Komunitas adalah ruang aman tempat Anda dapat terhubung dengan anggota lain, mengomentari topik yang Anda minati, dan menerima saran tepercaya dari pakar medis seputar masalah kesehatan yang penting.
HIV/AIDS adalah penyakit infeksi kronis yang menyerang daya tahan tubuh. Jika tidak diobati, gejala HIV/AIDS tidak hanya akan semakin melemahkan, tapi juga membuat pengidapnya lebih rentan terhadap serangan infeksi baru dari virus, bakteri, atau parasit lainnya. Komplikasi HIV/AIDS yang terkait kemunculan berbagai infeksi lain dikenal dengan sebutan infeksi oportunistik.
Apa itu infeksi oportunistik?
Infeksi oportunistik pada HIV adalah infeksi yang terjadi ketika sistem kekebalan tubuh seseorang melemah akibat virus HIV.
Dalam kondisi normal, sistem imun bisa melawan kuman penyebab infeksi.
Namun, pada penderita HIV, terutama yang tidak mendapat pengobatan antiretroviral (ARV) atau memiliki jumlah CD4 rendah (<200 sel/mm³), daya tahan tubuh menjadi sangat lemah.
Hal ini membuat infeksi “oportunistik” (yang biasanya tidak berbahaya pada orang sehat) bisa menyebabkan penyakit serius pada penyandang HIV.
Infeksi semacam ini disebut infeksi oportunistik karena mikroba penyebabnya, seperti bakteri, jamur, parasit, atau virus, memanfaatkan kesempatan ketika sistem imun berada dalam kondisi paling lemah.
Penyebab infeksi oportunistik pada pasien HIV
HIV termasuk sebagai penyakit seumur hidup. Mengalami infeksi oportunistik artinya kemungkinan besar stadium infeksi HIV Anda sudah lanjut alias di tahap AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome).
Pada fase AIDS, jumlah sel CD4 sudah turun drastis hingga di bawah 200. Dengan begitu, tubuh akan kesulitan melawan infeksi karena jumlah sel CD4 sudah sangat minim di dalam darah.
Bahkan, mungkin sudah kalah jauh dengan jumlah mikroba jahat, baik virus HIV-nya itu sendiri maupun patogen jahat lainnya.
Itu kenapa kemunculan infeksi oportunis pada pengidap HIV/AIDS (ODHA) tidak dapat dilawan dengan mudah.
Alhasil, komplikasi ini dapat semakin menurunkan kondisi kesehatan penderita dengan cepat.
Pada beberapa kasus, infeksi oportunistik dapat mulai bermunculan ketika jumlah sel CD4 “masih” berada di kisaran sekitar 500.
Contoh infeksi oportunistik pada pasien HIV/AIDS
Infeksi oportunistik disebabkan oleh infeksi berbagai kuman penyakit seperti virus, bakteri, jamur, dan parasit yang berlangsung di dalam tubuh.
Penularan penyakit bisa melalui cara yang berbeda-beda, termasuk melalui udara, cairan tubuh, hingga lewat makanan dan minuman.
Berikut adalah beberapa infeksi oportunistik yang dapat terjadi pada pengidap HIV/AIDS.
Mengetahui risiko kesehatan ini dapat menjadi salah satu cara untuk melindungi diri dari ancaman komplikasi penyakit lebih lanjut.
1. Candidiasis
infeksi oportunistik hiv
Candidiasis adalah infeksi yang disebabkan oleh jamur Candida.
Infeksi candidiasis oportunistik termasuk cukup umum ditemukan pada pasien HIV dengan jumlah CD4 antara 200-500 sel/mm3 sampel darah.
Jamur Candida adalah spesies yang umum hidup di tubuh manusia, dan biasanya tidak berbahaya.
Namun, melemahnya sistem imun tubuh karena HIV kronis dapat membuat jamr tersebt berkembang biak secara ganas sehingga memicu infeksi.
Infeksi candidiasis dapat memengaruhi kulit, kuku, dan selaput lendir di sekujur tubuh, terutama di mulut dan vagina.
Akan tetapi, candidiasis hanya dianggap sebagai infeksi oportunis ketika menginfeksi esofagus (kerongkongan), saluran pernapasan bawah, atau jaringan paru-paru yang lebih dalam.
Gejala paling jelas yang muncul akibat infeksi oportunis ini adalah bintik atau bercak putih di lidah atau tenggorokan.
Bercak putih akibat candidiasis dapat diobati dengan obat antijamur yang diresepkan dokter.
Menjaga kebersihan tubuh, termasuk sikat gigi dan berkumuur dengan obat kumur klorheksidin dapat membantu mencegah infeksi candidiasis oportunis.
2. Infeksi paru (pneumocystis)
Infeksi pneumocystis (pneumonia) termasuk infeksi oportunistik yang paling serius untuk penderita HIV/AIDS.
Infeksi ini dapat disebabkan oleh banyak jenis patogen berbeda, seperti jamur Coccidioidomycosis, Cryptococus neoformans, Histoplasmosis, Pneumocystis jirovecii; beberapa bakteri seperti Pneumococcus; dan beberapa virus seperti cytomegalovirus atau herpes simplex.
Gejala dari infeksi paru oportunis dapat meliputi batuk, demam, dan kesulitan bernapas. Namun, infeksi dapat menyebar dari paru ke bagian tubuh lain.
Infeksi oportunistik oleh jamur Cryptococcus neoformans, misalnya, dapat menyebar ke kulit, tulang, atau saluran kemih.
Terkadang pneumonia dapat menyebar ke otak, dan menyebabkan pembengkakan otak (meningitis).
Kabar baiknya, infeksi ini dapat dicegah dengan vaksin dan diobati dengan antibiotik.
Semua ODHA yang berisiko mengalami infeksi oprtunistik terkait peradangan paru-paru harus divaksinasi sebelm terlambat.
Pasalnya, komplikasi berupa pneumonia (PCP) adalah penyebab kematian utama di antara pasien HIV stadium lanjut.
Saat ini terdapat vaksin yang efektif mencegah infeksi oportunistik dari bakteri Streptococcuspneumoniae.
Pengobatan untuk infeksi paru harus cepat dimulai cepat agar memberikan pasien peluang terbaik untuk pulih.
3. Tuberkulosis
Tuberkulosis (TB/TBC) adalah infeksi paru oportunis yang disebabkan oleh bakteri bernama Mycobacterium.
Gejala TB dapat meliputi batuk, kelelahan, penurunan berat badan, demam, dan berkeringat di malam hari.
Pada kenyataannya, hampir semua penderita HIV sudah memiliki bakteri TB dalam tubuhnya meski belum tentu aktif.
TBC dapat menjadi komplikasi serius pada pengidap HIV/AIDS karena bakteri TB dapat lebih cepat menjadi aktif dan sulit diobati pada ODHA dibanding pada orang sehat.
Infeksi oportunis berupa tuberkulosis juga dapat memengaruhi bagian tubuh lainnya, seringkali kelenjar getah bening, otak, ginjal, atau tulang.
Herpes simplex virus (HSV) merupakan virus penyebab penyakit kelamin herpes. Herpes ditandai dengan munculnya kutil kelamin dan sariawan di daerah mulut dan bibir.
Setiap orang memang bisa terkena herpes, tetapi penderita HIV berpeluang lebih besar untuk mengalami infeksi herpes oportunis dengan gejala yang lebih parah.
Pada orang dengan HIV/AIDS, komplikasi herpes tidak hanya berupa pembentukan kutil kelamin tapi juga risiko pneumonia dan kanker serviks.
Menurut CDC, infeksi oportunistik oleh HSV juga bisa membahayakan keselamatan janin dalam kandungan jika ibu hamil mengidap HIV.
Virus herpes dan HIV dapat ditularkan melalui proses persalinan.
5. Salmonella septicemia
Salmonella adalah infeksi yang bisa didapat lewat konsumsi makanan yang terkontaminasi bakteri Salmonella typhii.
Infeksi salmonella dapat menyebabkan gejala seperti mual, muntah-muntah, dan diare.
Pada pengidap HIV/AIDS, bahaya dari infeksi ini dapat berkembang menjadi septikemia.
Septikemia adalah kondisi darah yang keracunan bakteri dalam jumlah besar. Ketika sudah sangat parah, bakteri salmonella dalam darah dapat menginfeksi seluruh tubuh dalam satu waktu.
Syok akibat salmonella septikemia dapat berakibat fatal.
6. Toksoplasmosis
Toksoplasmosis adalah komplikasi HIV/AIDS yang disebabkan oleh parasit bernama Toxoplasma gondii.
Toksoplasmosis bahaya bagi pengidap HIV dan AIDS karena sangat mudah berkembang di dalam tubuh yang sistem kekebalannya lemah.
Parasit tersebut dapat menginfeksi tidak hanya mata dan paru pengidap HIV, tapi juga bahaya bagi jantung, hati, hingga otak.
Ketika infeksi parasit toxoplasma sudah mencapai otak, toksoplasmosis dapat menyebabkan kejang.
Selain dari kotoran hewan, infeksi oportunistik ini juga bisa berasal dari makan daging kurang matang yang terkontaminasi parasit toxoplasma.
7. Infeksi pencernaan
Seiring melemahnya sistem imun, sistem pencernaan juga dapat terinfeksi.
Beberapa contoh infeksi parasit yang dapat menjadi bahaya bagi pengidap HIV/AIDS adalah kriptosporidiosis dan isosporiasis.
Dua jenis infeksi ini disebabkan oleh konsumsi makanan dan/atau minuman yang terkontaminasi parasit.
Kriptosporidiosis disebabkan oleh parasit Cryptosporidium yang menyerang usus, sementara isosporiasis disebabkan oleh protozoa Isospora belli.
Baik kriptosporidiosis dan isosporiasis sama-sama menyebabkan demam, muntah, dan diare parah.
Pada pengidap HIV/AIDS, komplikasi penyakit ini dapat sampai menyebabkan berat badan turun drastis.
Pasalnya, organisme tersebut menginfeksi sel-sel yang melapisi usus kecil dapat menyebabkan tubuh tidak mampu menyerap nutrisi dengan baik.
Cara mengobati infeksi oportunistik pada penyandang HIV
Pengobatan infeksi oportunistik pada penderita HIV bertujuan untuk mengatasi infeksi yang sedang berlangsung, mencegah kekambuhan, dan memperkuat sistem kekebalan tubuh.
Penanganannya disesuaikan dengan jenis infeksi dan kondisi kekebalan pasien. Berikut ini langkah-langkah umum dalam pengobatannya:
Terapi antiretroviral (ARV). Menekan replikasi virus HIV dan membantu memulihkan sistem imun.
Antibiotik untuk infeksi bakteri seperti tuberkulosis.
Antijamur untuk kandidiasis, PCP, atau kriptokokosis.
Antiparasit untuk toksoplasmosis atau kriptosporidiosis.
Antivirus untuk infeksi CMV atau herpes simpleks.
Profilaksis (pencegahan infeksi).Cotrimoxazoleuntuk mencegah PCP dan toksoplasmosis, dan Isoniazid untuk pencegahan TB laten
Monitoring dan evaluasi rutin. Meliputi pemeriksaan kadar CD4, viral load, dan respons terhadap pengobatan.
Cara mencegah infeksi oportunistik
Infeksi oportunistik dapat dideteksi melalui pemeriksaan kandungan CD4 di dalam darah seseorang yang terinfeksi HIV.
Dikutip dari The Well Project, cara terbaik untuk mencegah infeksi oportunistik adalah dengan mematuhi pengobatan dan terapi sesuai yang dianjurkan dokter.
Pengobatan HIV dengan antiretroviral dapat menjadi cara mencegah dan mengatasi gejala penyakit yang mengarah pada infeksi oportunistik.
Ringkasan
Infeksi oportunistik pada HIV/AIDS adalah infeksi yang muncul saat sistem imun sangat lemah akibat virus HIV.
Contohnya termasuk candidiasis, pneumonia (PCP), tuberkulosis, herpes, toksoplasmosis, hingga infeksi pencernaan.
Pengobatan mencakup terapi antiretroviral (ARV) untuk menekan HIV, serta obat sesuai jenis infeksinya.
Pencegahan dilakukan dengan pengobatan rutin, profilaksis, vaksinasi, dan pemeriksaan berkala. Terapi ARV yang disiplin adalah kunci utama untuk mencegah infeksi oportunistik dan menjaga kualitas hidup penyandang HIV/AIDS.
[embed-health-tool-ovulation]
Catatan
Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan. Selalu konsultasikan dengan ahli kesehatan profesional untuk mendapatkan jawaban dan penanganan masalah kesehatan Anda.
Shaw, J., & Matin, N. (2022). Opportunistic infections in HIV. Medicine, 50(5), 294-297.
HIV and Infections | Opportunistic Infection | AIDS and Infections. (n.d.). Retrieved 30 May 2025, from https://medlineplus.gov/hivandinfections.html
Puplampu, P., Asafu-Adjaye, O., Harrison, M., Tetteh, J., & Ganu, V. J. (2024). Opportunistic Infections among newly diagnosed HIV patients in the largest tertiary facility in Ghana. Annals of Global Health, 90(1), 13.
Opportunistic Infections. (n.d.). Retrieved 30 May 2025, from https://www.hiv.gov/hiv-basics/staying-in-hiv-care/other-related-health-issues/opportunistic-infections
HIV and other health conditions. (n.d.). Retrieved 30 May 2025, from https://www.beintheknow.org/living-hiv/health-and-wellbeing/hiv-and-other-health-conditions
What Are Opportunistic Infections? (n.d.). Retrieved 30 May 2025, from https://www.thewellproject.org/hiv-information/what-are-opportunistic-infections
Versi Terbaru
02/06/2025
Ditulis oleh Fidhia Kemala
Ditinjau secara medis olehdr. Nurul Fajriah Afiatunnisa