Air ketuban adalah cairan yang mengelilingi dan melindungi janin di dalam rahim. Salah satu gangguan yang dapat terjadi pada cairan ketuban ialah korioamnionitis, atau infeksi pada cairan ketuban.
Mengingat ketuban memiliki peran penting selama kehamilan, infeksi pada cairan ini tentu dapat berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan janin.
Inilah berbagai hal yang perlu Anda ketahui seputar infeksi cairan ketuban dan penanganannya.
Apa yang dimaksud dengan korioamnionitis?
Mengutip dari laman Stanford Medicine Children’s Health, korioamnionitis adalah gangguan pada cairan ketuban yang disebabkan oleh infeksi bakteri.
Istilah korioamnionitis diambil dari gabungan kata selaput cairan ketuban (korioamnion) dan peradangan (itis).
Masalah ketuban ini bisa menyerang lapisan chorion (membran luar), amnion (kantung cairan), hingga cairan ketuban yang mengelilingi janin.
Infeksi bakteri penyebab korioamnionitis bisa dimulai dari daerah vagina, anus, atau dubur yang kemudian naik sampai ke rahim ibu hamil.
Tanda dan gejala korioamnionitis
Korioamnionitis tidak selalu menunjukkan gejala, tetapi beberapa ibu hamil dengan kondisi ini bisa menunjukkan tanda-tanda seperti berikut.
- Demam.
- Peningkatan detak jantung (takikardia).
- Sakit perut.
- Mudah berkeringat.
- Rahim menjadi lebih lunak jika disentuh.
- Keputihan dengan warna yang tidak biasa dan berbau tidak sedap.
Bila Anda mengalami salah satu atau beberapa gejala di atas, segera kunjungi dokter kandungan Anda untuk memastikan penyebabnya.
Penyebab korioamnionitis
Penumpukan bakteri pada vagina merupakan penyebab utama dari korioamnionitis. Bakteri ini dapat berpindah ke dalam rahim sehingga menyebabkan infeksi pada ketuban.
E. coli dan kelompok bakteri streptococcus B merupakan jenis bakteri yang paling sering menyebabkan korioamnionitis.
Bakteri-bakteri tersebut bisa masuk ke dalam cairan ketuban selama masa kehamilan maupun saat proses melahirkan.
Siapa yang paling berisiko mengalami chorioamnionitis?
Setiap ibu hamil bisa mengalami infeksi bakteri pada air ketuban, tetapi beberapa kondisi berikut bisa meningkatkan risikonya.
- Kelahiran prematur.
- Ibu hamil merokok.
- Hamil di bawah usia 21 tahun.
- Hamil untuk pertama kalinya.
- Mengonsumsi minuman beralkohol.
- Hamil dengan infeksi menular seksual.
- Proses kelahiran berlangsung terlalu lama.
- Ketuban pecah dini, lebih dari 24 jam sebelum melahirkan.
- Sering melakukan pemeriksaan vagina saat persalinan karena ketuban yang pecah.
Riwayat korioamnionitis pada kehamilan sebelumnya juga membuat ibu hamil lebih berisiko mengalami kondisi serupa pada kehamilan berikutnya.
Komplikasi akibat korioamnionitis
Korioamnionitis bisa membahayakan ibu maupun janin jika tidak segera ditangani. Berikut ini adalah berbagai komplikasi kehamilan yang bisa dialami ibu hamil dengan chorioamnionitis.
- Bakteremia atau keberadaan bakteri di dalam aliran darah.
- Endometritis atau infeksi pada endometrium (lapisan rahim).
- Perdarahan berat saat persalinan.
- Pembekuan darah di daerah panggul dan paru-paru.
- Operasi caesar.
Bayi yang dilahirkan dari ibu hamil dengan chorioamnionitis juga bisa mengalami berbagai komplikasi seperti berikut.
- Terlahir prematur.
- Sepsis (respons kekebalan tubuh yang tidak terkendali akibat infeksi).
- Meningitis atau infeksi selaput otak dan sumsum tulang belakang.
- Pneumonia atau infeksi paru-paru.
- Kerusakan sel otak.
- Kejang.
- Cerebral palsy.
Diagnosis korioamnionitis
Dikutip dari situs Cleveland Clinic, korioamnionitis bisa didiagnosis dengan beberapa cara berikut.
- Pemantauan gejala secara berkala.
- Pemeriksaan USG.
- Tes darah dan urine untuk memeriksa jenis infeksi atau jumlah sel darah putih.
- Pengambilan cairan ketuban, salah satunya melalui tes amniosentesis.
Pengobatan korioamnionitis
Perawatan untuk infeksi cairan ketuban bisa berbeda-beda, tergantung pada gejala, usia, kesehatan ibu hamil, dan seberapa parah kondisinya.
Untuk mencegah infeksi semakin menyebar, dokter biasanya memberikan antibiotik, seperti ampicillin, penicillin, atau metronidazole melalui infus.
Dokter mungkin juga memberikan obat-obatan lain sesuai gejala yang menyertainya.
Namun, apabila chorioamnionitis sudah menyebabkan ketuban pecah dini, dokter bisa menyarankan persalinan lebih cepat.
Cara ini dilakukan untuk mengurangi risiko pada janin. Setelah bayi lahir, dokter juga akan memberikan antibiotik untuk bayi tersebut.
Cara mencegah chorioamnionitis
Melansir laman University of Rochester Medical Center, pemberian antibiotik bisa menurunkan risiko chorioamnionitis, terutama bila Anda mengalami ketuban pecah dini.
Namun, pastikan Anda hanya mengonsumsi antibiotik setelah mendapat izin dari dokter.
Selain itu, dokter biasanya juga menyarankan beberapa tindakan berikut untuk mencegah korioamnionitis.
- Menjaga kebersihan vagina.
- Membatasi pemeriksaan vagina setelah pecah ketuban.
- Melakukan skrining bakteri streptokokus grup B pada trimester tiga kehamilan.
- Menjalani skrining untuk mendeteksi vaginosis bakterialis pada trimester dua kehamilan.
Pemeriksaan kehamilan secara rutin juga merupakan salah satu cara terbaik untuk mencegah dan mendeteksi masalah air ketuban sedini mungkin.
Semua tentang korioamnionitis
- Korioamnionitis adalah infeksi pada cairan ketuban yang biasanya disebabkan oleh bakteri E. coli atau Streptococcus tipe B.
- Kerap ditandai dengan demam, peningkatan detak jantung, nyeri pada rahim, dan keputihan yang tidak normal.
- Dapat meningkatkan risiko bayi lahir prematur.
- Infeksi pada cairan ketuban bisa diatasi dengan antibiotik. Obat juga dapat diberikan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu dengan korioamnionitis.
[embed-health-tool-pregnancy-weight-gain]