Sebagian besar orang yang sehat bisa mengulang perkataan orang lain secara sengaja dengan maksud dan tujuan tertentu. Namun, ada beberapa orang yang sering mengulang perkataan orang lain karena kondisi medis yang dimilikinya. Pengulangan kata yang tak biasa ini disebut juga dengan echolalia. Agar lebih jelas mengenai echolalia, simak ulasan berikut ini.
Apa itu echolalia?
Echolalia atau ekolalia adalah kondisi medis yang terjadi ketika seseorang mengulang kata, frasa, atau suara yang ia dengar dari orang lain.
Echolalia umum terjadi pada anak dengan autisme atau autism spectrum disorder (ASD). Ini merupakan cara berkomunikasi mereka yang khas yang membedakan dengan orang lainnya.
Meski begitu, perlu Anda pahami bahwa echolalia sebenarnya menjadi bagian dari perkembangan anak, yaitu ketika si Kecil belajar untuk berbicara.
Saat belajar bicara, anak cenderung meniru perkataan orangtua atau gurunya yang sama berulang kali atau dari video yang sering ia tonton dan dengar.
Namun, saat anak sudah masuk usia 2 hingga 3 tahun, ekolalia mulai menurun dan hilang dengan sendirinya seiring dengan bertambahnya kemampuan bicara anak.
Meski begitu, pada anak dengan autisme, ekolalia tidak hilang dan terus menjadi cara berkomunikasinya yang khas.
Bahkan, para ahli menyebut, ekolalia menjadi cara normal bagi anak autisme untuk mematangkan kemampuan kognitif dan bahasanya.
Selain anak dengan autisme, ekolalia bisa terjadi pada anak atau orang dewasa dengan gangguan saraf atau cacat perkembangan tertentu.
Orang dengan kondisi ini biasanya sulit untuk berkomunikasi dengan orang lain secara normal, sehingga menggunakan ekolalia sebagai bentuk respons terhadap kesulitan tersebut.
Jenis echolalia yang umum terjadi
Ada dua jenis ekolalia yang umumnya dialami oleh seseorang. Berikut adalah kedua tipe ekolalia yang dimaksud.
1. Immediate echolalia atau ekolalia langsung
Seseorang dengan jenis ekolalia ini mengulang perkataan atau suara yang baru saja didengar.
Misalnya, saat orangtua mengatakan “waktunya mandi”, anak justru ikut mengatakan “waktunya mandi” ketimbang langsung mandi sebagaimana perintahnya.
Meski begitu, pada penderita autisme, ekolalia langsung merupakan caranya untuk mengatakan kepada orang lain bahwa ia sedang mencerna apa yang orang lain katakan.
2. Delayed echolalia atau ekolalia tertunda
Sesuai namanya, seseorang dengan jenis ekolalia ini mengulang perkataan atau suara beberapa saat setelah ia mendengarnya.
Lamanya jeda waktu antara yang didengar dan diucapkan bisa beberapa menit atau bahkan setahun setelah ucapan tersebut ia dengar. Kata-kata ini pun bisa diucapkan kapan saja dan di mana saja.
Baik jenis langsung maupun tertunda, keduanya dapat bersifat komunikatif atau nonkomunikatif.
Ekolalia komunikatif berarti seseorang memiliki makna atau tujuan untuk berkomunikasi ketika mengulang ucapan orang lain. Ini bisa berarti meminta, menegaskan, atau bahkan memprotes.
Sementara nonkomunikatif berarti pengulangan kata yang dilakukan tanpa memiliki tujuan komunikatif yang jelas.
Apa saja gejala echolalia?
Gejala utama echolalia adalah pengulangan kata atau suara yang didengar. Pengulangan tersebut bisa dilakukan begitu pembicaraan selesai atau dalam beberapa waktu setelah mendengarnya.
Selain pengulangan kata tersebut, beberapa gejala lainnya juga bisa terjadi. Pada anak autisme, ekolalia sering terjadi bersamaan dengan ciri-ciri autisme lainnya ketika ia berkomunikasi.
Berikut adalah beberapa gejala lain yang mungkin timbul.
- Berbicara dengan nada atau ritme yang berbeda dengan orang pada umumnya, seperti menggunakan suara nyanyian atau ucapan yang kaku seperti robot.
- Tampak tidak memahami pertanyaan atau ucapan orang lain.
- Bisa bersikap pasif, agresif, atau mengganggu saat berinteraksi.
- Tidak dapat memahami atau menafsirkan ekspresi wajah orang lain atau postur tubuh dan nada suaranya.
- Tidak melakukan kontak mata dan tidak menunjukkan ekspresi wajah saat berinteraksi.
- Cenderung tidak melanjutkan percakapan, hanya mengulang ucapan atau pertanyaan yang didengarnya.
Selain gejala di atas, ekolalia bisa membuat anak autisme merasa frustrasi atau bahkan cemas dan depresi akibat kesulitan komunikasi yang dialaminya.