Selama proses persalinan, bayi membutuhkan oksigen yang mencukupi agar organnya tetap berfungsi dengan baik. Jika tidak, si Kecil mungkin saja mengalami komplikasi persalinan yang disebut asfiksia neonatorum. Simak gejala, penyebab, hingga penanganannya dalam uraian berikut ini.
Apa itu asfiksia neonatorum?
Asfiksia neonatorum adalah gangguan pernapasan yang terjadi ketika kadar oksigen di dalam tubuh bayi terlalu rendah. Kondisi ini bisa terjadi sebelum, selama, atau setelah bayi dilahirkan.
Asfiksia neonatorum bisa berakibat fatal. Pasalnya, kekurangan oksigen bisa membuat sel-sel otak dan tubuh bayi tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
Kondisi yang juga disebut asfiksia perinatal ini juga bisa menyebabkan penumpukan produk sisa metabolisme dalam sel sehingga meningkatkan risiko kerusakan otak.
Bayi yang terlahir dengan asphyxia bahkan dinilai memiliki risiko lebih besar mengalami gangguan intelektual, gangguan perkembangan fisik, hingga cerebral palsy di kemudian hari.
[embed-health-tool-due-date]
Gejala asfiksia neonatorum

Gejala asfiksia pada setiap bayi baru lahir bisa berbeda-beda. Beberapa bayi mungkin langsung menunjukkan gejalanya setelah dilahirkan, tetapi ada pula yang tidak langsung terdeteksi.
Secara umum, bayi yang mengalami asfiksia akan memiliki saturasi oksigen yang rendah, yakni di bawah 90 persen.
Menurut laman UCSF Benioff Children’s Hospital, asfiksia yang terjadi sebelum bayi dilahirkan mungkin menunjukkan gejala tertentu.
Gejala tersebut bisa berupa irama atau denyut jantung bayi yang tidak normal dan peningkatan kadar asam sebagai zat sisa metabolisme di dalam aliran darah bayi.
Sementara itu, asfiksia yang terjadi selama proses persalinan dan setelah bayi dilahirkan ditandai dengan kondisi berikut.
- Kulit bayi tampak pucat atau berwarna agak kebiruan.
- Bayi susah bernapas.
- Detak jantung melambat.
- Otot bayi melemah.
- Bayi terlihat lemas.
- Terdapat mekonium (feses pertama bayi) pada cairan ketuban, kulit, kuku, atau tali pusar bayi.
Saturasi oksigen yang rendah mungkin juga membuat bayi mudah marah dan susah makan. Pada kondisi yang lebih parah, birth asphyxia bisa menyebabkan kejang-kejang.
Tingkat keparahan gejala asphyxia bergantung pada seberapa lama bayi kekurangan oksigen. Semakin lama bayi kekurangan oksigen, semakin intens pula gejala yang dialaminya.
Apa penyebab asfiksia pada bayi baru lahir?
Berikut adalah berbagai kondisi yang bisa meningkatkan risiko si Kecil mengalami asfiksia neonatorum.
- Tekanan darah ibu hamil terlalu tinggi atau rendah selama persalinan.
- Persediaan oksigen dalam darah ibu tidak tercukupi sebelum maupun selama persalinan.
- Terdapat gangguan pada saluran pernapasan bayi.
- Bayi mengalami anemia sehingga sel-sel darah dalam tubuhnya tidak mendapatkan cukup oksigen.
- Infeksi selama kehamilan maupun selama persalinan.
- Proses persalinan yang sulit atau memakan waktu lama.
- Gangguan plasenta, seperti plasenta yang terlepas dari rahim sebelum bayi dilahirkan (abruptio plasenta).
- Prolaps tali pusat atau kondisi saat tali pusat keluar terlebih dahulu sebelum bayi.
- Sindrom aspirasi mekonium, yaitu terhirupnya feses pertama bayi sebelum, selama, atau setelah persalinan.
- Kelahiran prematur, sebab paru-paru pada janin berusia 37 minggu mungkin belum matang sepenuhnya.
Pada dasarnya, asphyxia neonatorum bisa terjadi dalam dua cara. Pertama, kurangnya oksigen menyebabkan gangguan secara langsung yang terjadi selama beberapa menit setelah persalinan.
Kedua, gangguan mungkin muncul saat sel-sel yang sebenarnya sudah tidak kekurangan oksigen justru melepaskan racun hasil penumpukan zat sisa metabolisme.
Cara mendiagnosis asfiksia
Dokter akan melakukan pemeriksaan pada bayi baru lahir menggunakan skor Apgar. Aspek-aspek yang dinilai adalah:
- warna kulit,
- detak jantung,
- aktivitas otot,
- refleks tubuh, dan
- kemampuan bayi untuk bernapas.
Skala skor Apgar adalah 1–10. Bayi akan didiagnosis dengan asfiksia neonatorum jika memiliki skor Apgar kurang dari tujuh.
Selain menilai dengan skor Apgar, dokter mungkin melakukan beberapa pemeriksaan tambahan, seperti:
- tes darah,
- tes urine,
- pemeriksaan tinja,
- pemeriksaan pada cairan di sekitar otak dan tulang belakang,
- ultrasonografi (USG),
- ekokardiogram (EKG),
- electroencephalogram (EEG),
- CT scan, dan
- MRI.
Dokter mungkin juga melakukan pemeriksaan laboratorium untuk mendeteksi kemungkinan hasil asidosis (kadar asam tinggi) pada darah tali pusat.
Bagaimana penanganan asfiksia neonatorum?

Penanganan asfiksia pada bayi baru lahir akan disesuaikan dengan tingkat keparahannya. Jika terjadi sebelum persalinan, dokter akan memberikan tambahan oksigen pada ibu hamil.
Pada situasi seperti ini, dokter biasanya segera mengusulkan persalinan darurat melalui operasi caesar.
Setelah bayi lahir, dokter akan memasang alat bantu pernapasan berupa kanul oksigen atau CPAP (continuous positive airway pressure) pada bayi.
Alat-alat tersebut akan membuat paru-paru tetap terbuka sehingga bayi bisa mendapatkan oksigen dengan lebih mudah.
Jika asfiksia disebabkan oleh sindrom aspirasi mekonium, dokter akan mengeluarkan mekonium menggunakan alat sedot atau suction.
Dokter mungkin menempatkan bayi di dalam ventilator jika CPAP tidak kunjung mengurangi gejala asfiksia. Bayi biasanya juga ditempatkan di ICU agar pemantauan lebih mudah dilakukan.
Pada bayi cukup umur (bukan prematur) yang memiliki risiko cedera otak karena kekurangan oksigen, dokter bisa melakukan terapi hipotermia.
Selain itu, dokter mungkin memberikan obat-obatan tertentu untuk mengendalikan gejala yang menyertai.
Apakah asfiksia bisa disembuhkan?
Selama bayi mendapatkan perawatan yang memadai, asfiksia neonatorum dalam taraf ringan atau sedang akan pulih sepenuhnya.
Namun, asfiksia yang berlangsung terlalu lama atau parah mungkin menyebabkan cedera permanen, seperti gangguan fungsi otak, jantung, paru-paru, atau organ tubuh lainnya.
Pada kasus yang cukup parah, kerusakan organ akibat asfiksia bahkan bisa berakibat fatal.
Sampai saat ini, tidak ada cara khusus untuk mencegah asphyxia. Karena itulah, penting untuk melakukan pemeriksaan kehamilan secara berkala.
Melalui pemeriksaan kehamilan, dokter bisa mendeteksi berbagai kelainan pada janin sehingga dapat memberikan perawatan sedini mungkin.
Kesimpulan
- Asfiksia neonatorum adalah gangguan sistem pernapasan yang terjadi ketika kadar oksigen di dalam tubuh bayi terlalu rendah. Kondisi ini bisa terjadi sebelum, selama, atau setelah bayi dilahirkan.
- Bayi yang terlahir dengan kondisi ini umumnya memiliki kulit yang lebih pucat, kesulitan untuk bernapas, dan terdapat mekonium di dalam cairan ketuban, kulit, atau tali pusarnya.
- Risiko asfiksia bisa meningkat jika ibu hamil memiliki tekanan darah yang terlalu tinggi atau rendah, mengalami infeksi selama persalinan, atau mengalami gangguan plasenta.
- Perawatan pertama asfiksia akan dilakukan dengan pemberian alat bantu pernapasan, seperti CPAP dan ventilator. Dokter juga bisa melakukan terapi hipotermia jika terdapat risiko kerusakan otak.