backup og meta

Depresi Psikotik

Depresi Psikotik

Beberapa pengidap depresi dapat mengalami psikosis yang membuat mereka kesulitan untuk membedakan mana hal yang nyata dan yang tidak. Jenis depresi yang dikenal sebagai depresi psikotik ini membutuhkan penanganan serius karena bisa membahayakan pengidapnya.

Apa itu depresi psikotik?

psikosis

Depresi psikotik adalah jenis depresi berat atau depresi mayor (major depressive disorder) yang diikuti dengan gejala psikosis, seperti delusi dan halusinasi.

Menurut buku Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, 5th edition (DSM-5), depresi mayor ditandai dengan gejala depresi yang berlangsung terus-menerus minimal selama dua minggu.

Di samping itu, pengidap depresi psikotik juga mengalami gejala delusi dan halusinasi (waham).

Delusi merupakan gangguan mental yang membuat seseorang tidak dapat membedakan mana kenyataan dan imajinasi sehingga ia meyakini dan bersikap sesuai dengan yang dipikirkannya.

Sebagai contoh, ia percaya bahwa orang-orang di sekitarnya akan berbuat jahat kepada dirinya atau percaya bahwa dirinya tidak berharga karena selalu diperlakukan dengan tidak adil.

Sementara itu, halusinasi merupakan perubahan sensasi yang dirasakan saat indra mengalami suatu hal yang sebenarnya tidak nyata. 

Contoh paling umumnya yakni mendengar suara misterius, melihat hal-hal yang sebenarnya tidak ada, ataupun merasa seseorang menyentuh tubuh Anda.

Psikosis memperburuk gejala depresi

Psikosis dapat membuat depresi semakin berat. Depresi psikotik merupakan gangguan mental serius karena setiap orang yang mengalaminya lebih berisiko untuk membahayakan dirinya sendiri. 

Gejala psikosis dapat membuat pengidap depresi percaya bahwa kondisi tubuhnya lebih buruk dari sebenarnya atau ia memiliki masalah kesehatan lainnya, seperti kanker.

Selain itu, depresi dengan psikosis juga bisa membuat pengidapnya melukai diri sendiri atau orang lain saat merasa panik atau terancam meskipun hal tersebut tidak nyata.

Tanda dan gejala depresi psikotik

depresi akibat gejala psikotik bisa menyebabkan kesepian

Seseorang yang mengidap depresi psikotik akan mengalami gejala depresi berat dan psikosis.

Adapun, beberapa gejala depresi yang paling umum meliputi:

  • perasaan sedih, tidak berdaya, atau putus asa,
  • mengisolasi diri sendiri,
  • selalu merasa lemas dan tidak bertenaga, 
  • tidak punya motivasi dan membenci diri sendiri,
  • kesulitan konsentrasi dan membuat keputusan,
  • kehilangan minat dan gairah untuk melakukan hal yang dulu dianggap menyenangkan,
  • perubahan nafsu makan dan berat badan drastis (baik naik atau turun), dan
  • masalah tidur (susah tidur, tidur lebih sedikit, atau tidur lebih sering dari biasanya).

Sementara itu, psikosis umumnya akan membuat pengidapnya merasa seperti terputus dari kenyataan. Hal ini terkadang membuat mereka tidak menyadari gejalanya.

Beberapa gejala yang sering terjadi pada pengidap psikosis meliputi:

  • delusi dan halusinasi,
  • gangguan psikomotor atau lamban dalam berpikir dan bergerak, dan
  • stupor (penurunan kesadaran sehingga tidak bisa merespons dengan normal).

Tidak sedikit orang dengan depresi psikotik yang juga punya pemikiran untuk bunuh diri demi menghentikan gejalanya.

Oleh sebab itu, penting untuk segera mencari bantuan bila orang terdekat Anda tampak mengalami gangguan ini.

Penyebab depresi psikotik

Depresi dengan gejala psikostik hampir selalu didahului dengan depresi umum. Penyebab dari depresi itu sendiri tidak selalu diketahui. 

Namun, kemunculan depresi dapat sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti berikut ini. 

1. Genetik

Seseorang berisiko lebih tinggi untuk terkena depresi bila kerabat terdekatnya, seperti orangtua atau saudara kandungnya, juga memiliki riwayat gangguan mental serupa.

2. Perubahan kimia otak

Depresi juga bisa disebabkan oleh faktor biologis, seperti ketidakseimbangan hormon serotonin, norepinefrin, dan dopamin dalam otak yang bertanggung jawab untuk mengatur suasana hati.

3. Faktor lingkungan

Beragam faktor yang berasal dari lingkungan, seperti riwayat trauma atau stres berat pada masa kanak-kanak, juga dapat meningkatkan risiko terjadinya depresi.

4. Riwayat gangguan mental

Depresi psikosis lebih mungkin terjadi pada orang yang mempunyai riwayat gangguan mental, seperti skizofrenia dan gangguan bipolar

Kondisi ini dapat muncul sebagai gangguan tunggal maupun dipicu oleh gangguan kesehatan mental lainnya.

Diagnosis depresi psikotik

psikolog dan psikiater depresi psikotik

Depresi dengan gejala psikotik cukup sulit dikenali dan dibedakan dengan depresi pada umumnya. Psikosis sulit dikenali karena gejalanya tidak selalu disadari dan dilaporkan oleh pengidapnya.

Pengidap depresi dengan gejala psikotik juga jarang mencari bantuan sendiri. Mereka membutuhkan bantuan dari orang terdekat untuk bisa melakukan konsultasi dengan dokter.

Proses diagnosis dilakukan secara bertahap. Pada kunjungan yang pertama, dokter akan bertanya tentang gejala dan riwayat kesehatan dari pengidap depresi.

Untuk bisa didiagnosis dengan depresi, seseorang harus memiliki sedikitnya lima kriteria depresi yang telah bertahan selama dua minggu atau lebih. 

Dokter juga perlu mengamati pasien lebih dalam lagi untuk dapat mendeteksi gejala psikosis, seperti delusi dan halusinasi.

Terkadang, pemeriksaan fisik dan laboratorium seperti tes darah dan urine akan dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan masalah medis lainnya.

Pengobatan depresi psikotik

Penanganan depresi psikotik membutuhkan pengawasan dan pengobatan yang ketat, baik dari dokter medis maupun ahli kejiwaan profesional.

Pengobatan yang dianjurkan melibatkan kombinasi obat-obatan dan terapi elektrokonvulsif.

1. Obat-obatan

Psikiater dapat memberikan resep obat antidepresan dan antipsikotik untuk menyeimbangkan kembali fungsi senyawa pembawa pesan (neurotransmiter) di dalam otak.

Sebuah penelitian dalam jurnal Cochrane (2015) menemukan kombinasi obat antidepresan dan antipsikotik bekerja lebih efektif daripada penggunaan salah satunya saja.

2. Terapi elektrokonvulsif

Apabila pasien tidak merespons obat yang diresepkan, dokter dapat melakukan terapi elektrokonvulsif (ECT) untuk menyeimbangkan kembali kerja neurotransmiter otak.

Dokter akan menghantarkan arus listrik dalam jumlah yang terkontrol menuju otak. Hal ini akan memicu kejang ringan yang dapat memengaruhi tingkat neurotransmiter otak pasien.

Terapi elektrokonvulsif hanya dilakukan di rumah sakit. Pasien pun akan mendapatkan anestesi umum sehingga ia tidak sadarkan diri selama prosedur berlangsung.

Cara menghadapi pengidap depresi psikotik

Perawatan bagi orang dengan depresi psikotik juga harus melibatkan pencegahan usaha melukai diri sendiri dan bahkan perilaku bunuh diri.

Jika Anda menemukan seseorang yang membahayakan dirinya sendiri atau orang lain, segera minta bantuan melalui nomor darurat 112, polisi 110, maupun ambulans 118 atau 119.

Selama menunggu bantuan tiba, hindari kontak dengan benda tajam yang berpotensi melukai Anda atau orang tersebut. Coba tenangkan ia dengan mendengarkan dan mengajaknya berbicara.

Hindari perkataan negatif atau penggunaan nada tinggi yang bisa membuat mereka mereka semakin panik dan marah.  

Kesimpulan

  • Depresi psikotik adalah jenis depresi berat yang diikuti gejala psikosis, seperti delusi dan halusinasi.
  • Gejala psikosis dapat membuat depresi bertambah berat sehingga pengidapnya berisiko membahayakan diri sendiri dan orang lain.
  • Gangguan mental ini umumnya ditangani melalui penggunaan obat antidepresan dan antipsikotik serta terapi elektrokonvulsif (ECT).
  • Pengobatan depresi psikotik memerlukan pengawasan ketat dari dokter dan psikiater.

Catatan

Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan. Selalu konsultasikan dengan ahli kesehatan profesional untuk mendapatkan jawaban dan penanganan masalah kesehatan Anda.

Depression. (2022). National Institute of Mental Health (NIMH). Retrieved January 17, 2023, from https://www.nimh.nih.gov/health/topics/depression

Psychotic depression. (2021). NHS UK. Retrieved January 17, 2023, from https://www.nhs.uk/mental-health/conditions/psychotic-depression/

What is Electroconvulsive Therapy (ECT)? (2019). American Psychiatric Association. Retrieved January 17, 2023, from https://www.psychiatry.org/patients-families/ect

Dold, M., Bartova, L., Kautzky, A., Porcelli, S., Montgomery, S., Zohar, J., Mendlewicz, J., Souery, D., Serretti, A., & Kasper, S. (2019). Psychotic Features in Patients With Major Depressive Disorder: A Report From the European Group for the Study of Resistant Depression. The Journal of clinical psychiatry, 80(1), 17m12090. https://doi.org/10.4088/JCP.17m12090

Cherian, K., Schatzberg, A. F., & Keller, J. (2019). HPA axis in psychotic major depression and schizophrenia spectrum disorders: Cortisol, clinical symptomatology, and cognition. Schizophrenia research, 213, 72–79. https://doi.org/10.1016/j.schres.2019.07.003

Wijkstra, J., Lijmer, J., Burger, H., Cipriani, A., Geddes, J., & Nolen, W. A. (2015). Pharmacological treatment for psychotic depression. The Cochrane database of systematic reviews, (7), CD004044. https://doi.org/10.1002/14651858.CD004044.pub4

Rothschild A. J. (2013). Challenges in the treatment of major depressive disorder with psychotic features. Schizophrenia bulletin, 39(4), 787–796. https://doi.org/10.1093/schbul/sbt046

American Psychiatric Association. (2013). Diagnostic and statistical manual of mental disorders (5th ed.). Arlington, VA: American Psychiatric Publishing.

Versi Terbaru

07/09/2023

Ditulis oleh Satria Aji Purwoko

Ditinjau secara medis oleh dr. Nurul Fajriah Afiatunnisa

Diperbarui oleh: Ilham Fariq Maulana


Artikel Terkait

6 Faktor Risiko Depresi yang Paling Umum dan Harus Anda Waspadai

Agitasi


Ditinjau secara medis oleh

dr. Nurul Fajriah Afiatunnisa

General Practitioner · Universitas La Tansa Mashiro


Ditulis oleh Satria Aji Purwoko · Tanggal diperbarui 07/09/2023

ad iconIklan

Apakah artikel ini membantu?

ad iconIklan
ad iconIklan