backup og meta

7 Akibat Makan Pedas yang Perlu Anda Waspadai

7 Akibat Makan Pedas yang Perlu Anda Waspadai

Sensasi pedas pada makanan bisa membuat makanan terasa lebih sedap. Walau lidah dan perut sudah terasa panas, Anda mungkin tidak kapok untuk makan pedas, lagi dan lagi. Meski begitu, Anda mungkin akan menanggung akibat makan pedas setelahnya.

Efek samping makan pedas

Meski makan pedas menambah selera, ada berbagai bahaya makan pedas yang mungkin bisa Anda rasakan.

1. Diare

Diare merupakan salah satu penyakit akibat terlalu sering makan pedas yang banyak dialami. Mengapa hal ini bisa terjadi? 

Makanan pedas seperti cabai mengandung capsaicin merangsang pelepasan senyawa di tubuh bernama vanilloid receptor 1 atau TRPV1.

Nah, TRPV1 memberi tahu otak bahwa saluran pencernaan sedang “terbakar”. Lalu, otak memerintah pelepasan endorfin untuk menekan rasa panas akibat makanan pedas. 

Selanjutnya, otak pun memberitahu saluran pencernaan agar membuang capsaicin berlebih. Kondisi inilah yang membuat Anda buang air besar terus-menerus alias diare

2. Maag

sakit perut akibat makan pedas

Akibat makan pedas, Anda bisa mengalami maag. Efek samping ini berkaitan dengan pelepasan TRPV1 dengan iritasi lambung. 

Kandungan capsaicin yang memicu pelepasan TRPV1 bisa melukai dinding lambung, sehingga Anda merasakan sakit perut. 

Lama-kelamaan, sakit ini akan terasa perih di lambung sehingga maag pun muncul. Gejala maag bisa semakin parah bila Anda memiliki riwayat tukak lambung.

3. GERD

GERD atau refluks asam lambung merupakan salah satu bahaya makan pedas terlalu banyak dan sering. 

Capsaicin bisa melemaskan katup kerongkongan bagian bawah. Selain itu, senyawa ini juga membuat cairan asam di lambung bertahan dalam waktu yang lama. 

Hal tersebut mengakibatkan asam lambung pun naik ke kerongkongan dan menyebabkan GERD. 

Tak hanya itu, studi terbitan Journal of Neurogastroenterology and Motility melihat bahwa makanan pedas juga memperparah gejala GERD, seperti nyeri ulu hati (heartburn) dan kerongkongan terbakar.

Apa yang terjadi ketika makan pedas saat perut kosong?

Saat perut kosong, senyawa capsaicin akan langsung mengiritasi lambung karena tidak ada makanan lain yang bisa mengurangi efeknya. Hal ini menyebabkan sensasi terbakar atau sakit perut. Oleh sebab itu, hindari makan pedas dalam perut kosong.

4. Kulit kemerahan

Selain gangguan pada pencernaan, akibat makan makanan pedas yang umumnya Anda rasakan selanjutnya adalah kulit tampak kemerahan

Hal ini disebabkan kandungan capsaicin merangsang pelepasan TRPV1, lalu membuat pembuluh darah melebar atau istilahnya vasodilatasi yang membuat kulit Anda mungkin tampak kemerahan.

Dalam beberapa kasus, efek samping makan pedas bisa memperparah gejala rosacea atau atau kulit kemerahan hebat yang merata pada bagian wajah.

5. Cegukan

Akibat makan pedas, Anda mungkin akan cegukan berkali-kali. Pasalnya, kandungan capsaicin pada makanan pedas akan mengaktifkan saraf pada diafragma atau otot pernapasan.

Hal ini membuat diafragma menjadi tegang dan menimbulkan cegukan. Selain itu, capsaicin merupakan zat yang mengiritasi lapisan saluran pencernaan.

Karena itu, tubuh pun menganggap capsaicin sebagai zat yang berbahaya. Cegukan merupakan cara tubuh untuk mencegah Anda mengonsumsi makanan pedas.

6. Insomnia

Siapa sangka bila sulit tidur nyenyak merupakan akibat sering makan pedas? Kandungan capsaicin pada makanan pedas ternyata bisa meningkatkan suhu tubuh. 

Ternyata, hal ini bisa membuat tubuh terjaga di malam hari. Kandungan capsaicin juga membuat otak lebih aktif sehingga menjadi lebih terjaga.

Selain itu, makan makanan pedas bisa membuat perut terasa tidak nyaman. Hal ini jugalah yang bisa membuat Anda kesulitan tidur.

7. Lidah mati rasa

Memang, kandungan capsaicin pada makan pedas bisa merangsang TRPV1, sehingga membuat makanan terasa lebih sedap.

Meski begitu, paparan sensasi pedas yang terlalu sering dan lama justru membuat lidah dan mulut tak lagi peka dalam beberapa waktu. 

Hal ini disebabkan sel saraf di sekitar lidah tidak aktif sesaat. Akhirnya, lidah dan mulut mengalami mati rasa.

Tanda harus berhenti makan pedas

makanan pedas bisa sebabkan tuli sementara

Orang dengan kondisi medis tertentu seperti GERD atau batu empedu perlu menjaga pola makan dengan baik.

Contohnya, penderita GERD biasanya perlu mengurangi makan makanan pedas dan asam untuk mengurangi gejala yang muncul.

Lantas, apakah penderita batu empedu boleh makan pedas? Penderita batu empedu juga tidak dianjurkan makan pedas karena dapat memperparah kondisi yang dialami.

Namun, tidak hanya bagi penderita batu empedu atau gangguan lambung saja, orang yang sehat pun harus tahu kapan berhenti makan pedas untuk mengurangi risiko bahaya makan pedas.

Berikut ini beberapa tanda Anda harus berhenti makan makanan pedas.

  • Suara serak. Makan makanan pedas dapat membuat tenggorokan iritasi dan membengkak, sehingga menyebabkan suara serak.
  • Berkeringat. Senyawa capsaicin dapat meningkatkan suhu tubuh. Akibatnya, Anda lebih banyak berkeringat. 
  • Keluar ingus.  Kandungan senyawa capsaicin dalam cabai dapat mengiritasi selaput lendir.
  • Muntah. Makan makanan pedas bisa membuat gejala GERD semakin parah dan menyebabkan muntah.
  • Perut perih. Perut tidak nyaman dan terasa perih disebabkan oleh produksi lendir di lambung yang meningkat.
  • Bau mulut. Makanan pedas bisa menghasilkan lapisan di lidah yang tercium oleh hidung.

Jika Anda tetap ingin makan pedas, ada beberapa tips makan pedas yang bisa Anda coba.

Contohnya, hindari makan pedas saat perut kosong, makan secukupnya saja, seperti minum susu setelah makan pedas untuk mengurangi sensasi kepedasan

Bila muncul tanda-tanda harus berhenti, lakukan segera dengan mengatasi rasa pedas secepat mungkin.

Dengan begitu, Anda bisa mengurangi risiko efek samping makan pedas yang bisa membahayakan tubuh.

Kesimpulan

  • Konsumsi makanan pedas bisa menyebabkan berbagai masalah kesehatan, seperti diare, GERD, maag, kulit kemerahan, cegukan, insomnia, hingga lidah mati rasa.
  • Untuk mengurangi risiko gangguan kesehatan akibat makan pedas, Anda harus tahu kapan berhenti makan pedas.
  • Sebaiknya, berhentilah makan makanan pedas apabila Anda mulai banyak berkeringat, suara serak, keluar ingus, hingga muntah.

[embed-health-tool-bmi]

Catatan

Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan. Selalu konsultasikan dengan ahli kesehatan profesional untuk mendapatkan jawaban dan penanganan masalah kesehatan Anda.

Frias, B., & Merighi, A. (2016). Capsaicin, Nociception and Pain. Molecules, 21(6)

Diet and Gastroesophageal Reflux Disease (GERD). (2014). Retrieved 04 July 2024, from https://www.asge.org/docs/default-source/about-asge/newsroom/doc-gerd_infographic_final.pdf

Choe, J. W., Joo, M. K., Kim, H. J., Lee, B. J., Kim, J. H., Yeon, J. E., Park, J., Kim, J. S., Byun, K. S., & Bak, T. (2017). Foods Inducing Typical Gastroesophageal Reflux Disease Symptoms in Korea. Journal of Neurogastroenterology and Motility, 23(3), 363-369. 

Rosacea: Diagnosis and treatment. (n.d). Retrieved 04 July 2024, from https://www.aad.org/public/diseases/rosacea/treatment/diagnosis-treat

Berry DN, Simons CT. Assessing regional sensitivity and desensitization to capsaicin among oral cavity mucosae. Chemical Senses. 2020 Jun 1:bjaa033. 

Tungare, S., Zafar, N., & Paranjpe, A. (2023). Halitosis. Statpearls Publishing. Retrieved 04 July 2024, from https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK534859/

Spicy Food Challenges: Harmful or Healthy?. (2022). Retrieved 04 July 2024, from https://www.uhhospitals.org/Healthy-at-UH/articles/2022/06/spicy-food-challenges-harmful-or-healthy

A hot topic: Are spicy foods healthy or dangerous?. (2018). Retrieved 04 July 2024, from https://www.uchicagomedicine.org/forefront/health-and-wellness-articles/spicy-foods-healthy-or-dangerous

Versi Terbaru

12/07/2024

Ditulis oleh Larastining Retno Wulandari

Ditinjau secara medis oleh dr. Patricia Lukas Goentoro

Diperbarui oleh: Fidhia Kemala


Artikel Terkait

Apakah Penderita Batu Empedu Boleh Makan Pedas?

Inilah Kenapa Ada yang Suka Makanan Pedas, Ada Juga yang Tak Kuat


Ditinjau secara medis oleh

dr. Patricia Lukas Goentoro

General Practitioner · Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI)


Ditulis oleh Larastining Retno Wulandari · Tanggal diperbarui 12/07/2024

ad iconIklan

Apakah artikel ini membantu?

ad iconIklan
ad iconIklan