Stres berpengaruh banyak pada tubuh, termasuk dapat memicu kenaikan gula darah yang erat kaitannya dengan diabetes. Jika hal ini terus berlangsung, risiko seseorang untuk mengalami penyakit diabetes tentu dapat meningkat.
Sementara bagi diabetesi (pengidap diabetes), kadar gula darah yang sulit terkendali akibat stres juga memiliki bahaya tersendiri.
Apa saja pengaruh stres terhadap gula darah? Ketahui apa dampaknya dan bagaimana cara tepat penanganannya.
Stres berisiko memicu diabetes pada orang yang sehat
Saat Anda menghadapi stres fisik maupun emosional, tubuh akan melepaskan hormon kortisol untuk meningkatkan fokus, energi, dan kewaspadaan.
Jika Anda dapat mengelola stres dengan baik, mekanisme stres sebenarnya dapat membantu Anda menghadapi dan menyelesaikan masalah.
Akan tetapi, stres yang berlangsung terus-menerus juga dapat memicu kenaikan gula darah dan diabetes melalui beberapa cara berikut.
1. Hormon stres mengganggu produksi insulin
Bila Anda sering mengalami stres, tubuh akan terus memproduksi hormon stres utama berupa kortisol. Pelepasan kortisol ini ternyata memengaruhi kadar hormon insulin.
Hormon insulin sendiri membantu memindahkan glukosa (gula) dari darah ke dalam sel untuk diubah menjadi energi.
Nah, sebuah studi di Jepang dalam jurnal PLOS ONE menunjukkan bahwa level kortisol yang tinggi dapat menurunkan produksi insulin.
Jika tubuh kekurangan insulin, glukosa akan bertahan dalam darah sehingga kadar gula darah menjadi tinggi dan sulit kembali normal.
2. Stres mengubah kebiasaan makan
Stres bisa memicu kebiasaan makan yang meningkatkan kadar gula darah dan risiko diabetes.
Ketika mengalami tekanan, banyak orang melampiaskannya dengan makan secara berlebihan (emotional eating) atau mengonsumsi makanan manis.
Makan mungkin dapat mengurangi stres sejenak, tapi ini bukan solusi untuk mengelola stres jangka panjang.
Lama-kelamaan, kebiasaan melampiaskan stres dengan makan dapat berujung menyebabkan obesitas atau penyakit diabetes melitus.
3. Kualitas tidur menjadi terganggu
Stres dan siklus tidur sama-sama dikontrol oleh sumbu hipotalamus-hipofisis-adrenal di dalam otak.
Ketika seseorang mengalami stres berat dan berkepanjangan, sistem yang mengatur siklus tidur ini akan berubah arah karena lebih banyak memproduksi kortisol.
Perubahan sistem di otak lantas mengganggu pola dan kualitas tidur. Jika seseorang kurang tidur, ia akan lebih rentan mengalami intoleransi glukosa.
Intoleransi glukosa merupakan gangguan metabolik yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah.
Stres memengaruhi kesehatan pengidap diabetes
Selain dapat memicu diabetes, stres berdampak negatif terhadap kehidupan para diabetesi (pengidap diabetes) melalui cara berikut.
1. Mengganggu keseimbangan produksi hormon
Stres memengaruhi kondisi tubuh pengidap diabetes tipe 1 dengan menyebabkan gula darah tinggi (hiperglikemia) sekaligus gula darah rendah (hipoglikemia). Ini karena stres membuat kelenjar adrenal terus-menerus memproduksi hormon kortisol.
Begitu kelenjar adrenal tidak lagi mampu menghasilkan kortisol, hal ini dapat berujung pada kondisi yang disebut kelelahan adrenal.
Kurangnya jumlah kortisol mengganggu keseimbangan hormon-hormon yang mengatur kadar gula darah.
2. Tubuh makin kurang sensitif terhadap insulin
Tingginya kortisol akibat stres dapat memicu kenaikan gula darah pada pasien diabetes tipe 2 sehingga tubuh mereka makin kurang sensitif terhadap insulin.
Jika sel tubuh makin sulit menggunakan insulin untuk memindahkan glukosa ke dalam sel, glukosa yang tertahan di dalam aliran darah pun makin banyak.
Kadar gula darah pun terus meningkat, terutama bila diabetesi tidak menjalani pola makan sehat, minum obat diabetes secara teratur, dan beraktivitas fisik.
3. Menghambat pengobatan diabetes
Banyak diabetesi mengalami diabetes burnout, yaitu stres akibat penyakit diabetes dan rutinitas pengobatan yang harus mereka jalani.
Gangguan ini cukup lazim, mengingat diabetesi harus mengeluarkan usaha ekstra setiap hari untuk mengelola kondisinya.
Stres dan frustrasi yang tidak terkelola tentu dapat menghambat pengobatan diabetes serta memperburuk gejala.
Maka dari itu, diabetesi membutuhkan dukungan dari keluarga, orang-orang terdekat, serta tenaga kesehatan yang mengawasi kondisinya.