Oleh karena itu, sejak awal kami mengetahui risiko sulitnya hamil spontan yang akan kami hadapi.
Di tahun-tahun pertama pernikahan, sulit bagi kami untuk memulai program hamil. Alhasil, kami sepakat menundanya suami menyelesaikan program studi spesialisnya.
Meski menunda program kehamilan, tak serta merta membuat kami menggunakan kontrasepsi. Kami masih berharap timbul keajaiban bahwa saya bisa hamil secara alami.
Selama 3 tahun menunggu, saya tak terlalu cemas. Apalagi kami percaya bahwa kemampuan ahli dan teknologi di bidang fertilitas di Indonesia sudah cukup canggih dan bisa diandalkan, sisanya kami serahkan pada rencana tuhan.
Memulai program hamil inseminasi hingga bayi tabung
Hari yang dinantikan akhirnya datang juga. Suami saya lancar menyelesaikan pendidikan spesialisnya, kami pun berniat untuk segera memulai program hamil.
Meski di tengah situasi pandemi, kami sepakat untuk tetap memulai program hamil karena mempertimbangkan faktor usia.
Semakin bertambah usia, khususnya perempuan di atas 35 tahun, maka sel telur semakin berkurang. Jika kami menundanya kembali, kami khawatir akan semakin bertambah masalah dan semakin berat program hamil dijalani.
Kami berdua memutuskan datang bersama ke dokter obgyn. Suami saya kemudian menjalani pemeriksaan sperma, sementara saya melakukan cek USG transvaginal dan pemeriksaan HSG (histerosalpingografi) untuk melihat struktur rahim.
Masalah yang ditemukan masih sama dan sesuai dengan perkiraan kami, suami saya mengalami terato asthenozoospermia.
Tanya Dokter
Punya pertanyaan kesehatan?
Silakan login atau daftar untuk bertanya pada para dokter/pakar kami mengenai masalah Anda.
Ayo daftar atau Masuk untuk ikut berkomentar