backup og meta

Bigorexia, Obsesi Berlebihan Memiliki Tubuh Berotot

Bigorexia, Obsesi Berlebihan Memiliki Tubuh Berotot

Banyak pria menginginkan tubuh yang atletis dan kuat. Berbagai cara ditempuh untuk membentuk dan memperbesar otot tubuh, mulai dari angkat beban, latihan intensitas dan interval tinggi (HIIT), hingga pola makan tinggi protein. Namun, keinginan ini bisa berkembang menjadi obsesi yang tidak sehat terhadap bentuk tubuh. Kondisi ini disebut dengan bigorexia

Apa itu bigorexia?

Bigorexia adalah obsesi berlebihan pada ukuran dan bentuk otot tubuh sehingga membentuk pandangan negatif terhadap tubuh sendiri. Kondisi ini merupakan gangguan kesehatan mental  yang juga dikenal sebagai muscle dysmorphia.

Bigorexia termasuk ke dalam body dysmorphic disorder (BDD), yaitu gangguan jiwa yang terkait dengan obsesi kuat terhadap citra tubuh negatif. 

Muscle dysmorphia membuat seseorang merasa tubuhnya tidak cukup berotot meskipun nyatanya sudah memiliki tubuh yang berotot. 

Menurut studi dalam jurnal Psychological Medicine, bigorexia paling banyak terjadi pada laki-laki usia remaja hingga dewasa muda. Selain itu, kondisi ini banyak dialami oleh bodybuilder alias binaragawan.

Muscle dysmorphia bisa menyebabkan seseorang cenderung melakukan olahraga berlebihan, diet ekstrem, sering bercermin sambil memandang bentuk tubuh sendiri secara negatif, dan menyalahgunakan obat steroid yang berbahaya untuk kesehatan.

Beberapa orang dengan bigorexia  bahkan dapat memiliki pikiran untuk bunuh diri karena merasa gagal memiliki tubuh idaman. 

Penyebab bigorexia

bigorexia

Penyebab bigorexia tidak diketahui pasti. Namun, berbagai faktor psikologis, sosial, atau biologis bisa memengaruhi seseorang membentuk citra negatif terhadap tubuhnya sendiri.

Berikut penjelasan berbagai faktor yang bisa menyebabkan seseorang begitu terobsesi memiliki tubuh yang berotot.

1. Pengalaman traumatik atau bullying

Mengalami pengalaman traumatis, seperti pelecehan, perundungan atau penghinaan terkait penampilan fisik, dapat menyebabkan seseorang memiliki gangguan citra tubuh dan terobsesi dengan penampilan. 

Hal ini biasanya terjadi ketika seseorang mengalami pengalaman traumatis atau perundungan ketika usia remaja. 

Pasalnya, masa remaja merupakan masa ketika seseorang cenderung sensitif terhadap penampilan dan perubahan tubuh.

2. Pengaruh media sosial

Media sosial, film, iklan dan berbagai platform visual lainnya sering kali menampilkan gambaran tubuh pria yang berotot sebagai standar tubuh yang ideal. 

Hal ini membuat pria merasa bahwa mereka harus memiliki tubuh yang berotot agar dianggap menarik atau diterima secara sosial. 

Akibatnya, tak sedikit rela melakukan berbagai cara untuk membentuk otot dan mendapatkan tubuh yang ideal. Keinginan yang kuat ini dapat berkembang menjadi kondisi bigorexia.

3.  Tekanan dari lingkungan sosial

Teman, keluarga, atau kelompok sosial yang menganggap penampilan fisik sangatlah penting bisa membuat seseorang merasa tertekan untuk memiliki bentuk tubuh yang ideal.

Sebuah studi dalam jurnal Psychiatry Research melakukan penelitian pada 386 pria yang diminta mengikuti survei online mengenai tekanan sosial untuk memiliki tubuh berotot, persepsi tentang tubuh berotot, dan dorongan untuk menjadi semakin berotot.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tekanan sosial untuk memiliki tubuh yang berotot berhubungan dengan dorongan seseorang untuk menjadi lebih berotot dan dan memicu muscle dysmorphia.

4.  Maskulinitas toksik

Toxic masculinity adalah budaya yang menuntut pria untuk menjadi individu yang maskulin.

Mereka harus kuat secara fisik dan dominan di lingkungan sosial, tanpa menunjukkan kelemahan fisik maupun emosional mereka. Jika tidak, kejantanan dan maskulinitas mereka akan dipertanyakan.

Ketika merasa dirinya kurang memiliki ciri-ciri tersebut, misalnya tidak punya tubuh yang berotot dan kuat, mereka mungkin merasa terpinggirkan dan mengalami krisis identitas.

Perasaan lemah ini kemudian mendorong banyak pria untuk berusaha keras mencapai atribut-atribut maskulin yang dianggap ideal. Hal ini bisa menyebabkan obsesi berlebihan untuk memiliki bentuk tubuh berotot muscle dysmorphia.

5. Memiliki sifat perfeksionis

Bigorexia atau obsesi berlebihan memiliki tubuh berotot juga kemungkinan disebabkan karena individu tersebut memiliki sifat yang perfeksionis

Orang yang memiliki sifat perfeksionis cenderung selalu ingin mencapai kesempurnaan dalam berbagai aspek hidupnya, termasuk penampilan fisik. 

Mereka juga biasanya memiliki standar yang tinggi terhadap diri sendiri dan merasa tertekan jika tidak dapat memenuhi ekspektasi yang telah mereka buat. 

Bahkan, beberapa orang yang perfeksionis dapat melakukan berbagai cara untuk memastikan penampilan fisik mereka sesuai dengan gambaran ideal yang mereka pikirkan. 

6. Memiliki masalah kesehatan mental lain

Mengutip studi dalam jurnal Psychology research and Behavior Management, orang yang memiliki bigorexia kemungkinan memiliki riwayat gangguan mental, seperti eating disorder (gangguan makan) atau kecemasan. 

Selain itu, orang yang memiliki kondisi ini kemungkinan memiliki masalah pada citra tubuh (body dysmorphia disorder) serta pernah mencoba untuk bunuh diri

Mereka berusaha mengatasi perasaan cemas atau tidak bahagia ini dengan melakukan berbagai cara secara berlebihan untuk mendapatkan penampilan tubuh yang diinginkan.

Cara mengatasi bigorexia

Muscle dysmorphia seringnya tidak disadari sehingga penderitanya menghindari untuk membicarakan gejalanya. 

Jika Anda sering merasa tidak suka atau bahkan benci dengan bentuk tubuh sendiri, apalagi pandangan ini sangat mengganggu Anda, cobalah untuk berbicara dengan orang terdekat.

Carilah orang terdekat yang dapat Anda percaya atau kerap memberikan dukungan untuk Anda. Selain orang terdekat, Anda bisa berkonsultasi dengan psikiater atau psikolog.

Setiap orang biasanya memerlukan pendekatan yang berbeda untuk mengatasi gangguan psikologis yang dialaminya.

Nah, psikiater atau psikolog bisa membantu Anda lepas dari obsesi berlebihan terhadap citra tubuh dengan perawatan yang sesuai kondisi Anda.

Metode perawatan psikologis yang bisa dilakukan adalah sebagai berikut.

  • Terapi perilaku kognitif (CBT). Terapi perilaku kognitif bertujuan untuk memperbaiki pola pikir dan perilaku yang lebih positif dan bermanfaat untuk pasien.
  • Obat-obatan. Psikiater mungkin akan meresepkan obat-obatan antidepresan golongan inhibitor reuptake serotonin selektif (SSRI) untuk mendukung terapi psikologis yang dijalani. 

Pengobatan untuk bigorexia sering kali membutuhkan waktu serta dukungan dari keluarga dan teman.

Meski begitu, kombinasi pengobatan psikologis yang tepat bisa memberikan hasil yang efektif untuk pasien yang memiliki gangguan obsesi.

Kesimpulan

  • Bigorexia atau muscle dysmorphia merupakan gangguan kesehatan mental yang ditandai dengan obsesi berlebihan untuk memiliki tubuh yang berotot.
  • Kondisi ini dapat disebabkan oleh berbagai hal, mulai dari pengalaman traumatis atau bullying, pengaruh media sosial, tekanan sosial, budaya toxic masculinity, atau mengalami gangguan kesehatan mental lain seperti eating disorder atau kecemasan.

[embed-health-tool-bmr]

Catatan

Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan. Selalu konsultasikan dengan ahli kesehatan profesional untuk mendapatkan jawaban dan penanganan masalah kesehatan Anda.

Muscle Dysmorphia. (2024). Retrieved 21 October 2024, from https://bdd.iocdf.org/expert-opinions/muscle-dysmorphia/#:~:text=Muscle%20Dysmorphia%20or%20MD%20is,objectively%20extremely%20%E2%80%9Cbuff%E2%80%9D%20physique

Mitchison, D., Mond, J., Griffiths, S., Hay, P., Nagata, J. M., Bussey, K., … & Murray, S. B. (2022). Prevalence of muscle dysmorphia in adolescents: findings from the EveryBODY study. Psychological Medicine, 52(14), 3142-3149.

Bradbury, Z. (2021). The Rise of Muscle Dysmorphia. Retrieved 21 October 2024, from https://butterfly.org.au/the-rise-of-muscle-dysmorphia/ 

Body dysmorphic disorder (BDD). (n.d.). Retrieved 21 October 2024, from https://www.mind.org.uk/information-support/types-of-mental-health-problems/body-dysmorphic-disorder-bdd/causes/ 

Tod, D., Edwards, C., & Cranswick, I. (2016). Muscle dysmorphia: current insights. Psychology research and behavior management, 179-188.

Cleveland Clinic. (2024). Am I A Perfectionist? 5 Traits and Signs. Retrieved 21 October 2024, from https://health.clevelandclinic.org/signs-of-perfectionism

Versi Terbaru

25/10/2024

Ditulis oleh Zulfa Azza Adhini

Ditinjau secara medis oleh dr. Andreas Wilson Setiawan, M.Kes.

Diperbarui oleh: Fidhia Kemala


Artikel Terkait

Pemeriksaan Medis yang Wajib Dilakukan Pria 20-50 Tahun

4 Cara Tepat Mengukur Kekuatan Otot Tubuh


Ditinjau secara medis oleh

dr. Andreas Wilson Setiawan, M.Kes.

Magister Kesehatan · None


Ditulis oleh Zulfa Azza Adhini · Tanggal diperbarui 4 minggu lalu

ad iconIklan

Apakah artikel ini membantu?

ad iconIklan
ad iconIklan