Infeksi hepatitis terkadang menimbulkan gejala yang kurang spesifik atau bahkan sama sekali tidak bergejala. Ini yang membuat kasus penyakit hepatitis pada ibu hamil harus diwaspadai. Jika tidak ditangani dengan tepat, penyakit infeksi ini bisa berdampak fatal terhadap perkembangan janin di dalam kandungan.
Apa itu hepatitis pada ibu hamil?
Hepatitis adalah peradangan hati serius yang disebabkan oleh virus. Ada beragam jenis virus hepatitis, di antaranya virus hepatitis A, hepatitis B, dan hepatitis C.
Jika tidak ditangani dengan baik, hepatitis pada ibu hamil dapat menyebabkan penyakit parah, kerusakan hati, dan bahkan kematian. Ibu hamil juga bisa menularkan virus ke bayinya.
Hepatitis B dan C adalah jenis hepatitis yang biasa terjadi selama masa kehamilan. Hepatitis B adalah jenis hepatitis yang paling sering ditularkan dari ibu ke bayi.
Sekitar 90% ibu hamil dengan infeksi hepatitis B akut bisa “mewarisi” virus ke bayinya. Pada kasus hepatitis B kronis, sekitar 10–20% ibu berisiko menularkan virus ke bayinya.
Sebagai perbandingan, hanya sekitar 4% ibu hamil yang terinfeksi hepatitis C yang berisiko menularkan virus ini ke bayinya.
Tanda dan gejala hepatitis saat hamil
![sakit perut saat hamil](https://cdn.hellosehat.com/wp-content/uploads/2022/02/3ed8d09b-shutterstock_313263380.jpg)
Dikutip dari situs American College of Obstetricians and Gynecologists, gejala hepatitis saat hamil di antaranya:
- selalu kelelahan,
- kehilangan nafsu makan,
- mual dan muntah,
- demam,
- sakit perut, terutama pada sisi kanan atas,
- nyeri pada otot dan persendian, serta
- penyakit kuning (jaundice).
Infeksi hepatitis dapat terjadi dalam waktu singkat (akut) atau panjang (kronis). Hepatitis akut hanya menimbulkan gejala ringan atau tidak bergejala sama sekali.
Sementara itu, hepatitis kronis kerap kali tidak menimbulkan gejala yang jelas pada awalnya, tetapi cenderung bertambah parah setelah berbulan-bulan atau bertahun-tahun sejak pasien terinfeksi.
Oleh karena itu, deteksi dini sangat penting untuk mencegah dampak jangka panjang penyakit ini terhadap kesehatan ibu dan bayinya.
Penyebab hepatitis pada ibu hamil
Penyebab utama dari penyakit hepatitis adalah infeksi virus yang berlangsung di dalam hati sehingga menyebabkan peradangan.
Umumnya, infeksi pada ibu hamil disebabkan oleh virus hepatitis B (HBV) dan virus hepatitis C (HCV).
Kemunculan hepatitis bisa dipicu oleh faktor tertentu. Berikut ini adalah beberapa perilaku atau kondisi yang bisa meningkatkan risiko Anda untuk terjangkit virus hepatitis.
- Menggunakan jarum suntik bekas pakai yang digunakan oleh orang yang terinfeksi, baik itu suntikan medis yang tidak steril maupun jarum tato atau tindik.
- Berhubungan seksual tanpa menggunakan kondom dengan orang yang terinfeksi.
- Berbagi perlengkapan pribadi, misalnya sikat gigi atau pisau cukur, dengan orang yang terinfeksi.
- Melakukan prosedur medis, seperti transfusi darah yang tidak steril.
- Mengalami infeksi HIV yang dapat menurunkan sistem kekebalan tubuh.
Komplikasi hepatitis saat hamil
![air ketuban pecah](https://cdn.hellosehat.com/wp-content/uploads/2016/11/air-ketuban-pecah.jpg)
Penyakit hepatitis dapat menimbulkan beberapa komplikasi yang memengaruhi kesehatan ibu, janin, dan bahkan bayi setelah dilahirkan.
Berikut ini adalah daftar komplikasi hepatitis selama masa kehamilan yang perlu diperhatikan.
1. Komplikasi pada ibu hamil
Walaupun kehamilan tidak mempercepat perkembangan hepatitis, ibu hamil yang mengalami penyakit ini tetap berisiko mengalami komplikasi serius.
Komplikasi ini lebih rentan terjadi bila Anda sudah memiliki sirosis hati sebelumnya. Berikut ini adalah beberapa komplikasi hepatitis yang dapat terjadi pada ibu hamil.
- Perlemakan hati akut: kekurangan enzim yang dibutuhkan untuk metabolisme asam lemak bisa memperparah kondisi ini sehingga berbahaya bagi ibu hamil dan janin.
- Batu empedu: terjadi akibat perubahan garam empedu dan lambatnya pengosongan kantung empedu selama kehamilan. Kondisi ini juga dapat menyebabkan penyakit kuning atau jaundice pada ibu hamil.
- Ketuban pecah dini: pecahnya selaput ketuban sebelum waktu persalinan dapat meningkatkan risiko infeksi dan persalinan prematur.
- Diabetes gestasional: kadar gula darah tinggi selama kehamilan ini umumnya dialami oleh ibu hamil dengan hepatitis B.
- Perdarahan berat: risiko perdarahan di akhir kehamilan lebih tinggi, terutama bila ada gangguan fungsi hati.
- Plasenta abrupsio: kondisi serius saat plasenta terlepas sebelum waktunya sehingga bisa mengancam nyawa ibu hamil dan bayi.
2. Komplikasi pada janin
Janin di dalam kandungan biasanya tidak secara langsung terinfeksi hepatitis dari ibu. Namun, penyakit ini dapat meningkatkan risiko komplikasi sebagai berikut.
- Kelahiran prematur: penyakit infeksi saat hamil mampu meningkatkan risiko bayi lahir sebelum usia kehamilan cukup. Hal ini dapat menimbulkan berbagai risiko komplikasi kesehatan pada bayi setelah lahir.
- Berat badan lahir rendah (BBLR): bayi yang lahir dengan berat di bawah normal akan berdampak pada proses pertumbuhan dan perkembangannya.
- Kelainan anatomi dan fungsi tubuh: kondisi cacat lahir ini bisa terjadi pada kasus infeksi hepatitis B kronis yang tidak terkontrol selama kehamilan.
3. Komplikasi pada bayi setelah lahir
Infeksi virus hepatitis bisa menimbulkan komplikasi parah pada bayi. Sebagai contoh, paparan virus hepatitis melalui darah dan cairan vagina ibu selama persalinan bisa berkembang menjadi hepatitis kronis.
Tidak hanya itu, bayi yang terinfeksi hepatitis B sejak lahir memiliki kemungkinan besar untuk mengidap sirosis hati dan kanker hati di kemudian hari.
Risiko hepatitis C pada bayi setelah lahir
Kecil peluangnya ibu hamil menurunkan virus hepatitis C ke bayi. Hanya 4–6% bayi yang lahir dari ibu positif hepatitis C akan terinfeksi virus. Risiko penularan hepatitis C dari ibu ke anak meningkat bila ibu memiliki viral load yang tinggi atau terinfeksi HIV pada waktu yang bersamaan.
Cara mengatasi hepatitis pada ibu hamil
![pemeriksaan kehamilan](https://cdn.hellosehat.com/wp-content/uploads/2020/04/pemeriksaan-kehamilan-pandemi-covid-19.jpg)
Saat Anda menjalani kunjungan prenatal pertama kali, dokter akan menyarankan serangkaian tes darah, termasuk untuk memeriksa virus hepatitis B (HBV).
Jika hasil tes negatif tetapi Anda belum menerima vaksin hepatitis B, dokter akan menyarankan imunisasi, terutama bila Anda berisiko tinggi tertular penyakit ini.
Sementara itu, bila Anda terpapar hepatitis B selama kehamilan, dokter akan memberikan obat imunoglobulin hepatitis B untuk memperkuat kekebalan tubuh Anda dalam melawan infeksi.
Kasus hepatitis B dengan viral load tinggi mungkin perlu ditangani dengan obat antivirus, seperti tenofovir, yang dapat menurunkan risiko perpindahan HBV ke janin Anda.
Hingga saat ini, belum ada vaksin yang tersedia untuk mencegah hepatitis C. Menghindari perilaku berisiko adalah satu-satunya cara untuk mencegah infeksi ini.
Jika Anda positif terinfeksi virus hepatitis C (HCV), dokter akan meresepkan kombinasi antivirus khusus, yakni pegylated interferon dan ribavirin, yang aman bagi ibu hamil.
Dokter mungkin juga akan menambahkan obat antivirus lainnya jika perlu, seperti boceprevir atau telaprevir.
Persalinan normal lewat vagina atau operasi caesar sama amannya untuk pengidap hepatitis B maupun hepatitis C.
Konsultasikan dengan dokter untuk mengetahui langkah-langkah lainnya yang diperlukan untuk meminimalkan risiko penularan virus ke bayi selama persalinan.
Imunisasi hepatitis untuk bayi baru lahir
Semua bayi baru lahir perlu menerima imunisasi hepatitis B (HB) dosis pertama sebelum ibu bisa meninggalkan rumah sakit.
Berdasarkan jadwal imunisasi IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia), imunisasi hepatitis B dosis pertama dilakukan segera setelah lahir sebelum bayi berumur 24 jam.
Vaksin HB ini diberikan sebanyak empat kali sebelum bayi berumur 6 bulan. Setelah lahir, bayi akan kembali mendapatkan imunisasi ini saat berumur 2, 3, dan 4 bulan.
Untuk ibu yang terinfeksi hepatitis B, dokter akan memberikan suntikan imunoglobulin hepatitis B untuk bayi dalam 12 jam setelah melahirkan.
Obat ini bisa memberikan perlindungan jangka pendek bagi bayi. Kombinasi imunoglobulin dan vaksin akan efektif untuk mencegah infeksi pada bayi hingga 85–95 persen.
Jika ibu terinfeksi hepatitis C, biasanya bayi bisa diuji dari usia delapan minggu dengan menggunakan tes deteksi viral PCR.
Ini harus diikuti dengan tes PCR lain dalam 4–6 minggu setelahnya dan tes antibodi hepatitis C saat bayi berumur 12–18 bulan.
Jika bayi Anda positif hepatitis C, dokter akan memantau perkembangan infeksi secara berkala. Beberapa bayi biasanya akan sembuh sendiri tanpa pengobatan.
Namun, bila infeksi berlanjut, dokter dapat melakukan evaluasi lanjutan untuk menentukan cara pengobatan yang tepat guna mencegah komplikasi pada kemudian hari.
Kesimpulan
- Hepatitis B dan C adalah jenis hepatitis yang biasa terjadi selama masa kehamilan.
- Penyakit hepatitis pada ibu hamil dapat meningkatkan risiko komplikasi, seperti ketuban pecah dini, kelahiran prematur, dan infeksi hepatitis kronis pada bayi.
- Pengobatan untuk infeksi kehamilan ini dapat dilakukan lewat vaksinasi, terapi antivirus, pemberian imunoglobulin, serta imunisasi hepatitis B pada bayi baru lahir.
[embed-health-tool-bmr]