Komplikasi tidak hanya bisa terjadi selama kehamilan, tetapi juga saat dan setelah persalinan. Beberapa komplikasi bahkan dapat membahayakan keselamatan ibu dan buah hatinya jika tidak ditangani dengan tepat. Inilah berbagai komplikasi persalinan yang perlu Anda ketahui.
Berbagai komplikasi persalinan yang umum terjadi
Komplikasi persalinan dapat datang kapan saja selama proses melahirkan. Tak ayal, kondisi ini bisa menimbulkan kecemasan tersendiri pada beberapa wanita.
Memahami komplikasi yang umum terjadi seperti berikut ini bisa membantu Anda dan keluarga melakukan persiapan persalinan dengan lebih baik.
1. Distosia
Distosia atau persalinan macet (prolonged labor) terjadi ketika waktu yang dihabiskan dari awal pembukaan lahiran sampai bayi keluar lebih lama dari waktu normal.
Menurut American Pregnancy Association, persalinan dikatakan tidak maju apabila berlangsung lebih dari 20 jam pada ibu yang melahirkan untuk pertama kali.
Sementara bila Anda pernah melahirkan sebelumnya, distosia terjadi saat persalinan memakan waktu lebih dari 14 jam.
Komplikasi persalinan ini bisa ditangani dengan pemberian induksi persalinan, tindakan forceps, episiotomi (gunting vagina), maupun operasi caesar.
2. Cephalopelvic disproportion
Cephalopelvic disproportion (CPD) adalah penyulit persalinan saat bayi yang hendak lahir sulit melewati panggul ibu karena ukurannya yang terlalu besar.
Komplikasi persalinan ini bisa terjadi ketika ukuran kepala bayi yang terlalu besar atau ukuran panggul ibu yang terlalu kecil.
Penanganan CPD umumnya dilakukan lewat operasi caesar. Hal ini karena proses melahirkan normal sudah tidak lagi memungkinkan.
3. Prolaps tali pusat
Selama proses melahirkan, tali pusat terkadang bisa masuk ke dalam leher rahim atau serviks terlebih dahulu setelah air ketuban pecah.
Tali pusat bahkan bisa keluar terlebih dahulu lewat vagina dibandingkan dengan bayi sehingga menyebabkan komplikasi persalinan yang disebut prolaps tali pusat.
Komplikasi ini sangatlah berbahaya bagi bayi karena aliran darah pada tali pusat dapat terhambat atau terhenti.
Oleh karena itu, ibu yang hendak bersalin harus segera mendapat penanganan medis saat komplikasi ini terjadi.
4. Janin terlilit tali pusat
Posisi janin di dalam kandungan tidak selalu diam dan tenang. Adakalanya janin bergerak dan berganti posisi sehingga membuat tubuhnya terlilit tali pusatnya sendiri.
Lilitan tali pusat ini sebenarnya dapat terlepas sendiri selama kehamilan. Namun, janin yang terlilit tali pusat selama proses persalinan bisa mengalami komplikasi.
Lilitan tali pusat dapat mengganggu aliran darah menuju tubuh bayi sehingga denyut jantung bayi menurun secara tiba-tiba (variable decelerations).
Jika detak jantung bayi terus memburuk selama persalinan, dokter akan menyarankan ibu untuk melahirkan dengan operasi caesar.
5. Emboli air ketuban
Emboli air ketuban adalah kondisi ketika sel-sel janin, air ketuban, dan lainnya masuk ke dalam aliran darah tubuh ibu melalui plasenta.
Kondisi penyulit persalinan ini dapat terjadi karena penghalang plasenta mengalami kerusakan akibat luka atau tekanan selama proses persalinan.
Air ketuban yang masuk ke aliran darah ibu sebenarnya jarang mengakibatkan masalah. Itulah sebabnya, emboli air ketuban termasuk tanda bahaya persalinan yang jarang sekali terjadi.
6. Asfiksia perinatal
Asfiksia perinatal adalah komplikasi persalinan ketika bayi tidak mendapatkan cukup oksigen di dalam kandungan selama proses melahirkan maupun setelahnya.
Komplikasi melahirkan ini bisa berakibat fatal. Pasalnya, asfiksia perinatal bisa membuat sel-sel otak atau tubuh bayi tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
Dokter melakukan penanganan segera untuk komplikasi ini dengan memberikan oksigen pada ibu melahirkan dengan prosedur operasi caesar.
Pengobatan juga tetap dilakukan setelah melahirkan dengan metode memberikan pernapasan mekanis dan perawatan lainnya pada bayi.
7. Gawat janin
Gawat janin atau fetal distress adalah kondisi saat pasokan oksigen bayi selama persalinan dan setelahnya tidak tercukupi.
Kondisi ini tampak serupa dengan asfiksia perinatal. Hanya saja, gawat janin menandakan janin sedang berada dalam kondisi yang tidak baik di dalam kandungan.
Oleh karena itu, gawat janin dikatakan sebagai status atau kondisi janin yang mengkhawatirkan.
Gawat janin bisa disebabkan oleh bayi berukuran kecil, pertumbuhan janin terhambat, atau usia kehamilan sudah lebih dari 42 minggu.
8. Rahim robek
Komplikasi rahim robek atau ruptur uteri kemungkinan bisa terjadi saat Anda pernah melakukan operasi caesar sebelumnya.
Di samping menimbulkan perdarahan hebat pada ibu melahirkan, bayi di dalam kandungan juga berisiko mengalami kekurangan oksigen.
Dalam kondisi ini, dokter biasanya akan menganjurkan untuk segera melakukan operasi caesar.
Oleh sebab itu, Anda yang berencana untuk melahirkan normal setelah caesar sebaiknya selalu berkonsultasi dengan dokter kandungan terlebih dahulu.
Dokter akan melakukan serangkaian pemeriksaan untuk menentukan keputusan terbaik setelah melihat kondisi ibu hamil dan bayi.
9. Sindrom aspirasi mekonium
Sindrom aspirasi mekonium adalah masalah yang terjadi ketika bayi meminum air ketuban yang bercampur mekonium sebelum, saat, atau setelah kelahiran.
Mekonium atau feses pertama bayi yang bercampur bersama air ketuban ini berisiko membuat bayi keracunan, apalagi jika terminum dalam jumlah terlalu banyak.
Normalnya, bayi memang minum air ketuban selama berada di dalam kandungan. Namun, air ketuban tersebut bebas dari mekonium sehingga tidak dapat dikatakan keracunan.
Bayi yang mengalami stres sebelum, saat, dan setelah proses kelahiran ini bisa menyebabkan terjadinya sindrom aspirasi mekonium.
10. Perdarahan postpartum
Perdarahan postpartum adalah komplikasi persalinan yang terjadi setelah plasenta dikeluarkan, entah dalam melahirkan normal atau caesar.
Menurut National Institute of Child Health and Human Development, komplikasi ini terjadi ketika ada robekan pada rahim setelah melahirkan atau rahim tidak bisa mengeluarkan plasenta.
Jika tidak ditangani, perdarahan postpartum yang hebat sangat berisiko mengancam nyawa ibu.
Penanganan segera dari dokter dan tim medis akan membantu memperbaiki kondisi kesehatan ibu sekaligus mencegah komplikasi persalinan ini bertambah parah.
11. Bayi sungsang
Bayi sungsang terjadi saat bayi di dalam kandungan tidak berada pada posisi yang seharusnya menjelang kelahiran.
Posisi bayi yang ideal untuk melahirkan normal adalah dengan kaki di atas dan kepala di bawah dekat dengan jalan lahir.
Sayangnya pada beberapa kasus, posisi kaki atau bokong bayi akan berada di bawah sehingga yang nantinya keluar terlebih dahulu disusul dengan kepalanya.
Posisi ini tentu dapat menyebabkan komplikasi persalinan yang berisiko untuk bayi, khususnya bila Anda berencana untuk melahirkan normal.
12. Retensio plasenta
Retensio plasenta adalah suatu kondisi ketika plasenta tidak kunjung keluar dari rahim setelah persalinan dalam kurun waktu lebih dari 30 menit.
Padahal, plasenta seharusnya keluar karena tubuh ibu masih berkontraksi setelah melahirkan.
Penanganan retensio plasenta umumnya dilakukan dengan pemberian suntikan yang mampu merangsang kontraksi rahim.
Jika tidak ada perubahan, dokter mungkin akan menempuh prosedur operasi dengan pemberian anestesi epidural.
13. Plasenta akreta
Plasenta akreta adalah salah satu penyebab retensio plasenta. Komplikasi persalinan ini terjadi saat perlekatan plasenta terlalu kuat.
Hal inilah yang menyebabkan plasenta susah lepas dari dinding rahim setelah persalinan.
Bahkan, kelainan plasenta ini dapat membuat plasenta tumbuh ke dalam dinding rahim sehingga makin sulit lepas dan keluar dari tubuh Anda.
Jika tidak segera dikeluarkan, plasenta yang susah lepas ini berisiko membuat Anda mengalami perdarahan hebat.
14. Atonia uteri
Rahim atau uterus seharusnya masih berkontraksi setelah melahirkan. Kontraksi ini akan mengeluarkan plasenta sekaligus menekan pembuluh darah di dalam rahim.
Namun, ibu bersalin bisa mengalami komplikasi persalinan yang disebut atonia uteri sehingga terjadi perdarahan yang sangat banyak.
Komplikasi ini memerlukan penanganan medis segera karena dapat membuat tubuh ibu kehilangan banyak darah.
Dokter biasanya akan memberikan obat untuk merangsang kontraksi. Dalam kasus yang berat, dokter akan melakukan tindakan operasi atau bahkan pengangkatan rahim.
15. Infeksi postpartum
Komplikasi persalinan lainnya yang bisa Anda alami usai melahirkan yakni infeksi postpartum.
Infeksi postpartum ini disebabkan oleh hadirnya bakteri, entah itu pada sayatan bekas operasi, rahim, kandung kemih, atau bagian tubuh lainnya.
Beberapa infeksi pascamelahirkan yang umum terjadi termasuk mastitis, endometritis, infeksi saluran kemih (ISK), dan infeksi pada bekas sayatan operasi.
Gejala infeksi bisa bervariasi, seperti demam, kemerahan, atau bengkak pada area yang terinfeksi. Penanganan yang tepat sangat penting untuk mencegah komplikasi yang lebih serius.
16. Meninggal saat atau setelah melahirkan
Penyebab umum ibu meninggal saat melahirkan ataupun setelahnya adalah komplikasi atau masalah selama persalinan.
Fasilitas kesehatan dan akses kesehatan yang kurang merata juga menjadi alasan di balik meningkatnya angka kematian ibu.
Adakah cara untuk mencegah komplikasi persalinan?
Langkah utama yang bisa Anda upayakan untuk mencegah komplikasi persalinan yakni dengan melakukan pemeriksaan kesehatan sedini mungkin.
Ikutilah pemeriksaan prenatal sebelum dan selama kehamilan untuk mengetahui kondisi kesehatan Anda dan janin di dalam kandungan.
Hindari juga kebiasaan hidup yang tidak sehat, seperti merokok atau minum alkohol saat hamil, untuk mencegah komplikasi selama persalinan nantinya.
Jika terdapat potensi komplikasi yang membahayakan, konsultasikan dengan dokter kandungan untuk menentukan pencegahan dan penanganan yang tepat.
Kesimpulan
- Komplikasi persalinan terjadi selama atau setelah proses melahirkan bisa menimbulkan bahaya untuk ibu dan bayi.
- Beberapa komplikasi melahirkan yang umum terjadi yakni distosia, prolaps tali pusat, bayi sungsang, perdarahan postpartum, hingga meninggal dunia.
- Pemeriksaan kesehatan secara rutin serta gaya hidup sehat selama masa kehamilan penting untuk mengurangi risiko komplikasi.
[embed-health-tool-due-date]