes ini disebut penghitungan darah lengkap (CBC), dapat membantu mengukur jumlah sel darah putih. Jumlah sel darah putih yang tinggi biasanya menandakan radang atau infeksi.
Kultur darah mampu membantu mengidentifikasi bakteri penyebab infeksi atau radang.
Jika cairan menumpuk di dalam perut, dokter dapat menggunakan jarum untuk mengambil beberapa dan mengirimkan sampel ke laboratorium untuk analisis cairan.
Kultur cairan juga bisa membantu mengidentifikasi bakteri.
Pemeriksaan ini dilakukan guna memperlihatkan gambaran jelas akan perforasi atau lubang di dalam peritoneum tubuh Anda.
Jika Anda didiagnosis dengan kondisi tersebut, Anda akan membutuhkan perawatan di rumah sakit untuk mengusir infeksi. Ini mungkin membutuhkan waktu 10 hingga 14 hari. Berikut berbagai pengobatannya.
Antibiotik diresepkan untuk melawan infeksi dan mencegah penyebarannya. Jenis dan durasi serangkaian antibiotik tergantung pada keparahan kondisi dan jenis peritonitis yang Anda alami.
Seandainya peritonitis disebabkan oleh usus buntu, perut atau usus besar yang sobek, perawatan operasi sering kali penting untuk mengangkat jaringan yang terinfeksi, mengobati penyebab infeksi, dan mencegah penyebaran infeksi.
Anda akan sulit untuk mencerna makanan jika Anda menderita kondisi ini. Selang makanan mungkin akan dimasukkan ke perut Anda melalui hidung atau ditempatkan di dalam perut Anda menggunakan operasi lubang kunci.
Jika selang makanan tidak dapat digunakan, nutrisi cair dapat diberikan langsung ke salah satu pembuluh darah Anda.
Tergantung pada tanda dan gejala, pengobatan di rumah sakit mungkin termasuk obat nyeri, cairan intravena (IV), tambahan oksigen dan, dalam beberapa kasus, transfusi darah.
Jika Anda sedang menjalani dialisis peritoneum, dokter mungkin menyarankan Anda menerima dialisis dengan cara lain selama beberapa hari, sementara tubuh Anda pulih dari infeksi.
Jika kondisi tersebut berlanjut atau berulang, Anda mungkin harus berhenti menjalani dialisis tersebut sepenuhnya dan sepenuhnya beralih ke dialisis yang lain.
Pasien yang menerima dialisis peritoneal tetap sangat berisiko menderita peritonitis. Tips di bawah ini mungkin membantu mencegah peritonitis.
Jika Anda pernah mengalami peritonitis spontan sebelumnya atau jika Anda mengalami penumpukan cairan peritoneum karena kondisi medis, seperti sirosis, dokter mungkin akan meresepkan antibiotik untuk mencegah kondisi tersebut.
Sedangkan bagi Anda yang menggunakan inhibitor pompa proton, dokter mungkin meminta Anda untuk berhenti memakainya.
Bila Anda masih memiliki pertanyaan seputar peritonitis, segera hubungi dokter untuk mendapatkan solusi yang terbaik.
Hello Health Group tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan.
Ditinjau secara medis oleh
dr. Mikhael Yosia, BMedSci, PGCert, DTM&H.
General Practitioner · Medicine Sans Frontières (MSF)
Tanya Dokter
Punya pertanyaan kesehatan?
Silakan login atau daftar untuk bertanya pada para dokter/pakar kami mengenai masalah Anda.
Ayo daftar atau Masuk untuk ikut berkomentar