backup og meta
Kategori
Cek Kondisi
Tanya Dokter
Simpan

Helicopter Parenting, Saat Orangtua Mencampuri Kehidupan Anak

Ditinjau secara medis oleh dr. Carla Pramudita Susanto · General Practitioner · Klinik Laboratorium Pramita


Ditulis oleh Riska Herliafifah · Tanggal diperbarui 15/12/2022

    Helicopter Parenting, Saat Orangtua Mencampuri Kehidupan Anak

    Tanpa sadar, ayah dan ibu bisa saja menerapkan pola asuh helicopter parenting. Istilah yang menggambarkan pola asuh terlalu ‘menyetir’ dan memantau kehidupan anak ini cukup terkenal beberapa tahun terakhir. 

    Apa itu helicopter parenting?

    cara merawat anak depresi

    Helicopter parenting adalah pola asuh orangtua yang sangat mengontrol dan ikut campur kehidupan anak.

    Saking terlalu ikut campur, orangtua dengan pola asuh ini seolah seperti helikopter yang terus berputar di atas untuk memantau setiap gerak gerik anaknya. 

    Istilah helicopter parenting pertama kali hadir pada 1969 dalam buku berjudul “Between Parent & Teenager”. Pada buku tersebut, remaja mengibaratkan ibunya memantau seperti helikopter.

    Pola asuh helikopter cenderung menentukan anak seharusnya bertindak sampai terlalu melindungi anak dari kesulitan atau kegagalan.

    Orangtua bisa tanpa sadar melakukan pola asuh ini karena memiliki niat baik, yakni ingin memberikan yang terbaik untuk anak dan tidak ingin ia merasakan kegagalan. 

    Akan tetapi, pola asuh helicopter parenting cenderung ikut campur ke dalam berbagai urusan yang anak hadapi.

    Padahal, si kecil mungkin sudah bisa melakukan dan menyelesaikannya  sendiri. 

    Beberapa contoh dari pola asuh helikopter yang orangtua lakukan adalah sebagai berikut.

  • Menentukan jurusan pendidikan anak walau ia tidak menyukainya.
  • Saat nilai anak buruk, orangtua menghubungi guru atau dosen untuk protes.
  • Ikut campur jika ada permasalahan dengan teman atau pekerjaan.
  • “Pola asuh helikopter tidak sesuai dengan tujuan utama pola asuh untuk menjadikan anak mampu menyelesaikan berbagai tugas orang dewasa,” jelas pakar psikologi, Michael Ungar mengutip dari Psychology Today.

    Ungar juga berpendapat, melatih anak untuk mengambil keputusan sendiri jauh lebih penting daripada membiarkan bergantung kepada orangtua untuk menyelesaikan masalahnya.

    Efek negatif helicopter parenting pada anak

    penyebab anak nakal

    Kalau tidak hati-hati, pola asuh yang satu ini bisa menimbulkan efek buruk pada psikologis anak.

    Untuk lebih jelasnya, berikut efek negatif helicopter parenting pada anak.

    1. Rentan mengalami depresi

    Penelitian terbitan Journal Of Child And Family Studies meneliti orang dewasa hasil didikan dengan helicopter parenting di Korea.

    Para peneliti melibatkan 562 orang dewasa baru (19-34 tahun) sebagai responden dengan beragam latar belakang, seperti pelajar, penganggur, dan belum menikah.

    Dalam penelitian tersebut, responden setidaknya masih memiliki satu orangtua yang masih hidup. 

    Hasilnya, anak dengan pola asuh helikopter berhubungan langsung dengan kemungkinan besar mengalami gejala depresi.

    Anak dengan pola asuh ini akan merasakan tekanan yang lebih tinggi terhadap harapan orangtua pada karir mereka. 

    2. Tidak membiarkan anak tumbuh

    Pola pengasuhan helicopter parenting cenderung kesulitan untuk memecahkan masalah. Pasalnya, anak memiliki kepercayaan diri yang rendah dan lebih takut dengan kegagalan.  

    Semakin jauh orangtua ikut campur dalam tanggung jawab anak, secara tidak langsung semakin sedikit pula kepercayaan mereka dengan kemampuan anaknya. 

    Mengutip dari Indiana University, helicopter parent cenderung menyelamatkan anak jika ada tanda kecewa atau kesulitan. 

    Seiring dengan pertumbuhan anak, pola asuh helikopter juga dapat berdampak pada kehidupan sosial, pendidikan, bahkan karir setelah dewasa.

    3. Anak tidak memiliki coping skill

    Mengutip dari Good Therapy, coping skill adalah keterampilan seseorang agar dapat menghadapi permasalahan dan rasa kekecewaan atau kegagalan dengan baik. 

    Helicopter parenting yang terlalu membantu anak sehingga mereka tidak pernah salah atau mengalami kegagalan adalah hal yang dapat menghambat perkembangan coping skill

    Akibatnya, anak tidak terbiasa mengatasi masalah atau menghadapi kegagalan. Mereka juga jadi tidak pernah belajar bagaimana menyelesaikan persoalan tersebut.

    4. Menurunnya kepercayaan diri anak

    Sikap orangtua yang terlalu ikut campur saat anak sudah memasuki usia remaja akan menyebabkan anak menjadi kurang percaya diri untuk bergaul dengan anak seusianya.

    Hal ini juga akan menyebabkan ia lebih sulit bergaul dan menutup diri bahkan saat ia dewasa.

    Padahal, kepercayaan diri adalah sesuatu yang hanya dapat anak peroleh saat ia bergantung kepada kemampuannya sendiri.

    Kemampuan sendiri ini dalam dalam mengambil keputusan maupun menerima konsekuensi dari masalah yang ia hadapi.

    Efek positif dari helicopter parenting

    efek positif dari helicopter parenting

    Pola asuh helikopter masih bisa menimbulkan pro dan kontra terkait dampak negatif dan positifnya. 

    Penelitian terbitan Frontiers In Psychology menunjukkan bahwa helicopter parenting tidak semuanya berdampak buruk. 

    Dari penelitian tersebut menunjukkan, ada sisi positif dari anak hasil orangtua dengan pola asuh helikopter:

    Orangtua dengan pola asuh helikopter sangat mengetahui dan paham dengan siapa anak bergaul dan prestasinya di sekolah. 

    Penelitian dalam Journal Of Child And Family Studies juga menunjukkan hal yang tidak jauh berbeda.

    Journal Of Child And Family Studies meneliti orang dewasa hasil helicopter parenting di Korea.

    Penelitian melibatkan 562 orang dewasa baru (19-34 tahun) sebagai pelajar, penganggur, dan belum menikah.

    Pola asuh helikopter secara tidak langsung membuat anak lebih memiliki psikologis yang lebih baik dan merasakan kasih sayang orangtua lebih tinggi.

    Dalam konteks Asia Timur, cara pandang pola asuh helikopter bisa Anda lihat dari dua sisi, tergantung pada cara orangtua memperlakukan anaknya.

    Cara agar orangtua tidak terjebak dalam helicopter parenting

    haid saat sekolah

    Terlalu khawatir dan ikut campur dalam kehidupan anak bukan cara yang bijak untuk menjalin kedekatan dengan anak

    Berikut beberapa hal yang dapat orangtua lakukan untuk menghindari pola asuh helicopter parenting.

    1. Biarkan anak berusaha sesuai dengan kemampuan

    Seiring dengan pertumbuhan, anak mengalami perkembangan yang bertahap dalam melakukan berbagai hal. 

    Maka dari itu, biarkan anak belajar untuk menangani hal dan tanggung jawab sendiri agar ia lebih mandiri dan mengembangkan kemampuan dalam menjalani kehidupan. 

    Selain itu, ada baiknya orangtua membiarkan anak membuat keputusan dan menerima konsekuensinya sendiri.

    Dengan catatan, konsekuensi tersebut tidak membahayakan bagi kesehatan dan keselamatan anak.

    2. Hindari membuat anak cemas

    Sangat wajar bila orangtua merasa cemas terhadap anak, tetapi hindari membuat anak semakin khawatir agar tidak terjebak pada helicopter parenting.

    Hindari terlalu cemas dan membuat sesuatu terkesan lebih buruk dari yang sebenarnya.

    Kondisi membuat anak bingung dan mudah cemas karena respons negatif dari orangtua terhadap suatu permasalahan. 

    Hadapi kesulitan bersama dengan anak dengan menghadirkan respons yang lebih positif tanpa membuat anak merasa cemas.

    3. Hargai pendapat anak

    Memaksakan pendapat orangtua pada anak dapat menyebabkan mereka tidak memiliki pendirian dengan pendapatnya sendiri.

    Oleh karena itu, pahami sebagai sesuatu yang positif jika anak memiliki pendapat yang berbeda dengan orangtua.

    Jika hal tersebut tidak kurang sesuai dengan kebaikan anak, coba ajak ia berbicara dan pahami mengapa anak berpikir demikian.

    Pada dasarnya, helicopter parenting terjadi ketika orangtua ingin menjaga anaknya agar tetap dalam keadaan baik dan bisa berkembang.

    Akan tetapi, bila tidak hati-hati, pola asuh ini bisa berdampak negatif pada perkembangan anak remaja.

    Tetap berikan ruang untuk anak memutuskan sendiri, sambil orangtua mengamati dari jauh.

    Tidak perlu terlalu mengatur karena anak sedang belajar untuk memahami dirinya sendiri.

    Catatan

    Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan.

    Ditinjau secara medis oleh

    dr. Carla Pramudita Susanto

    General Practitioner · Klinik Laboratorium Pramita


    Ditulis oleh Riska Herliafifah · Tanggal diperbarui 15/12/2022

    advertisement iconIklan

    Apakah artikel ini membantu?

    advertisement iconIklan
    advertisement iconIklan