Mononukleosis atau penyakit mono mungkin jarang terdengar di Indonesia karena kasusnya yang langka. Meski demikian, kelompok virus yang menyebabkannya, yaitu virus herpes, banyak ditemukan di lingkungan sehari-hari.
Apa saja gejala mononukleosis yang perlu diwaspadai? Apakah penyakit infeksi ini berbahaya? Simak jawabannya berikut ini.
Apa itu mononukleosis?
Mononukleosis (mononucleosis) adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus Epstein-Barr (EBV). Virus ini termasuk ke dalam kelompok virus herpes.
Infeksinya bisa menyebabkan demam, sakit tenggorokan, dan radang kelenjar getah bening pada leher. Oleh karena itu, mononukleosis sering disebut sebagai penyakit demam kelenjar.
Virus penyebab mononukleosis dapat menular dengan mudah melalui air liur.
Cara penularannya termasuk melalui ciuman, droplet (percikan cairan) yang dikeluarkan saat bersin atau batuk, dan berbagi peralatan makan dan minum dengan orang yang terinfeksi.
Komplikasi yang paling serius dari mononukleosis adalah pembengkakan limpa. Namun, biasanya kondisi tidak berbahaya dan akan hilang dengan sendirinya.
Seberapa umumkah penyakit demam kelenjar?
Mononukleosis merupakan penyakit yang lebih sering menyerang remaja pada usia 15 hingga 17 tahun.
Akan tetapi, infeksi EBV sendiri sebenarnya dapat terjadi pada setiap kelompok usia.
Anda dapat mencegah demam kelenjar dengan mengurangi faktor risiko yang ada. Silakan diskusikan dengan dokter untuk mendapatkan informasi lebih lanjut.
Tanda-tanda dan gejala mononukleosis
Gejala penyakit demam kelenjar seringkali mirip dengan penyakit flu. Akibatnya, penyakit ini sulit untuk dikenali pada awalnya.
Meski begitu, beberapa tanda dan gejala umum dari penyakit mononukleosis yakni:
Sebagian besar orang yang mengalami mononukleosis mengalami gejala yang ringan. Akan tetapi, mungkin saja ada beberapa tanda atau gejala yang tidak tercantum di atas.
Jika Anda mempunyai kekhawatiran terhadap gejala tertentu, silakan temui dokter Anda.
Terutama jika gejala tidak juga mereda dalam waktu lebih dari empat minggu dan telah menghambat aktivitas sehari-hari Anda.
Penyebab mononukleosis
Penyebab mononukleosis adalah infeksi virus Epstein-Barr (EBV).
Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC), EBV merupakan anggota dari keluarga virus herpes dan termasuk salah satu virus yang paling umum menginfeksi manusia di seluruh dunia.
Penyakit lain yang disebabkan virus herpes yaitu herpes kulit yang menyerang mulut, herpes genital, dan herpes zoster (cacar api).
EBV dapat menular melalui kontak langsung dengan air liur dari mulut orang yang terinfeksi, tetapi tidak dapat ditularkan melalui kontak darah.
Anda dapat terpapar virus penyebab demam kelenjar melalui batuk atau bersin, berciuman, atau berbagi makanan atau minuman dengan orang yang terinfeksi.
Biasanya diperlukan 4–8 minggu bagi gejala untuk muncul setelah Anda terinfeksi.
Pada remaja dan dewasa, infeksi ini menyebabkan gejala yang dapat diamati pada 35–50% kasus.
Pada anak-anak, infeksi virus Eipstein-Barr biasanya tidak menimbulkan gejala sehingga sering kali tidak dapat dikenali.
Faktor risiko mononukleosis
Saat ini, belum ada informasi yang cukup jelas untuk menentukan faktor apa saja yang dapat meningkatkan risiko seseorang untuk terjangkit mononukleosis.
Meski begitu, apabila Anda tidak memiliki faktor risiko, bukan berarti Anda tidak bisa terkena mononukelosis.
Kelompok yang rentan terpapar virus penyebab mononukleosis antara lain:
- remaja dan orang dewasa berusia 15 hingga 30 tahun,
- tenaga medis,
- pengasuh, dan
- orang yang menggunakan obat-obatan yang menekan sistem kekebalan tubuh.
Diagnosis penyakit demam kelenjar
Dokter akan memeriksa riwayat medis Anda dan memperhatikan kondisi beberapa bagian tubuh Anda, seperti leher, tenggorokan, dan perut.
Pada pemeriksaan fisik, dokter dapat mencurigai adanya mononukleosis berdasarkan gejala Anda, termasuk berapa lama gejala tersebut telah berlangsung.
Dokter juga akan mencari tahu apakah terjadi pembengkakan pada kelenjar getah bening, amandel, hati atau limpa, lalu mempertimbangkan bagaimana tanda-tanda ini berkaitan dengan gejala yang Anda alami.
Dokter mungkin akan melakukan tes darah dan tenggorokan untuk memastikan pemeriksaan serta peluang adanya penyakit lain.
Ada beberapa tes lain yang dapat dilakukan dokter untuk mendiagnosis mononukleosis. Berikut dua di antaranya.
1. Tes antibodi
Jika diperlukan konfirmasi tambahan, dokter dapat melakukan tes monospot untuk mendeteksi antibodi virus Epstein-Barr di dalam darah.
Tes skrining ini dapat memberikan hasil dalam satu hari, tetapi mungkin tidak mendeteksi infeksi dalam minggu pertama penyakit ini.
Tes antibodi yang berbeda mungkin memerlukan waktu yang lebih lama untuk menunjukkan hasil. Akan tetapi, tes tersebut bisa saja mendeteksi penyakit ini bahkan dalam minggu pertama gejala.
2. Perhitungan sel darah putih
Dokter dapat menggunakan tes darah lainnya untuk mendeteksi mononukleosis, misalnya melihat apakah terjadi peningkatan jumlah sel darah putih atau apakah ada sel darah putih yang abnormal.
Tes darah ini memang tidak digunakan untuk mengonfirmasi mononukleosis, tetapi bisa menunjukkan penyakit tersebut sebagai salah satu kemungkinan penyebab dari gejala yang Anda alami.
Pengobatan mononukleosis
Tujuan pengobatan mononukleosis ialah untuk meringankan gejala penyakit. Dokter dapat meresepkan obat steroid seperti prednison apabila gejala semakin parah.
Beberapa hal yang bisa Anda lakukan untuk meringankan gejala mononukleosis adalah:
Anda juga harus menghindari olahraga bila mengalami pembengkakan limpa untuk mencegah pecahnya limpa.
Perawatan demam kelenjar di rumah
Perubahan gaya hidup dan pengobatan rumahan berikut dapat membantu Anda mengatasi demam kelenjar.
- Istirahat dan minum air yang cukup untuk menjaga keseimbangan cairan dalam tubuh.
- Tanyakan pada dokter terkait semua obat yang Anda konsumsi, baik dengan atau tanpa resep.
- Katakan kepada dokter jika Anda mengalami nyeri pada perut atau bahu.
- Usahakan untuk menghindari ciuman atau menggunakan alat makan yang sama dengan orang yang terinfeksi.
- Cuci tangan Anda sesering mungkin.
- Jangan berolahraga hingga benar-benar dinyatakan sembuh.
- Minum obat pereda nyeri yang dijual bebas di apotek, seperti ibuprofen atau paracetamol.
Orang sehat yang pernah memiliki riwayat penyakit ini dapat membawa dan menularkan infeksi secara berkala. Meski begitu, Anda tak perlu khawatir, sebab mononukleosis dapat dicegah.
Seseorang yang pernah terinfeksi EBV akan membentuk antibodi untuk melawan infeksi ini. Orang-orang pun biasanya terkena penyakit ini hanya satu kali seumur hidup.
Sebagai tambahan, secara umum mononukleosis pun jarang terjadi di Indonesia.
Bila ada pertanyaan lebih lanjut, konsultasikanlah dengan dokter untuk mendapatkan solusi terbaik atas masalah Anda.