Paralisis adalah istilah medis untuk kelumpuhan. Kondisi ini terjadi karena adanya masalah pada saraf yang berfungsi untuk menggerakkan anggota tubuh tertentu. Kelumpuhan bisa berlangsung sementara atau berlangsung lama bahkan permanen. Mengapa kondisi ini bisa terjadi? Simak di artikel berikut.
Apa itu paralisis?
Paralisis atau kelumpuhan adalah hilangnya fungsi otot di bagian tubuh sehingga menyebabkan otot melemah atau tidak bisa digerakkan sama sekali.
Kelumpuhan disebabkan oleh gangguan pada saraf yang menghantarkan sinyal ke otot-otot.
Ini bisa terjadi bisa terjadi pada sebagian tubuh saja (parsial) atau keseluruhan tubuh. Ini juga bisa berlangsung sementara atau dalam waktu yang lama.
Melansir situs National Library of Medicine, kebanyakan paralisis disebabkan oleh serangan stroke atau cedera parah pada kepala, tulang belakang, atau leher.
Selain itu, kondisi ini bisa disebabkan oleh penyakit saraf, penyakit autoimun, Bell’s palsy, dan polio.
Paralisis adalah kondisi yang umum terjadi. Melansir situs My Cleveland Clinic, 1 dari 50 orang Amerika atau sekitar 5,4 juta orang pernah mengalami hal ini.
Jenis-jenis paralisis
Ada beberapa jenis-jenis paralisis (kelumpuhan) yang dapat dibedakan berdasarkan tingkat keparahannya, jenis saraf yang terkena, dan bagian tubuh yang terdampak.
1. Berdasarkan tingkat keparahan
Berdasarkan tingkat keparahannya, paralisis dibedakan menjadi paralisis temporer (sementara) dan paralisis permanen.
Paralisis temporer
Kelumpuhan hanya berlangsung sementara dan fungsi otot dapat kembali normal.
Contohnya sleep paralysis (ketindihan) dan Bell’s palsy (lumpuh pada sebelah wajah).
Paralisis permanen
Kelumpuhan berlangsung dalam waktu yang lama dan tidak bisa dikembalikan lagi seperti kondisi normal.
2. Berdasarkan luas area yang terdampak
Paralisis juga dapat terjadi pada sebagian (parsial) atau keseluruhan tubuh (komplit).
- Paralisis parsial (paresis), yaitu Anda dapat mengontrol beberapa otot, tetapi tidak semuanya.
- Paralisis komplit, yaitu Anda tidak dapat mengontrol semua gerakan otot.
3. Berdasarkan lokasi yang terdampak
Berdasarkan lokasi saraf yang terkena, paralisis dapat dibedakan menjadi:
- Flaccid, yaitu otot menjadi lembek dan menyusut.
- Spastik, yaitu otot-otot mengencang sehingga membuat sentakan yang tidak terkendali atau kejang.
- Permukaan tubuh yang terkena mengalami mati rasa, nyeri, atau geli.
4. Berdasarkan anggota tubuh yang terdampak
Berdasarkan anggota tubuh yang terdampak, paralisis (kelumpuhan) dapat dibedakan menjadi paralisis lokal dan paralisis general.
Paralisis lokal berdampak pada area tubuh tertentu saja, misalnya wajah, tangan, kaki, atau pita suara.
Sementara paralisis general terjadi pada area tubuh yang lebih luas.
Kondisi ini dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu sebagai berikut.
- Diplegia: kelumpuhan terjadi pada area yang sama di kedua sisi tubuh. Misalnya kedua lengan, kedua kaki atau kedua sisi wajah.
- Hemiplegia: kelumpuhan mempengaruhi satu sisi tubuh. Misalnya lengan dan kaki sebelah kiri saja.
- Monoplegia: Anda tidak dapat menggerakkan salah satu anggota tubuh. Misalnya salah satu lengan atau salah satu kaki.
- Paraplegia: kelumpuhan terjadi pada kedua kaki dan kadang-kadang batang tubuh.
- Quadriplegia (tetraplegia): kelumpuhan melibatkan semua anggota badan (dari leher ke bawah). Penderita mungkin hanya mampu menggerakkan sedikit atau tidak sama sekali.
Mengapa kelumpuhan bisa terjadi?
Paralisis terjadi karena adanya masalah pada sistem saraf yang mengontrol gerakan otot sehingga menyebabkan kelumpuhan.
Sistem saraf adalah sistem yang memberikan perintah dan komunikasi pada tubuh Anda.
Sistem ini bertugas untuk mengirimkan sinyal dari otak ke seluruh tubuh dan memberi tahu apa yang harus dilakukan.
Jika sesuatu merusak sistem saraf, pesan yang diinginkan oleh otak Anda tidak bisa diteruskan sampai ke otot.
Misalnya, Anda ingin menggerakkan lengan tetapi ia tidak merespon atau merespons sedikit saja.
Paralisis (kelumpuhan) bisa disebabkan oleh berbagai faktor. Mulai dari penyakit bawaan lahir, penyakit yang baru muncul setelah dewasa, atau karena cedera.
Hindari menebak-nebak penyakit yang menyebabkan Anda menjadi lumpuh. Sebaiknya periksakan diri ke dokter untuk mengetahuinya.
Apa saja penyebab paralisis?
Melansir situs National Health Service, beberapa kondisi yang menjadi penyebab utama paralisis adalah sebagai berikut.
1. Stroke
Stroke merupakan penyebab kelumpuhan yang paling sering.
Ini ditandai dengan kelemahan pada salah satu sisi wajah, lengan, atau kaki, juga disertai kesulitan berbicara.
Paralisis dapat terjadi pada stroke akibat penyumbatan pembuluh darah (ischemic stroke), akibat pecahnya pembuluh darah (hemorrhagic stroke), ataupun pada stroke ringan (TIA).
2. Bell’s palsy
Paralisis juga bisa terjadi karena kelemahan atau kelumpuhan otot-otot pada sebelah sisi wajah yang disebut Bell’s palsy.
Kondisi ini biasanya disertai nyeri pada telinga dan wajah.
Berbeda dengan kelumpuhan wajah akibat stroke, Bell’s palsy pada umumnya bersifat sementara dan bisa sembuh dalam beberapa minggu.
3. Cedera
Rusaknya jaringan saraf yang menyebabkan otot lumpuh juga bisa disebabkan oleh cedera yang mengenai otak, tulang belakang, atau leher.
Otak yang berhubungan dengan leher dan tulang belakang merupakan sistem saraf pusat.
Cedera pada salah satu bagian tersebut dapat menyebabkan sistem saraf terganggu.
4. Penyakit saraf
Beberapa penyakit yang menyerang saraf juga bisa menyebabkan kelumpuhan, seperti multiple sclerosis, myasthenia gravis, atau hypokalemia periodic paralysis.
Ini biasanya ditandai dengan melemahnya otot pada wajah, tangan, dan kaki yang kadang muncul kemudian hilang.
Penyebab lainnya
Selain penyakit-penyakit di atas, kondisi-kondisi lain yang bisa menyebabkan paralisis antara lain:
- tumor pada otak,
- distrofi otot dan Friedreich’s ataxia,
- penyakit saraf motorik, atrofi otot tulang belakang, dan Lambert-Eaton mysathenic syndrome,
- penyakit autoimun seperti Guillain-Barré syndrome,
- penyakit saraf bawaan lahir seperti spina bifida dan cerebral palsy,
- penyakit Lyme yaitu infeksi bakteri pada saraf akibat gigitan kutu,
- penyakit akibat infeksi virus polio, serta
- tumor pada saraf, kanker kulit melanoma, atau kanker kepala dan leher.
Apa saja tanda dan gejala paralisis?
Gejala utama paralisis adalah ketidakmampuan menggerakkan sebagian atau keseluruhan tubuh sesuai keinginan.
Kelumpuhan dapat disertai dengan hilangnya indra peraba tergantung pada bagian tubuh yang terdampak.
Kelumpuhan dapat berlangsung secara mendadak, biasanya yang disebabkan oleh stroke atau cedera saraf tulang belakang.
Namun bisa pula terjadi secara bertahap. Mulai dari hilangnya kontrol otot secara berangsur-angsur, diikuti kram otot, kesemutan dan mati rasa pada anggota tubuh tertentu.
Bagaimana mendiagnosa kondisi ini?
Untuk mendiagnosa paralisis, dokter akan memeriksa Anda dan menanyakan cedera atau kecelakaan yang pernah Anda alami.
Untuk kelumpuhan yang berlangsung bertahap, dokter akan menanyakan sejak kapan dan bagaimana Anda mulai mengalami gejala tersebut.
Selain itu, dokter juga akan melakukan pemeriksaan-pemeriksaan berikut.
- Foto sinar-X untuk mencari tahu adanya kerusakan tulang yang menyebabkan saraf rusak.
- CT scan atau MRI untuk mencari tahu tanda-tanda stroke atau cedera pada otot dan tulang belakang.
- Myelogram, yaitu tes menggunakan sinar-X dan pewarna khusus untuk melihat gambaran saraf tulang belakang.
- Electromyogram untuk mengetahui aktivitas kelistrikan saraf dan otot.
- Tes pungsi lumbal yaitu tes cairan tulang belakang untuk mendeteksi adanya infeksi, peradangan, dan gangguan seperti multiple sclerosis.
Apa saja komplikasi paralisis?
Bukan hanya menyebabkan Anda sulit bergerak, kelumpuhan juga dapat menyebabkan masalah pada fungsi tubuh Anda lainnya.
Di antaranya muncul masalah pada pernapasan, detak jantung, peredaran darah, dan pencernaan. Ini juga berpengaruh pada psikologis Anda.
Komplikasi yang dapat terjadi tergantung pada tipe dan kondisi paralisis yang dialami.
Beberapa komplikasi yang bisa ditimbulkan antara lain sebagai berikut.
- Kesulitan bernapas, batuk, dan berisiko pneumonia.
- Penggumpalan darah dan trombosis vena dalam.
- Kesulitan menelan dan berbicara.
- Depresi dan kecemasan.
- Disfungsi ereksi dan masalah seksual lainnya.
- Tekanan darah yang terlalu tinggi atau terlalu rendah, serta masalah jantung.
- Inkontinensia urin (beser) dan kehilangan kontrol usus.
- Lecet atau luka pada permukaan kulit karena terlalu lama duduk atau berbaring.
Bagaimana mengobati paralisis?
Pada umumnya kelumpuhan yang bersifat sementara, seperti Bell’s palsy dan sleep paralysis, dapat sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan khusus.
Namun, untuk kelumpuhan yang bersifat permanen, belum ada pengobatan yang mampu mengembalikan fungsi otot seperti semula.
Meski begitu, ada beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk menangani kondisi ini antara lain sebagai berikut.
1. Terapi rehabilitasi medik
Meskipun fungsi otot mungkin tidak bisa dikembalikan 100 persen, tetapi terapi rehabilitasi medik bisa dilakukan untuk melatih otot agar bisa digerakkan semaksimal mungkin.
Terapi ini termasuk fisioterapi, terapi okupasi, terapi wicara, terapi sensori, dan terapi sinar inframerah.
2. Pemberian obat-obatan
Selain terapi, dokter mungkin memberikan obat-obatan bila Anda mengalami nyeri, kekakuan, dan kejang otot.
Obat-obatan juga perlu disesuaikan dengan penyakit komplikasi yang ditimbulkan akibat paralisis yang Anda alami.
3. Penggunaan alat bantu
Selain upaya-upaya di atas, pertimbangkan pula penggunaan alat bantu.
Tujuannya untuk membantu Anda agar lebih mandiri dan tidak bergantung pada orang lain, seperti:
- tongkat, kruk, atau kursi roda yang bisa dijalankan sendiri,
- peralatan khusus yang membantu Anda makan sendiri atau mengemudi, atau
- teknologi yang bisa diaktifkan melalui sensor suara.
Peralatan-peralatan ini dapat disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan masing-masing.
Bagaimana mencegah kondisi ini?
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, paralisis pada umumnya disebabkan oleh stroke dan cedera pada kepala atau tulang belakang.
Oleh sebab itu, untuk mencegah kelumpuhan, Anda perlu menghindari faktor-faktor risiko stroke seperti:
- tekanan darah tinggi,
- diabetes,
- kolesterol tinggi,
- berat badan berlebih,
- konsumsi minuman beralkohol, dan
- penggunaan narkoba.
Di samping itu, untuk menghindari cedera pada kepala atau tulang belakang, pastikan Anda menjaga keamanan saat melakukan aktivitas yang berisiko.
Lakukan hal-hal seperti:
- mengenakan sabuk pengaman saat berkendara,
- memakai helm saat mengendarai motor, berada di lokasi konstruksi, dan beraktivitas yang berbahaya,
- tidak berkendara saat mabuk, mengantuk, atau di bawah pengaruh obat-obatan, serta
- upaya-upaya keselamatan lainnya.
Jika ada pertanyaan seputar kondisi ini, konsultasikan lebih lanjut dengan dokter.
[embed-health-tool-bmi]