Hamil dan melahirkan memang bukan merupakan suatu proses yang mudah untuk dilalui. Kemungkinan adanya masalah tidak hanya bisa datang saat hamil, tapi ibu juga dapat mengalami komplikasi atau tanda bahaya saat proses persalinan berlangsung. Apa saja komplikasi atau yang biasa disebut juga sebagai penyulit yang mungkin terjadi saat persalinan?
Berbagai komplikasi persalinan yang umum terjadi
Ketika tanda-tanda melahirkan terasa, ibu bisa segera pergi ke rumah sakit agar proses persalinan bisa segera dilakukan.
Pastikan semua persiapan persalinan dan perlengkapan melahirkan sudah siap sedia.
Risiko munculnya komplikasi bisa datang kapan saja selama proses persalinan atau melahirkan berlangsung.
Terlebih ada beberapa kondisi tertentu pada ibu yang memang rentan terhadap komplikasi, baik pada proses melahirkan normal maupun operasi caesar.
Sebagai contoh, usia kehamilan sudah lebih dari 42 minggu, usia ibu yang sudah cukup tua, ibu punya kondisi medis tertentu, dan lain sebagainya.
Bahkan, kehamilan selama 9 bulan lamanya yang berjalan dengan lancar sekali pun tetap berisiko mengalami komplikasi atau tanda bahaya saat persalinan nantinya.
Ada beragam komplikasi persalinan yang bisa terjadi pada Anda dan bayi, meliputi:
1. Komplikasi persalinan distosia
Distosia atau yang dimaksud sebagai persalinan macet (prolonged labor) adalah komplikasi melahirkan ketika total waktu melahirkan lama.
Ya, waktu yang dihabiskan mulai dari awal pembukaan lahiran leher rahim, sampai bayi keluar terbilang cukup lama dari waktu normalnya.
Menurut American Pregnancy Association, persalinan dikatakan tidak maju jika berlangsung lebih dari 20 jam untuk pengalaman melahirkan yang pertama.
Sementara jika sebelumnya Anda sudah pernah melahirkan, komplikasi persalinan tidak maju yakni ketika memakan waktu lebih dari 14 jam.
Distosia dapat ditangani dengan pemberian induksi persalinan, tindakan forceps, episiotomi (gunting vagina), maupun operasi caesar.
2. Cephalopelvic disproportion
Cephalopelvic disproportion adalah penyulit persalinan saat bayi sulit lahir melewati panggul ibu karena ukurannya yang terlalu besar.
Komplikasi persalinan cephalopelvic disproportion (CPD) bisa terjadi ketika ukuran kepala bayi yang terlalu besar atau panggul ibu yang terlalu kecil.
Ukuran panggul ibu yang kecil tidak menjadi masalah bila ukuran kepala bayi juga tidak terlalu besar.
Penanganan CPD biasanya dilakukan dengan operasi caesar karena persalinan normal sudah tidak memungkinkan.
3. Prolaps tali pusat
Selama dalam kandungan, tali pusat (tali pusar) merupakan tumpuan hidup bayi.
Tali pusat bertugas untuk mengalirkan nutrisi dan oksigen dari ibu ke tubuh bayi agar dapat tumbuh dan berkembang di dalam rahim ibu.
Terkadang selama proses melahirkan, tali pusat dapat masuk ke dalam leher rahim atau serviks terlebih dulu sebelum setelah air ketuban pecah.
Tali pusat bahkan bisa keluar lebih dulu melalui vagina dibandingkan bayi sehingga menyebabkan komplikasi saat persalinan.
Kondisi ini disebut dengan prolaps tali pusat. Komplikasi persalinan prolaps tali pusat ini tentu sangat berbahaya bagi bayi.
Ini karena aliran darah pada tali pusar bisa terhambat atau bahkan terhenti. Pastikan Anda segera mendapatkan penanganan medis sedini mungkin saat komplikasi persalinan ini terjadi.
4. Komplikasi persalinan janin terlilit tali pusar
Posisi janin di dalam kandungan tidak selalu diam dan tenang.
Kadang kala, bayi bisa bergerak dan berganti posisi sehingga membuat tubuhnya terlilit tali pusatnya sendiri.
Janin terlilit tali pusar sebenarnya bisa terlepas dengan sendirinya berkali-kali selama kehamilan.
Namun, tali pusat yang melilit bayi selama proses persalinan dapat menimbulkan komplikasi.
Ini karena aliran darah untuk bayi bisa terganggu sehingga membuat denyut jantung bayi menurun secara tiba-tiba (variable decelerations).
Penyebab janin terlilit tali pusar juga bisa karena ukuran tali pusar yang terlalu panjang, strukturnya lemah, dan tidak dilindungi lapisan jeli yang cukup.
Hamil dan melahirkan anak kembar juga kerap menjadi penyebab tali pusar melilit tubuh bayi.
Jika detak jantung bayi terus memburuk selama persalinan dan bayi menunjukkan tanda bahaya lainnya.
Melahirkan dengan operasi caesar bisa jadi jalan keluar terbaik untuk mengatasi komplikasi persalinan ini.
5. Emboli air ketuban
Emboli air ketuban adalah kondisi ketika sel-sel janin, air ketuban, dan lainnya masuk ke dalam aliran darah ibu melalui plasenta.
Komplikasi atau penyulit persalinan ini kemungkinan terjadi karena penghalang plasenta mengalami kerusakan akibat luka.
Sebenarnya, air ketuban yang masuk ke aliran darah ibu jarang mengakibatkan masalah.
Itulah mengapa emboli air ketuban termasuk tanda bahaya persalinan yang jarang sekali terjadi.
6. Komplikasi persalinan asfiksia perinatal
Asfiksia perinatal adalah kompliksi persalinan ketika bayi tidak mendapatkan cukup oksigen di dalam kandungan selama proses melahirkan berlangsung maupun setelahnya.
Asfiksia merupakan salah satu komplikasi melahirkan yang dapat berakibat fatal.
Selain karena kadar oksigen yang rendah, bayi juga bisa mengalami komplikasi persalinan berupa asfiksia perinatal karena peningkatan kadar karbon dioksia.
Dokter biasanya melakukan penanganan segera untuk kasus asfiksia perinatal dengan memberikan oksigen kepada ibu dan operasi caesar.
Setelah melahirkan, pengobatan juga akan tetap dilakukan misalnya dengan memberikan pernapasan mekanis maupun perawatan lainnya pada bayi.
7. Gawat janin (fetal distress)
Gawat janin atau fetal distress adalah kondisi saat pasokan oksigen bayi selama persalinan dan setelahnya tidak tercukupi.
Sekilas, gawat janin terlihat serupa dengan asfiksia perinatal. Hanya saja, gawat janin menandakan bahwa janin sedang berada dalam kondisi yang tidak baik di kandungan ibu.
Itu sebabnya, gawat janin dikatakan sebagai status atau kondisi janin yang mengkhawatirkan.
Selain kadar oksigen bayi yang tidak tercukupi, gawat janin juga bisa disebabkan oleh bayi berukuran kecil dan usia kehamilan sudah lebih dari 42 minggu.
Pertumbuhan janin yang terhambat atau intrauterine growth retardation (IUGR) juga turut andil sebagai penyebab gawat janin.
8. Rahim robek (ruptur uteri)
Tanda bahaya persalinan ruptur uteri atau rahim robek kemungkinan bisa terjadi bila ibu sebelumnya pernah melakukan operasi caesar.
Kondisi ini terjadi ketika bekas luka tersebut terbuka di persalinan normal berikutnya.
Di samping mengakibatkan komplikasi persalinan berupa perdarahan hebat pada ibu, bayi di dalam kandungan juga berisiko mengalami kekurangan oksigen.
Dalam kondisi ini, dokter biasanya akan menganjurkan untuk segera melakukan operasi melahirkan caesar.
Itu sebabnya, ibu yang berencana untuk melahirkan normal setelah caesar sebaiknya selalu berkonsultasi dengan dokter terlebih dahulu.
Dokter dapat melakukan serangkaian pemeriksaan dan kemudian menentukan keputusan terbaik setelah melihat kondisi ibu dan bayi.
9. Sindrom aspirasi mekonium
Sindrom aspirasi mekonium adalah masalah yang terjadi saat bayi minum air ketuban yang bercampur mekonium sebelum, saat, atau setelah kelahiran.
Mekonium atau feses pertama bayi yang bercampur bersama air ketuban ini dapat membuat bayi keracunan bila terminum terlalu banyak.
Normalnya, bayi memang minum air ketuban selama berada di dalam kandungan. Namun, air ketuban tersebut bebas dari mekonium sehingga tidak dapat dikatakan keracunan.
Bayi yang mengalami stres sebelum, saat, dan setelah proses kelahiran bisa menjadi penyebab terjadinya aspirasi mekonium.
10. Perdarahan postpartum
Setelah bayi berhasil dilahirkan, ibu bisa mengalami perdarahan postpartum.
Perdarahan postpartum merupakan salah satu komplikasi persalinan yang terjadi setelah plasenta dikeluarkan, entah dalam melahirkan normal atau caesar.
Kontraksi uterus atau rahim yang lemah tersebut tidak mampu memberikan tekanan yang cukup pada pembuluh darah, khususnya tempat di mana plasenta menempel pada rahim.
Perdarahan postpartum juga bisa disebabkan oleh adanya bagian plasenta yang masih tersisa dalam rahim dan infeksi pada dinding rahim.
Kesemua hal ini dapat mengakibatkan pembuluh darah terbuka sehingga dinding rahim terus mengeluarkan darah.
Perdarahan saat melahirkan yang terlalu banyak berisiko mengancam nyawa ibu, melansir dari National Institute of Health.
Penanganan segera dari dokter dan tim medis dapat membantu memperbaiki kondisi kesehatan ibu sekaligus mencegahnya bertambahnya parah.
Namun, perdarahan postpartum tidak sama dengan lokia atau perdarahan masa nifas.
Berbeda dengan perdarahan postpartum yang merupakan tanda bahaya persalinan dalam tubuh ibu, perdarahan lokia justru normal terjadi setelah melahirkan.
11. Komplikasi persalinan bayi sungsang (breech birth)
Sesuai dengan namanya, bayi sungsang terjadi saat bayi di dalam kandungan tidak berada pada posisi yang seharusnya menjelang kelahiran.
Posisi kepala bayi selama kehamilan biasanya berada di atas dan kaki di bawah.
Seiring berjalannya waktu, posisi bayi akan memutar dengan kaki di atas dan kepala di bawah dekat dengan jalan lahir.
Perubahan posisi ini umumnya terjadi mendekati persalinan.
Sayangnya, dalam beberapa kasus, bayi dapat mengalami posisi sungsang alias tidak berada pada posisi yang seharusnya menjelang hari kelahiran.
Sebaliknya, posisi bayi sungsang membuat kaki atau bokong bayi yang nantinya keluar lebih dulu disusul dengan kepalanya.
Posisi ini tentu dapat menyebabkan komplikasi persalinan yang berisiko bagi bayi, khususnya bila ibu berencana melahirkan normal.
12. Retensio plasenta
Retensio plasenta adalah kondisi ketika plasenta tidak kunjung keluar dari rahim setelah persalinan dalam kurun waktu lebih dari 30 menit.
Padahal, plasenta seharusnya keluar dari rahim karena tubuh ibu masih berkontraksi pascamelahirkan.
Penanganan retensio plasenta biasanya dilakukan dengan pemberian suntikan untuk merangsang rahim berkontraksi.
Bila dirasa tidak menunjukkan perubahan, dokter mungkin akan menempuh prosedur operasi dengan pemberian epidural atau anestesi.
13. Plasenta akreta
Plasenta akreta merupakan salah satu penyebab terjadinya retensio plasenta.
Komplikasi persalinan ini terjadi saat perlekatan plasenta terlalu kuat pada dinding rahim sehingga membuatnya susah lepas setelah melahirkan.
Bahkan, plasenta dapat tumbuh ke dalam dinding rahim sehingga semakin sulit lepas dan keluar dari tubuh ibu.
Bila tidak segera dikeluarkan, plasenta yang susah lepas ini berisiko membuat ibu mengalami perdarahan hebat.
14. Komplikasi persalinan atonia uteri
Rahim atau uterus seharusnya masih berkontraksi setelah melahirkan guna mengeluarkan plasenta sekaligus menekan pembuluh darah.
Namun, ibu bisa mengalami komplikasi persalinan atonia uteri sehingga terjadi perdarahan yang sangat banyak (perdarahan postpartum).
Dokter biasanya mengobati atonia uteri dengan operasi hingga histerektomi untuk kasus yang tergolong berat.
15. Infeksi postpartum
Komplikasi persalinan lain yang bisa dialami ibu usai melahirkan yakni infeksi postpartum.
Infeksi postpartum disebabkan oleh hadirnya bakteri, entah itu pada sayatan bekas operasi, rahim, kandung kemih, dan lainnya.
Infeksi postpartum bisa meliputi mastitis payudara, endometritis, infeksi saluran kemih (ISK), dan infeksi pada bekasi sayatan operasi.
Pengobatan untuk komplikasi persalinan, baik saat melahirkan normal maupun operasi caesar, berupa infeksi postpartum akan disesuaikan kembali dengan penyebabnya.
16. Meninggal saat atau setelah melahirkan
Kematian ibu saat maupun setelah melahirkan termasuk komplikasi persalinan yang berakibat fatal.
Penyebab ibu meninggal saat melahirkan maupun setelahnya yakni karena adanya komplikasi atau masalah selama persalinan.
Di sisi lain, kurang meratanya persediaan fasilitas kesehatan dan sulitnya akses menuju fasilitas kesehatan kerap membuat masalah yang dialami ibu tidak dapat ditolong dengan cepat.
Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab angka kematian ibu hamil dan melahirkan meningkat.
Adakah cara untuk mencegah komplikasi persalinan?
Hal utama yang bisa ibu upayakan untuk mencegah komplikasi persalinan yakni dengan melakukan pemeriksaan kesehatan sedini mungkin.
Sebelum atau saat sedang merencanakan kehamilan, usahakan untuk mendapatkan pemeriksaan prenatal guna mengetahui kondisi kesehatan tubuh ibu.
Hindari juga merokok di masa kehamilan untuk mencegah terjadi masalah atau komplikasi pada Anda dan bayi nantinya.
Tak lupa, rutin melakukan pemeriksaan kehamilan untuk mendeteksi bila ada masalah pada kehamilan yang mungkin perlu segera ditangani.
[embed-health-tool-due-date]