Apakah Anda sering mengalami sakit perut saat hamil? Jika ya, sebaiknya Anda berhati-hati. Pasalnya, kondisi ini bisa jadi pertanda radang usus buntu. Memangnya, apakah usus buntu bisa terjadi saat hamil? Bagaimana cara mengatasinya?
Bisakah ibu hamil terkena usus buntu?
Penyakit radang usus buntu atau apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada bagian usus buntu. Usus buntu itu sendiri adalah bagian dari usus besar yang terletak di perut bagian kanan bawah.
Itu sebabnya, apabila seseorang mengeluhkan rasa sakit di perut bagian kanan bawah, ini merupakan kecurigaan utama terhadap penyakit usus buntu.
Penyakit radang usus buntu bisa terjadi pada siapa pun dan kapan pun, termasuk saat kehamilan. Meski demikian, usus buntu selama masa kehamilan relatif jarang terjadi.
Melansir Mayo Clinic, sebagian besar penelitian menunjukkan, kasus radang usus buntu hanya terjadi pada sekitar 0,1% wanita hamil.
Biasanya, kondisi ini paling sering terjadi saat trimester kedua kehamilan.
Apa saja gejala radang usus buntu pada ibu hamil?
Umumnya, gejala usus buntu saat hamil sama dengan yang terjadi pada orang biasa.
Pada awal kehamilan, Anda bisa mengalami sakit pada perut di sekitar pusar yang menjalar ke bagian kanan bawah.
Gejala ini sering disertai dengan mual dan muntah saat hamil, demam, dan hilangnya nafsu makan.
Semakin bertambahnya usia kehamilan, rasa sakit bisa terasa pada perut bagian kanan atas. Pada kondisi ini, dokter mungkin lebih sulit mendiagnosis usus buntu karena kerap mirip dengan penyakit lainnya.
Tak hanya itu, kontraksi pada kehamilan juga sering mempersulit diagnosis usus buntu.
Namun, adanya gejala penyerta, seperti mual dan muntah yang terus menerus, bisa menjadi pertimbangan bagi dokter untuk mendiagnosis radang usus buntu saat hamil.
Adapun untuk memastikan diagnosis, ibu hamil mungkin perlu menjalani tes pemeriksan, seperti USG.
USG biasanya perlu ibu hamil jalani bila dokter mencurigai adanya penyakit usus buntu pada trimester pertama atau kedua.
Sementara pada trimester ketiga kehamilan atau ketika diagnosis usus buntu lebih sulit dilakukan, dokter mungkin menyarankan ibu hamil untuk menjalani MRI untuk memastikan penyakit ini.
Apa dampak usus buntu saat hamil pada bayi di kandungan?
Jika Anda merasakan gejala terkait usus buntu, sebaiknya segera memeriksakan diri ke dokter.
Sebab, usus buntu yang dibiarkan tanpa pengobatan dapat menyebabkan risiko kelahiran prematur hingga kematian janin.
Umumnya, komplikasi kehamilan ini terjadi bila usus buntu yang ibu hamil alami telah merusak dinding usus.
Kerusakan pada dinding usus bisa menyebabkan usus berlubang sehingga isi dalam usus, termasuk feses, keluar ke rongga perut.
Adapun kondisi ini dapat menyebabkan infeksi ke seluruh rongga perut (peritonitis).
Pada kehamilan, infeksi pada rongga perut bisa membahayakan kesehatan ibu hamil dan janin dalam kandungan hingga menimbulkan kematian.
Melansir Mayo Clinic, kasus kematian janin meningkat hingga tiga kali lipat jika terjadi kerusakan pada dinding usus.
Sebanyak 35-40% janin tercatat meninggal karena kerusakan pada dinding usus ini.
Namun, kematian pada ibu hamil akibat penyakit ini jarang terjadi. Meski demikian, ibu tetap perlu mewaspadai radang usus buntu karena dampak buruknya pada janin Anda.
Bagaimana cara mengatasi usus buntu saat hamil?
Pada pasien usus buntu yang tidak hamil, pengobatan tanpa operasi mungkin saja dokter lakukan, seperti pemberian obat antibiotik.
Biasanya, pengobatan ini dokter pilih bila pasien tidak merasakan gejala yang parah.
Namun, pada ibu hamil, belum ada bukti yang kuat mengenai kemanjuran pengobatan tanpa operasi, termasuk antibiotik.
Oleh karena itu, operasi untuk mengangkat usus buntu yang bermasalah (apendektomi) merupakan pilihan yang utama.
Umumnya, apendektomi dengan laparoskopi, yaitu menggunakan sayatan kecil, sering menjadi pilihan untuk mengobati usus buntu saat kehamilan.
Biasanya, teknik operasi ini akan dokter lakukan pada trimester pertama dan kedua kehamilan. Adapun pada trimester ketiga, operasi dengan sayatan yang lebih besar mungkin akan dokter lakukan.
Meski demikian, pemberian obat antibiotik selama kehamilan mungkin saja dokter berikan. Tentunya, pemilihan prosedur pengobatan ini tetap mempertimbangkan kondisi masing-masing pasien.