backup og meta
Kategori
Cek Kondisi
Tanya Dokter
Simpan
Konten

Informasi Seputar Vaksin Hepatitis Berdasarkan Jenis Virusnya

Ditinjau secara medis oleh dr. Mikhael Yosia, BMedSci, PGCert, DTM&H. · General Practitioner · Medicine Sans Frontières (MSF)


Ditulis oleh Fidhia Kemala · Tanggal diperbarui 07/09/2023

Informasi Seputar Vaksin Hepatitis Berdasarkan Jenis Virusnya

Definisi

Apa itu vaksin hepatitis?

Vaksin hepatitis adalah salah satu cara mencegah penularan penyakit hepatitis. Hepatitis virus adalah penyakit menular yang dapat menyebabkan kerusakan hati. Penyakit ini menjadi salah satu penyebab utama dari penyakit liver yang serius, seperti sirosis, kanker hati, dan gagal hati. 

Penularan hepatitis dapat terjadi dari orang ke orang. Itu sebabnya, program vaksinasi hepatitis dimanfaatkan untuk mencegah penularan virus sekaligus menghentikan penyebaran hepatitis. 

Meski begitu, tidak semua jenis hepatitis dapat dicegah dengan vaksin. Sejauh ini baru ada dua hepatitis yang bisa dicegah dengan vaksinasi, yaitu hepatitis A dan hepatitis B. 

Sementara itu, hepatitis C baru memasuki tahap penelitian dalam membuat injeksi untuk mencegah penyakit tersebut, sedangkan dua lainnya belum tersedia.

Hepatitis A

Apa manfaat vaksin hepatitis A? 

Hepatitis A adalah penyakit hepatitis dengan tingkat penularan yang tinggi. Pasalnya, virus penyebab penyakit ini (HAV) mudah berpindah dari orang ke orang lainnya lewat konsumsi makanan dan minuman. 

Selain itu, penularan hepatitis A juga bisa terjadi lewat hubungan seksual dan paparan feses yang terkontaminasi oleh virus. Kehadiran vaksin hepatitis A dapat menekan jumlah kasus penyakit ini. 

Meski begitu, wabah penyakit hepatitis A masih bisa terjadi di antara kelompok orang yang tidak divaksin. 

Kapan jadwal vaksinasi hepatitis A? 

Vaksin yang diberikan untuk mencegah penularan hepatitis A adalah formaldehyde-inactive vaccines. WHO menganjurkan vaksin hepatitis A diberikan pada bayi berumur 1 tahun atau lebih. 

Selain itu, pemberian vaksin juga dilakukan sebanyak dua kali, yakni ketika anak di bawah umur 5 tahun, vaksinasi diberikan saat berusia 12 dan 23 bulan. Setiap kali vaksinasi, dosis yang diberikan untuk anak berumur sampai 15 tahun yaitu 0,5 ml.

Sementara itu, orang dewasa yang belum pernah mendapatkan vaksin akan dilakukan sebanyak dua kali dalam rentang waktu 6 bulan dari vaksin pertama. Dosis yang diberikan sebanyak 1 ml untuk setiap pemberian vaksin. 

Bila kurang jelas, silakan tanyakan kepada dokter atau petugas rumah sakit untuk mendapatkan solusi yang tepat. 

Siapa yang membutuhkan vaksin ini? 

Dilansir dari CDC, ada beberapa kelompok yang dianjurkan untuk mendapatkan vaksin hepatitis A, yaitu: 

  • anak berusia 12 – 23 bulan, 
  • anak dan remaja berumur 2 – 18 tahun yang belum divaksin, 
  • wisatawan luar negeri, 
  • pria yang berhubungan seks dengan pria, 
  • pengguna obat-obatan injeksi atau non-injeksi, 
  • tinggal bersama orang yang terinfeksi hepatitis A,
  • pekerja yang berisiko terpapar infeksi virus hepatitis A, 
  • penderita HIV, 
  • memiliki riwayat penyakit hati kronis, serta
  • orang yang ingin mendapatkan perlindungan terhadap hepatitis A. 

Adakah efek samping dari vaksin hepatitis A?

Sama seperti pemberian vaksin lainnya, setelah mendapatkan vaksin hepatitis A, Anda mungkin mengalami beberapa kondisi kesehatan tertentu, meliputi:

  • rasa sakit atau kemerahan di tempat suntikan, 
  • demam,
  • sakit kepala, 
  • reaksi alergi, 
  • kelelahan, atau
  • kehilangan nafsu makan. 

Pada kasus yang langka, beberapa orang kehilangan kesadaran. Itu sebabnya, Anda perlu petugas kesehatan bila merasa pusing atau telinga berdenging usai diberikan vaksin. 

Hepatitis B

Apa fungsi vaksin hepatitis B? 

Sama seperti vaksin lainnya, vaksin hepatitis B berperan penting dalam mencegah penyebaran virus hepatitis B (HVB). Hepatitis B adalah penyakit hepatitis yang dapat menyebabkan gejala ringan hingga berat dan berlangsung cukup lama. 

Beberapa orang mungkin tidak mengalami gejala hepatitis B yang berat, tetapi tidak sedikit pula yang mengalami masalah kesehatan yang serius. Selain itu, baik hepatitis B akut maupun kronis masih dapat menularkan virusnya ke orang lain. 

Agar hal ini tidak terjadi pada Anda, manfaatkan program vaksin sebagai cara mencegah penyakit ini. 

Vaksin hepatitis B (HepB) mengandung antigen HBV (HBsAg) yang terserap dalam alumunium hidroksida. Antigen HBV ini lantas akan mengaktifkan bagian sel T pada sistem imun untuk mengendalikan perkembangan virus hepatitis B. 

Vaksinasi hepatitis B nantinya akan membentuk sistem imun di dalam tubuh yang mampu menghalau serangan infeksi HVB. 

Kapan jadwal vaksinasi hepatitis B? 

Bayi yang baru lahir adalah kelompok yang perlu langsung diberikan vaksin hepatitis B dalam waktu kurang dari 12 jam. Bila bayi yang lahir berasal dari ibu yang terinfeksi hepatitis B, vaksinasi perlu disertai dengan pemberian imunoglobulin hepatitis B (HBIg). 

Selanjutnya, bayi akan kembali menerima vaksinasi hepatitis B setelah berusia 2 bulan, 9 bulan, dan 15 bulan. Masing-masing pada waktu tersebut akan diberikan dosis sebanyak 0,5 ml. 

Bagi remaja atau orang dewasa yang belum menerima vaksin, mereka masih bisa mendapatkan perlindungan yang sama. Namun, vaksinasi akan dilakukan sebanyak 3 – 4 kali dengan dosis berkisar antara 5 – 20 mg atau setara 0,5 hingga 1 ml.

Bila sudah mendapatkan divaksin tiga kali, perlindungannya akan berathan hingga 20 tahun atau sampai seumur hidup. Maka dari itu, Anda tidak membutuhkan pemberian vaksin ulang ketika sudah divaksin sebanyak tiga kali. 

Siapa yang membutuhkan vaksin? 

Ada sejumlah kelompok yang memiliki tingkat risiko terinfeksi hepatitis B lebih tinggi dibandingkan yang lainnya. Jika belum mendapatkan vaksin, disarankan untuk memperoleh vaksinasi segera. 

Kelompok yang cukup berisiko terpapar virus hepatitis B meliputi: 

  • tinggal bersama dengan orang yang terinfeksi hepatitis B, 
  • berhubungan seks dengan lebih dari satu pasangan dalam jangka panjang, 
  • menjalani pengobatan dengan injeksi jarum suntik, 
  • pria yang berhubungan seks dengan pria lainnya, 
  • membuat tato atau tindik dengan jarum, 
  • petugas kesehatan yang berisiko terpapar darah atau cairan tubuh, 
  • penderita penyakit kronis, seperti sakit ginjal, infeksi HIV, atau diabetes, dan
  • wisatawan yang berkunjung ke daerah dengan tingkat hepatitis B yang tinggi.
  • Apa efek samping dari vaksin ini?

    Vaksin hepatitis B adalah salah satu vaksin yang dinilai aman dan efektif digunakan sebagai upaya pencegahan penyakit. Meski begitu, ada sejumlah efek samping yang mungkin dirasakan beberapa orang setelah mendapatkan vaksin, seperti: 

    • kulit memar saat disuntikkan vaksin, 
    • demam,
    • kehilangan kesadaran diri (pingsan), 
    • nyeri pada bahu setelah disuntik, dan
    • reaksi alergi

    Kabar baiknya, efek samping di atas cukup jarang terjadi. Namun, beritahu dokter ketika Anda mengalami gejala yang mengganggu usai disuntikkan vaksin hepatitis B. 

    Hepatitis C

    Adakah vaksin untuk mencegah hepatitis C? 

    Berbeda dengan hepatitis A dan B, hingga saat ini belum ditemukan vaksin untuk penyakit hepatitis C yang diedarkan secara luas. Meski begitu, para ahli tengah mencoba mengembangkan vaksinasi ini sejak 30 tahun lamanya, tepatnya saat penyakit hepatitis C ditemukan. 

    Beberapa jenis vaksin ini telah dikembangkan selama dekade terakhir dan tengah menjalani uji coba terbatas pada manusia. 

    Dilansir dari Mayo Clinic, para peneliti sedang menguji terapi vaksin pada penderita hepatitis C kronis. Hal ini bertujuan untuk melihat apakah vaksin ini dapat membantu tubuh merespons kekebalan tubuh. 

    Metode ini juga menentukan tingkat keefektifan dan apakah aman digunakan di masa mendatang.

    Mengapa vaksinasi hepatitis C sulit dikembangkan? 

    Ada dua hal yang menjadi faktor penyebab vaksin hepatitis C menjadi sulit dikembangkan. 

    Pertama, virus hepatitis C lebih bervariasi dibandingkan virus hepatitis A dan B. Hepatitis C terdiri dari tujuh genotip dengan sekitar 60 subtipe. Genotip yang berbeda membuat infeksi di berbagai belahan dunia, sehingga vaksin global harus bisa melindungi dari semua varian virus. 

    Kedua, keterbatasan uji coba pada hewan. Infeksi hepatitis C pada simpanse memang mirip dengan infeksi pada manusia. Namun, biaya dan kode etik membatasi penelitian medis terhadap hewan-hewan tersebut. 

    Walaupun vaksinasi masih dalam tahap pengembangan, pengobatan baru kini sudah bisa digunakan untuk menyembuhkan pasien hepatitis C. Selain itu, Anda juga bisa mempraktikkan perilaku yang bersih untuk mencegah penyakit ini.

    Hepatitis D

    Adakah vaksin hepatitis D? 

    Sebagai salah satu penyakit hepatitis yang cukup jarang terjadi, belum ada vaksin yang bisa mencegah hepatitis D. Walaupun demikian, Anda bisa mencoba alternatif lain agar tidak tertular penyakit ini, yaitu mendapatkan vaksinasi hepatitis B. 

    Hepatitis D hanya terjadi pada orang yang sudah terinfeksi hepatitis B. Hal ini dikarenakan virus hepatitis D termasuk virus yang tidak lengkap. Itu sebabnya, virus ini membutuhkan inang HBV untuk bereplikasi. 

    Sayangnya, vaksinasi hanya dapat bekerja melindungi dari hepatitis D saat Anda belum terinfeksi hepatitis B. 

    Hepatitis E

    Bagaimana dengan vaksinasi hepatitis E? 

    Hepatitis E adalah penyakit zoonis yang tengah berkembang dan menjadi salah satu ancaman serius bagi kesehatan, termasuk ibu hamil. Hingga saat ini belum ada obat khusus untuk mengatasi hepatitis ini. 

    Itu sebabnya, pengembangan vaksin diperlukan untuk mencegah penularan virus hepatitis E. Sejauh ini sudah ada beberapa calon vaksinasi yang dapat melawan HEV. Namun, hanya vaksin yang dikembangkan oleh perusahaan Tiongkok yang baru mendapatkan izin dari negaranya sendiri. 

    Meski begitu, pengedaran vaksin tersebut hanya berlaku di negara Tiongkok, sehingga vaksin yang beredar secara luas di negara lain belum tersedia hingga saat ini. 

    Bila memiliki pertanyaan lebih lanjut, silakan hubungi dokter untuk mendapatkan solusi yang tepat untuk Anda.

    Catatan

    Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan.

    Ditinjau secara medis oleh

    dr. Mikhael Yosia, BMedSci, PGCert, DTM&H.

    General Practitioner · Medicine Sans Frontières (MSF)


    Ditulis oleh Fidhia Kemala · Tanggal diperbarui 07/09/2023

    advertisement iconIklan

    Apakah artikel ini membantu?

    advertisement iconIklan
    advertisement iconIklan