Seperti biasa, saya kemudian menyiapkan administrasi untuk pemeriksaan calon pendonor di rumah sakit terdekat dengannya. Setelah administrasi selesai saya kemudian mengirim biaya pemeriksaan ke rumah sakit tersebut.
Namun calon pendonor itu marah dan berkata, “Ibu kenapa nggak transfer ke saya? Saya kan sudah bersedia donor dengan suka rela.” Merasa tak enak hati, saya akhirnya mengambil uang telah saya kirimkan ke rumah sakit dan mengirimnya ke rekening pribadi si calon pendonor.
Pikiran buruk yang pernah terlintas di benak saya akhirnya terjadi. Calon pendonor itu hilang tak ada kabar dan tak bisa saya hubungi lagi setelah saya mengiriminya uang.
Bukan sekali dua kali saya mengalami hal tersebut.
Pengumuman telah disebar di mana-mana, ratusan juta uang telah keluar, belasan calon telah diperiksa. Pilihannya selalu jatuh pada penipuan atau ketidakcocokan calon pendonor.
Rasa lelah fisik dan mental menggerogoti saya, membuat saya terkadang tidak fokus menyaring calon-calon pendonor hingga akhirnya berulang kali tertipu. Selain itu, saya juga harus berhati-hati agar tidak masuk jebakan orang-orang jahat penjual organ.
Soal transplantasi atau cangkok organ tubuh di Indonesia saat itu memang sudah dilindungi undang-undang kesehatan. Tapi tindak pidana dan penipuan jual beli organ harus tetap diwaspadai.
Mendapatkan donor cangkok hati

Jelang pertengahan 2011 saya memiliki dua calon pendonor hati untuk suami saya. Keduanya berasal dari Jakarta sehingga saya bisa langsung bertatap muka dengan si calon pendonor itu. Keduanya laki-laki berusia 20-an yang tampak sehat. Mereka berdua saya periksakan langsung di RSCM.
Satu demi satu tahap pemeriksaan dilalui dengan lancar dan keduanya sama-sama dinyatakan cocok hingga lolos screening tahap akhir. Dokter menyarankan memilih satu yang kondisinya dinilai paling sehat.
Saya mengikuti saran dokter meski pemuda ini sebenarnya tak terlalu saya sukai karena cara bicaranya yang kasar dan selalu meminta uang dengan berbagai alasan. Kondisi tersebut membuat teman saya memberi saran untuk menulis surat kontrak yang berisi masing-masing hak dan kewajiban dengan si calon pendonor tersebut agar tak ada masalah di kemudian hari.
Namun saran tersebut saya abaikan. Saya memilih untuk memercayai sepenuhnya si calon pendonor yang telah dengan suka rela mendonorkan organnya untuk suami saya.
Di malam sebelum hari H operasi cangkok hati, saya tak bisa tidur sama sekali. Beberapa bulan terakhir ini memang saya sulit tidur nyenyak dan kurang istirahat, namun rasa tegang menghadapi esok hari membuat saya benar-benar terjaga.
Pada Juli 2011, operasi cangkok hati yang berjalan selama 12 jam akhirnya berhasil dilakukan. Potongan hati yang dicangkokkan berhasil diterima dengan baik oleh suami saya.
Ia berhasil hidup dengan baik setelah menjalani cangkok hati selama satu tahun lebih. Namun kami tak bisa benar-benar menjaga kesehatannya. Firman harus mengonsumsi banyak obat seumur hidupnya, namun sejumlah obat tak bisa kami beli secara terus-menerus.
Satu tahun setelah operasi, suami saya meninggal dunia akibat komplikasi penyakit lain.
Pengalaman mencari pendonor hati memberi saya pelajaran bahwa membuat surat kontrak antara pendonor dan penerima donor, seperti yang disarankan teman saya, sangat penting. Adanya kesepakatan hitam di atas putih antara calon pendonor dan penerima donor dapat membantu memberi batas hak dan kewajiban masing-masing pihak.
Sejak operasi cangkok hati dijalankan, perasaan utang budi yang saya miliki seakan dimanfaatkan oleh si pendonor. Berkali-kali ia meminta uang untuk biaya membuka usaha mulai dari berjualan es kelapa sampai membuka tempat pencucian mobil dan motor. Tak ada satu pun dari usaha tersebut yang berhasil.
Selain meminta uang untuk biaya usaha, hampir tiap bulan juga ia meminta uang dengan berbagai alasan lain. Saya baru bisa memutus hubungan dengan pendonor tersebut setelah suami saya meninggal dunia.
Marzuarita (Ita) Ketua Komunitas Peduli Hepatitis bercerita untuk pembaca Hello Sehat.
Tanya Dokter
Punya pertanyaan kesehatan?
Silakan login atau daftar untuk bertanya pada para dokter/pakar kami mengenai masalah Anda.
Ayo daftar atau Masuk untuk ikut berkomentar