Tanpa sadar, ayah dan ibu bisa saja menerapkan pola asuh helicopter parenting. Istilah yang menggambarkan pola asuh terlalu ‘menyetir’ dan memantau kehidupan anak ini cukup terkenal beberapa tahun terakhir.
Apa itu helicopter parenting?
Helicopter parenting adalah jenis pola asuh orangtua yang sangat mengontrol dan ikut campur kehidupan anak.
Saking terlalu ikut campur, orangtua dengan pola asuh ini seolah seperti helikopter yang terus berputar di atas untuk memantau setiap gerak gerik anaknya.
Istilah helicopter parenting pertama kali hadir pada 1969 dalam buku berjudul “Between Parent & Teenager“. Pada buku tersebut, remaja mengibaratkan ibunya memantau seperti helikopter.
Pola asuh helikopter cenderung menentukan anak seharusnya bertindak sampai terlalu melindungi anak dari kesulitan atau kegagalan.
Orangtua bisa tanpa sadar melakukan pola asuh ini karena memiliki niat baik, yakni ingin memberikan yang terbaik untuk anak dan tidak ingin ia merasakan kegagalan.
Akan tetapi, pola asuh helicopter parenting cenderung ikut campur ke dalam berbagai urusan yang anak hadapi.
Padahal, si Kecil mungkin sudah bisa melakukan dan menyelesaikannya sendiri.
Beberapa contoh dari pola asuh helikopter yang orangtua lakukan adalah sebagai berikut.
- Menentukan jurusan pendidikan anak walau ia tidak menyukainya.
- Saat nilai anak buruk, orangtua menghubungi guru atau dosen untuk protes.
- Ikut campur jika ada permasalahan dengan teman atau pekerjaan.
Pakar Psikologi Michael Ungar
Efek negatif helicopter parenting pada anak
Kalau tidak hati-hati, pola asuh yang satu ini bisa menimbulkan efek buruk pada psikologis anak.
Untuk lebih jelasnya, berikut efek negatif helicopter parenting pada anak.
1. Rentan mengalami depresi
Penelitian terbitan Journal Of Child And Family Studies meneliti orang dewasa hasil didikan dengan helicopter parenting di Korea.
Para peneliti melibatkan 562 orang dewasa baru (19—34 tahun) sebagai responden dengan beragam latar belakang, seperti pelajar, penganggur, dan belum menikah.
Dalam penelitian tersebut, responden setidaknya masih memiliki satu orangtua yang masih hidup.
Hasilnya, anak dengan pola asuh helikopter berhubungan langsung dengan kemungkinan besar mengalami gejala depresi pada anak.
Anak dengan pola asuh ini akan merasakan tekanan yang lebih tinggi terhadap harapan orangtua pada karir mereka.
2. Tidak membiarkan anak tumbuh
Pola pengasuhan helicopter parenting cenderung kesulitan untuk memecahkan masalah. Pasalnya, anak memiliki kepercayaan diri yang rendah dan lebih takut dengan kegagalan.
Semakin jauh orangtua ikut campur dalam tanggung jawab anak, secara tidak langsung semakin sedikit pula kepercayaan mereka dengan kemampuan anaknya.
Mengutip dari Indiana University, helicopter parent cenderung menyelamatkan anak jika ada tanda kecewa atau kesulitan.
Seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan anak, pola asuh helikopter juga dapat berdampak pada kehidupan sosial, pendidikan, bahkan karir setelah dewasa.
3. Anak tidak memiliki coping skill
Mengutip dari Good Therapy, coping skill adalah keterampilan seseorang agar dapat menghadapi permasalahan dan rasa kekecewaan atau kegagalan dengan baik.
Helicopter parenting yang terlalu membantu anak sehingga mereka tidak pernah salah atau mengalami kegagalan adalah hal yang dapat menghambat perkembangan coping skill.
Akibatnya, anak tidak terbiasa mengatasi masalah atau menghadapi kegagalan. Mereka juga jadi tidak pernah belajar bagaimana menyelesaikan persoalan tersebut.
4. Menurunnya kepercayaan diri anak
Sikap orangtua yang terlalu ikut campur saat anak sudah memasuki usia remaja akan menyebabkan anak menjadi kurang percaya diri untuk bergaul dengan anak seusianya.
Hal ini juga akan menyebabkan anak lebih sulit bergaul dan menutup diri bahkan saat ia dewasa.
Padahal, kepercayaan diri adalah sesuatu yang hanya dapat anak peroleh saat ia bergantung kepada kemampuannya sendiri.
Kemampuan sendiri ini dalam mengambil keputusan maupun menerima konsekuensi dari masalah yang ia hadapi.
Efek positif dari helicopter parenting
Pola asuh helikopter masih bisa menimbulkan pro dan kontra terkait dampak negatif dan positifnya.
Penelitian terbitan Frontiers In Psychology menunjukkan bahwa helicopter parenting tidak semuanya berdampak buruk.
Dari penelitian tersebut menunjukkan, ada sisi positif dari anak hasil orangtua dengan pola asuh helikopter, yaitu:
- datang tepat waktu,
- menyelesaikan pekerjaan rumah,
- mampu menyiapkan sesuatu dengan baik.
Orangtua dengan pola asuh helikopter sangat mengetahui dan paham dengan siapa anak bergaul dan prestasinya di sekolah.
Sebuah penelitian dalam Journal Of Child And Family Studies juga menunjukkan hal yang tidak jauh berbeda. Penelitian tersebut meneliti orang dewasa hasil helicopter parenting di Korea.
Penelitian melibatkan 562 orang dewasa baru (19—34 tahun) sebagai pelajar, penganggur, dan belum menikah.
Pola asuh helikopter secara tidak langsung membuat anak lebih memiliki psikologis yang lebih baik dan merasakan kasih sayang orangtua yang lebih tinggi.
Dalam konteks Asia Timur, cara pandang pola asuh helikopter bisa Anda lihat dari dua sisi, tergantung pada cara orangtua memperlakukan anaknya.