Jika Anda mengalami gejala tertentu usai mengonsumsi suatu makanan, ini belum tentu menandakan alergi. Tubuh Anda mungkin sebenarnya tidak toleran terhadap makanan tersebut. Alergi dan intoleransi makanan memang bisa menunjukkan gejala yang mirip, tapi ada beberapa perbedaan antara keduanya.
Perbedaan alergi dan intoleransi makanan
Alergi makanan terjadi ketika sistem kekebalan tubuh yang seharusnya melawan virus, bakteri, atau parasit justru bereaksi terhadap makanan.
Ini lantaran sel-sel kekebalan tubuh Anda menganggap makanan sebagai suatu ancaman, contohnya sistem imun orang yang alergi susu sapi menganggap protein dalam susu sapi sebagai bahaya.
Sistem imun lalu membentuk antibodi IgE untuk melepaskan zat kimia untuk menyerang protein tersebut, kemudian memicu reaksi alergi.
Sementara itu, intoleransi makanan terjadi ketika tubuh tidak mampu mencerna makanan dengan baik atau ada makanan tertentu yang mengiritasi saluran pencernaan Anda.
Beberapa contoh intoleransi makanan adalah intoleransi laktosa, penyakit celiac, dan sebagainya.
Beda dengan alergi, intoleransi makanan disebabkan oleh kurangnya produksi enzim tertentu dan sistem pencernaan yang lebih sensitif pada suatu zat.
Dalam kasus intoleransi laktosa, tubuh tidak punya cukup enzim laktase untuk mencerna laktosa.
Dr. Mark Aronica, spesialis alergi dan imunologi dari Cleveland Clinic, AS, menyebutkan bahwa alergi berkaitan dengan sistem imun dan bisa berdampak pada banyak organ.
Namun, intoleransi makanan biasanya hanya memengaruhi sistem pencernaan.
Dr. Aronica juga menambahkan bahwa reaksi alergi biasanya lebih parah dari intoleransi.
Reaksi alergi yang parah (anafilaksis) bahkan bisa membahayakan nyawa sehingga orang yang mengalaminya harus mendapatkan bantuan medis dengan segera.
Apakah gejalanya berbeda?
Gejala alergi makanan umumnya muncul pada kulit, tapi tidak menutup kemungkinan Anda juga mengalami gejala pada sistem pencernaan dan pernapasan.
Sementara itu, intoleransi makanan umumnya menimbulkan gangguan pencernaan.
Berikut perbedaan gejala alergi dan intoleransi makanan.
1. Intoleransi makanan
Orang yang memiliki intoleransi makanan biasanya mengalami gangguan pencernaan sekitar 30 – 60 menit usai mengonsumsi makanan atau minuman pemicunya.
Namun, pada beberapa orang, gejala mungkin muncul setelah 48 jam.
Pemicu intoleransi makanan sangat beragam, mulai dari susu dan produknya, cokelat, penyedap rasa, putih telur, minuman beralkohol, hingga stroberi.
Gejala intoleransi makanan yang kerap muncul antara lain:
- berkeringat,
- sakit perut,
- perut kram,
- perut kembung,
- pusing atau sakit kepala,
- mual dan muntah,
- diare,
- badan gemetar,
- dada dan perut terasa tertekan, serta
- gejala seperti asma.
2. Alergi makanan
Salah satu perbedaan antara alergi dan intoleransi makanan terletak pada pemicu gejalanya.
Sekitar 90% kasus alergi makanan dipicu oleh kacang, telur, susu, gandum, ikan, wijen, dan kerang. Alergi kacang merupakan kasus alergi paling umum.
Reaksi alergi dapat muncul segera setelah Anda mengonsumsi makanan pemicu alergi atau beberapa jam kemudian.
Gejala alergi meliputi:
- mulut terasa gatal, terbakar, atau membengkak,
- hidung meler atau mampet,
- muka atau mata membengkak,
- muncul ruam kemerahan pada kulit,
- kulit gatal-gatal (biduran),
- sesak napas,
- napas terdengar nyaring (mengi),
- mual dan muntah,
- sakit perut, serta
- diare.
Diagnosis dan tips mengatasinya
Cara terbaik untuk mengatasi alergi makanan dan intoleransi makanan yakni dengan menghindari makanan pemicunya.
Namun, sebelum Anda betul-betul menghapus suatu makanan dari menu harian, ada baiknya Anda berkonsultasi kepada dokter dan ahli gizi dahulu.
Dokter mungkin akan merekomendasikan tes alergi untuk membantu Anda mengenali apa saja makanan yang perlu Anda hindari.
Dari sini, dokter juga bisa meresepkan obat alergi makanan, seperti antihistamin tablet, tetes mata, atau semprotan hidung untuk meredakan gejala Anda.
Mengingat belum ada tes untuk mendiagnosis intoleransi makanan, dokter bisa meminta Anda membuat catatan konsumsi makanan sehari-hari beserta gejala yang dialami.
Cara tersebut dapat membantu dokter mendiagnosis kondisi Anda.
Kadang, penderita alergi atau intoleransi makanan bisa mengonsumsi makanan pemicu kembali (dalam jumlah kecil) setelah menghindarinya selama beberapa waktu.
Akan tetapi, pastikan Anda berkonsultasi kepada dokter sebelum melakukan ini.
Alergi makanan dan intoleransi makanan sama-sama dapat dipicu oleh apa yang Anda konsumsi sehari-hari.
Keduanya memiliki beberapa gejala yang mirip, tapi reaksi alergi umumnya lebih parah dari intoleransi makanan.
Jika Anda selalu mengalami gejala yang sama setelah mengonsumsi suatu makanan, jangan abaikan hal ini.
Reaksi alergi bisa membahayakan nyawa bagi beberapa orang. Oleh sebab itu, sebisa mungkin hindarilah makanan yang menjadi pemicunya.
[embed-health-tool-bmr]