Selain pingsan, seseorang juga bisa kehilangan kesadaran dan mengalami koma. Bedanya, koma bisa terjadi untuk waktu yang cukup lama, bahkan hingga beberapa hari. Ada beberapa kondisi yang dapat menjadi penyebab kenapa seseorang bisa mengalami kondisi ini. Ketahui selengkapnya di bawah ini.
Apa itu koma?
Koma adalah istilah yang menggambarkan kondi si tidak sadarkan diri dari seorang pasien hingga tidak bisa memberikan reaksi apa pun terhadap lingkungan sekitarnya.
Selain tidak sadarkan diri, orang yang sedang dalam kondisi koma hampir tidak mengalami aktivitas apa pun pada otaknya.
Artinya, pasien yang sedang koma juga tidak bisa memberikan respons terhadap suara, sentuhan, hingga rasa sakit.
Pasien koma akan kembali sadar seiring berjalannya waktu. Meski begitu, masing-masing pasien membutuhkan waktu yang berbeda-beda untuk akhirnya memiliki kesadaran diri.
Ada yang membutuhkan waktu berminggu-minggu, tapi ada juga yang harus berada pada kondisi ini selama bertahun-tahun.
Cepat atau tidaknya pasien kembali sadarkan diri tergantung pada area otak yang mengalami kerusakan dan seberapa luas area otak yang masih bisa berfungsi.
Koma bisa disebabkan oleh banyak hal, mulai dari penyalahgunaan obat-obatan terlarang, masalah metabolisme, gangguan pada sistem saraf pusat, stroke, hernia, hipoksia, hipotermia, atau cedera yang menyebabkan trauma.
Tentu saja, koma termasuk kondisi darurat, sehingga kondisi ini harus segera diatasi untuk menyelamatkan nyawa pasien serta fungsi dari otaknya.
Namun, koma juga bisa terjadi secara disengaja dengan menggunakan obat-obatan kimia untuk tujuan medis. Contohnya, untuk menyelamatkan pasien agar tidak merasakan sakit saat proses pemulihan suatu kondisi tertentu.
Seberapa umum kondisi ini?
Siapa saja bisa mengalami kondisi ini, mulai dari balita hingga lansia. Oleh sebab itu, cobalah untuk peka terhadap berbagai hal yang terjadi pada tubuh Anda untuk menghindari kondisi yang satu ini.
Jika Anda merasakan ada suatu hal yang janggal dari tubuh, jangan ragu untuk memeriksakan kondisinya ke dokter.
Tanda dan gejala koma
Untuk memastikan apakah orang terdekat mengalami koma, cobalah perhatikan apakah ada gejala atau tanda dari koma yang muncul, seperti berikut ini.
- Mata yang tertutup.
- Pupil mata tidak bisa merespon cahaya.
- Tidak ada pergerakan pada kaki.
- Tidak ada respons terhadap rasa sakit.
- Napas yang tidak beraturan.
Tidak semua gejala koma mungkin disebutkan di atas. Jika Anda mengetahui orang terdekat memiliki salah satu dari gejala tersebut, lebih baik segera periksakan kondisinya ke dokter atau rumah sakit terdekat untuk mendapatkan penanganan segera.
Penyebab koma
Seseorang yang koma bisa disebabkan oleh banyak hal. Beberapa penyebab terbesar koma di antaranya sebagai berikut.
1. Cedera otak
Cedera pada otak dapat mengganggu fungsi normalnya. Kondisi ini bisa terjadi akibat kecelakaan kendaraan atau tindakan kekerasan yang diarahkan pada kepala.
Bahkan, otak Anda bisa saja mengalami cedera jika tertimpa atau terantuk benda yang cukup keras.
Ada beberapa ciri dari cedera otak penyebab koma, salah satunya adalah kehilangan kesadaran diri, amnesia, atau gangguan saraf seperti lemah otot dan gangguan penglihatan.
Gejala dari kondisi ini bervariasi, ada yang ringan, sedang, hingga berat. Biasanya, hal ini tergantung pada kerusakan yang dialami oleh otak.
Pada tingkatan yang sudah parah, cedera otak dapat menyebabkan pasien mengalami koma hingga meninggal.
2. Stroke
Stroke terbagi atas dua jenis, yaitu stroke sumbatan dan stroke perdarahan.
Stroke sumbatan atau dikenal sebagai stroke iskemik merupakan jenis stroke yang terjadi akibat adanya penyumbatan pada pembuluh darah di otak.
Sementara itu, stroke perdarahan atau stroke hemoragik adalah stroke akibat adanya perdarahan di otak.
Keduanya sama-sama dapat menjadi penyebab terhambatnya atau berkurangnya aliran darah menuju ke otak.
Pada tingkatan yang parah, kedua jenis stroke tersebut bisa menyebabkan pasien mengalami koma untuk beberapa saat karena otak tidak menerima cukup darah sehingga tidak bisa menerima cukup oksigen dan nutrisi yang dibutuhkannya.
3. Tumor otak
Tumor sebenarnya bisa muncul di mana saja. Namun, jika tumor terdapat di dalam otak, apalagi dalam ukuran besar, ia dapat menyebabkan berbagai masalah.
Mulai dari masalah ingatan, gangguan keseimbangan, perdarahan di otak, hilangnya fungsi tubuh, hingga koma.
4. Diabetes
Salah satu komplikasi yang mungkin terjadi akibat diabetes adalah koma.
Kondisi ini termasuk yang dapat membahayakan nyawa, apalagi biasanya koma terjadi akibat kadar gula darah yang terlalu tinggi atau terlalu rendah.
Saat mengalami kondisi ini, Anda tidak sadarkan diri dan tidak bisa memberikan respons terhadap lingkungan di sekitar.
Jika kondisi ini tidak segera diatasi bisa berakibat fatal untuk kesehatan Anda.
5. Infeksi pada otak
Infeksi otak seperti ensefalitis (radang otak) serta meningitis (radang selaput otak) dapat menyebabkan pembengkakan di area otak, sumsum tulang belakang, atau jaringan yang mengelilingi otak.
Infeksi yang sudah tergolong parah berpotensi menyebabkan kerusakan pada otak atau koma.
6. Kejang
Kejang adalah gangguan listrik yang tidak terkontrol dan terjadi secara tiba-tiba pada otak.
Kondisi ini bisa menyebabkan perubahan pada sikap, pergerakan, perasaaan hingga kesadaran diri.
Oleh sebab itu, Anda mungkin saja mengalami koma setelah kejang.
7. Kekurangan oksigen
Pernahkah Anda menyaksikan orang yang baru saja diselamatkan setelah tenggelam di laut dan tidak sadarkan diri?
Dalam kondisi tersebut, orang tersebut sedang mengalami koma karena kekurangan oksigen pada otak.
Hal tersebut juga bisa terjadi pada orang yang baru saja mengalami serangan jantung.
8. Keracunan
Frekuensi terpapar zat beracun seperti karbon monoksida dapat menyebabkan kerusakan pada otak dan koma.
Artinya, semakin sering Anda terpapar zat tersebut, semakin tinggi pula risiko mengalami kondisi ini.
9. Mengonsumsi obat dan minum alkohol secara berlebihan
Melakukan segala sesuatu secara berlebihan memang tidak baik. Hal ini juga berlaku pada kebiasaan mengonsumsi alkohol atau obat.
Meski obat tersebut adalah obat yang diresepkan oleh dokter, tak seharusnya Anda mengonsumsinya terus-menerus atau secara berlebihan, salah satunya karena dapat memicu Anda mengalami koma.
Faktor-faktor risiko koma
Selain penyebab, ada kondisi-kondisi lain yang dapat meningkatkan risiko Anda mengalami kondisi ini, di antaranya sebagai berikut.
- Penyakit serius.
- Diabetes.
- Penyakit jantung.
- Masalah liver atau ginjal.
- Kecenderungan tubuh membentuk gumpalan darah.
- Paparan pada zat beracun, seperti karbon dioksida.
- Penyakit kanker.
- Menjalani kemoterapi.
Sementara itu, faktor risiko yang dapat meningkatkan potensi Anda mengalami cedera otak, salah satu penyebab utama terjadinya koma, ialahs sebagai berikut.
- Bepergian menggunakan kendaraan dengan kecepatan tinggi.
- Kurang tidur.
- Sebelumnya sudah pernah mengalami cedera otak.
Komplikasi koma
Koma memang termasuk kondisi darurat dan dapat membahayakan nyawa. Namun, masih ada kemungkinan sembuh dari kondisi ini.
Bahkan, tidak sedikit pasien yang berhasil sembuh dan terbangun dari “tidur panjangnya”.
Meski begitu, Anda juga perlu mengetahui dan memahami bahwa ada banyak pasien koma yang terus ada pada kondisi yang sama untuk waktu yang cukup lama.
Bahkan, sebagian di antaranya pada akhirnya meninggal setelah koma berkepanjangan.
Tak hanya itu, sebagian dari pasien yang berhasil sadar dari koma akhirnya mengalami cacat tubuh. Berbagai komplikasi dari kondisi ini juga bisa terbentuk saat pasien sedang dalam kondisi koma.
Di antaranya termasuk infeksi saluran kencing, penggumpalan darah di area kaki, dan berbagai masalah kesehatan lainnya.
Diagnosis untuk pasien koma
Apabila orang terdekat Anda mengalami koma, besar kemungkinan bahwa dokter akan membutuhkan banyak informasi mengenai pasien untuk membantu menentukan pengobatan yang sesuai.
Anda mungkin harus mempersiapkan informasi apa saja yang sekiranya akan dibutuhkan oleh dokter.
Oleh karenanya, siapkan berbagai kemungkinan dari pertanyaan dokter yang mungkin harus Anda jawab.
Biasanya, dokter akan bertanya seputar kondisi pasien sebelum mengalami koma, seperti berikut ini.
- Gejala yang muncul sebelum mengalami koma, seperti muntah atau sakit kepala.
- Informasi mendetil mengenai tingkat kesadaran pasien sebelum koma, apakah perlahan menurun atau kehilangan kesadaran diri secara mendadak.
- Riwayat kesehatan dari pasien, termasuk berbagai penyakit yang dimilikinya, seperti stroke atau transient ischaemic attacks (TIA).
- Perubahan uyang baru-baru ini terjadi pada sikap atau kondisi kesehatan pasien.
- Obat-obatan yang digunakan oleh pasien, mulai dari yang diresepkan oleh dokter maupun yang dibeli sendiri di apotek.
Setelah itu, dokter baru akan melakukan beberapa tes untuk melakukan diagnosis menyeluruh terhadap kondisi kesehatan pasien. Tes-tes tersebut di antaranya sebagai berikut.
1. Tes fisik
Pada pelaksanaannya, tes fisik biasanya dilakukan dengan cara berikut ini.
- Memeriksa pergerakan tubuh dan refleks, respons terhadap rasa sakit, dan ukuran pupil pasien.
- Memeriksa pola bernapas dari pasien untuk membantu mendiagnosis penyebab terjadinya koma.
- Melihat kondisi kulit pasien untuk mencari adanya tanda atau gejala seperti memar akibat trauma.
- Berbicara dengan lantang atau memberi tekanan pada sisi-sisi tempat tidur untuk memastikan adanya reaksi seperti suara atau gerakan mata.
- Memastikan pergerakan mata untuk menentukan penyebab dari kondisi ini dan lokasi otak yang mengalami kerusakan.
- Memasukkan cairan dingin atau panas ke dalam saluran telinga untuk melihat adanya reaksi dari mata pasien.
2. Tes laboratorium
Pada tes yang satu ini, dokter biasanya akan meminta izin Anda untuk mengambil sampel darah dari pasien untuk memeriksa beberapa hal, seperti berikut ini.
- Jumlah darah.
- Fungsi glukosa, tiroid, ginjal, dan liver dalam tubuh pasien.
- Tanda atau gejala keracunan karbon monoksida.
- Overdosis akibat penggunaan obat-obatan atau alkohol secara berlebih.
3. Scan otak
Biasanya, untuk memastikan lokasi terjadinya kerusakan pada otak, dokter akan melakukan tes yang melibatkan pengambilan gambar otak dengan cara scanning.
Beberapa tes yang bisa dilakukan termasuk berikut ini.
- CT Scan. CT Scan mampu menunjukkan adanya perdarahan di dalam otak, tumor, stroke, dan berbagai kondisi lainnya yang bisa menjadi penyebab dari koma.
- Magnetic resonance imaging (MRI). MRI bisa mendeteksi adanya kerusakan jaringan otak akibat stroke iskemik, perdarahan pada otak, dan berbagai masalah kesehatan otak lainnya.
- Elektroensefalografi (EEG). Pada pelaksanaannya EGG digunakan dengan cara menempelkan elektroda-elektroda kecil yang ditempelkan di kulit kepala. Alat ini kemudian akan mengukur aktivitas listrik yang terjadi di dalam otak.
Pengobatan untuk pasien koma
Pengobatan awal yang akan dilakukan dokter untuk mengatasi kondisi ini adalah mengatasi penyebabnya dan mencegah terjadinya kerusakan yang lebih parah lagi pada otak.
Melansir dari StatPearls, pasien koma membutuhkan perawatan yang intensif di rumah sakit. Oleh karena itu, intensive care unit (ICU) merupakan tempat yang tepat bagi para pasien ini.
Biasanya, pasien yang sedang koma akan dirawat secara intensif di intensive care unit (ICU).
Jika pasien mengalami kesulitan dalam bernapas, ia akan dipasangi alat medis berupa respirator, sementara penyebabnya akan ditangani sesegera mungkin.
Pada kondisi tertentu, pasien mungkin harus menjalani operasi, seperti cedera di kepala. Hal ini bertujuan untuk menghentikan perdarahan atau mengurangi pembengkakan di otak.
Selama dokter dan tim medis mengatasi penyebab dari koma, sirkulasi darah pasien dan pernapasan pasien harus selalu dalam pengawasan yang ketat.
Bahkan, kebutuhan pasien lain seperti cairan infus dan darah harus selalu tersedia.
Setelah melewati masa kritis dan kondisi pasien mulai stabil, pengobatan yang akan dilakukan adalah menjaga kondisi fisik pasien agar tetap stabil dan sehat, serta menghindari terjadinya berbagai komplikasi.
Contohnya, dengan memberikan nutrisi yang dibutuhkan tubuh, mencegah terjadinya infeksi, hingga menggerakkan tubuh pasien secara rutin demi menghindari terjadinya ulkus debitus atau bedsores.
Namun, ada juga pasien koma yang terus menggerak-gerakkan tubuhnya di luar kendali. Tentu ahli medis profesional harus memperhatikan kondisinya demi mencegah pasien melukai dirinya sendiri tanpa sadar.
Kesimpulan
[embed-health-tool-bmi]