Buat ibu bekerja yang sedang mempersiapkan persalinan, jangan lupa untuk mengajukan cuti melahirkan Anda. Selain menggunakan hak yang tertulis dalam undang-undang, nyatanya, istirahat bekerja pada masa ini juga memberikan dampak positif untuk kesehatan ibu dan bayi.
Lantas, berapa lama cuti melahirkan yang harus Anda ambil dan apakah lamanya waktu ini sudah ideal? Pahami peraturan dan fakta medisnya melalui ulasan berikut.
Pentingnya cuti melahirkan untuk kesehatan ibu dan bayi
Ada banyak alasan mengapa cuti sangat penting bagi wanita bekerja yang hamil dan baru melahirkan.
Memasuki akhir masa kehamilan, tubuh Anda akan terasa semakin berat karena janin yang semakin bertumbuh.
Kondisi ini sering kali membuat Anda kesulitan bernapas, sulit tidur, hingga kelelahan. Untuk mengatasinya, memperbanyak istirahat adalah salah satu jalannya.
Memasuki fase setelah persalinan, memperbanyak istirahat juga merupakan salah satu kunci untuk menjaga kondisi kesehatan Anda dan bayi.
Apalagi, pada masa ini, berbagai perubahan tubuh setelah melahirkan juga terjadi dan bisa berbeda ketimbang saat hamil.
Faktor-faktor lainnya, seperti kurang tidur atau lelah karena merawat bayi, juga memberikan tekanan emosional yang bisa menyebabkan baby blues atau bahkan depresi pascamelahirkan.
Oleh karena itu, bagi para wanita yang bekerja, cuti pada masa-masa ini bisa memberi Anda kesempatan untuk beristirahat, memulihkan diri, dan fokus merawat bayi Anda.
Cuti melahirkan juga turut menjaga kesehatan mental dan fisik ibu dan anak dengan cara:
- mengurangi risiko depresi pascamelahirkan,
- meningkatkan keterikatan ibu dan bayi,
- menurunkan risiko kematian bayi,
- menurunkan kemungkinan rawat inap pada ibu dan bayi,
- pemberian imunisasi bayi yang tepat waktu, serta
- meningkatkan keberhasilan masa menyusui.
Ketentuan dan kondisi cuti melahirkan di Indonesia
Sebelumnya, lama waktu cuti melahirkan yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah tiga bulan.
Namun, ketentuan ini telah diperbarui dalam Rancangan Undang-Undang tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan.
Pada pasal 4 ayat (3) huruf a, disebutkan bahwa setiap ibu yang bekerja berhak mendapatkan cuti melahirkan sampai dengan enam bulan.
Cuti melahirkan diberikan paling singkat selama tiga bulan pertama dan paling lama tiga bulan berikutnya jika terdapat kondisi khusus yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter.
Kondisi khusus tersebut meliputi:
- ibu yang mengalami masalah kesehatan, gangguan kesehatan, dan/atau komplikasi pascapersalinan atau keguguran; dan/atau
- anak yang dilahirkan mengalami masalah kesehatan, gangguan kesehatan, dan/atau komplikasi.
Ibu yang bekerja juga berhak mendapatkan kesempatan dan fasilitas yang layak untuk pelayanan kesehatan dan gizi serta melakukan laktasi selama waktu kerja.
Setiap pekerja/buruh wanita yang menggunakan hak waktu istirahat ini pun berhak mendapat upah penuh dan tidak boleh diberhentikan dari pekerjaannya.
Meskipun di Indonesia sudah ada aturan yang jelas untuk mengambil cuti melahirkan, pada kenyataannya, banyak karyawan serta pihak perusahaan yang tidak mengikuti aturan tersebut.
Ada yang baru mengambil cuti satu sampai dua minggu sebelum tanggal kelahiran, kemudian kembali bekerja ke kantor hanya dalam waktu sebulan setelah bersalin.
Fenomena ini sudah sangat marak, terutama di perusahaan-perusahaan yang tidak memberikan upah bagi karyawan yang mengambil cuti bersalin.
Hal ini juga kerap ditemui di berbagai perusahaan yang mengesampingkan kesetaraan gender. Akibatnya, keluarga dan bayi baru lahir kehilangan banyak waktu yang berharga.