Bayi yang lahir dari ibu hamil dengan hepatitis harus segera diberi vaksin dalam waktu 12 jam atau maksimal 24 jam setelah dilahirkan. Tapi hari ketika istri saya melahirkan, vaksin hepatitis untuk bayi kami tak tersedia. Inilah kisah saya dikejar waktu mencari vaksin untuk anak saya yang lahir dari ibu dengan hepatitis.
Istri positif hepatitis B saat hamil anak ketiga
Saya dan istri tinggal di Kabupaten Tangerang dan telah memiliki dua anak perempuan yang sehat. Pada Juni 2019, istri saya dinyatakan hamil kembali dan kandungannya telah memasuki usia 4 minggu.
Istri saya selalu memeriksakan kehamilannya kepada bidan terdekat. Dua anak kami sebelumnya pun lahir dengan bantuan bidan tersebut. Namun, berdasarkan informasi baru yang kami terima dari grup ibu posyandu, kami harus memeriksakan kehamilan kali ini ke puskesmas terdekat. Katanya, ibu hamil harus periksa ke puskesmas.
Maka satu minggu setelah pemeriksaan di bidan, saya mengantarkan istri saya ke puskesmas untuk periksa kembali. Di puskesmas tersebut istri saya melakukan banyak pemeriksaan, mulai dari pemeriksaan HIV, sifilis, hingga hepatitis B. Tiga pemeriksaan tersebut wajib dilakukan oleh ibu hamil di awal kehamilannya.
Setelah menjalani semua pemeriksaan tersebut, istri saya dinyatakan positif Hepatitis B. Saya kaget sekali saat dokter di sana menjelaskan bahwa hepatitis B merupakan penyakit akibat infeksi virus dan bisa menyebabkan penyakit hati serius. Penyakit ini juga bisa menular secara vertikal dari ibu ke janin saat masa kehamilan atau saat melahirkan.
Kami berdua tentu saja panik dan bertanya-tanya. Ini penyakit apa? Dari mana asalnya?
Ketidaktahuan membuat rasa was-was dalam diri kami semakin menjadi. Melihat resah yang terpancar dari diri kami, petugas puskesmas segera mencoba menenangkan. “Bapak dan Ibu jangan sedih, hepatitis B sudah ada vaksinnya. Jadi Bapak dan Ibu jangan berkecil hati,” ucapnya pada kami.
Mereka menjelaskan bahwa vaksin hepatitis bisa didapatkan secara gratis asalkan kami mengikuti semua prosedur yang dianjurkan puskesmas. Setelah itu istri saya dirujuk ke RSUD Pakuhaji untuk memastikan diagnosis hepatitis B sekaligus berkonsultasi dengan dokter spesialis penyakit dalam.
Di rumah sakit, dokter pun berkata serupa. “Bapak dan Ibu jangan khawatir, ada vaksin untuk anaknya nanti setelah lahir. Kalau lahiran di sini, vaksinnya langsung ada di sini,” ucapnya.
Saya dan istri pun sedikit lega namun saya tetap mencari-cari informasi seputar hepatitis B dan bagaimana mencegahnya. Semua artikel yang saya baca menyatakan bahwa vaksin merupakan salah satu cara yang efektif mencegah infeksi ke bayi yang dilahirkan dari ibu dengan hepatitis. Saya pun bertekad sebisa mungkin harus mendapatkan vaksin hepatitis B untuk anak saya nanti.
Selama menjalani kehamilan dengan hepatitis, istri saya rutin memeriksakan kandungannya. Saya pun tak pernah absen mendampingi ia setiap bulannya. Setiap kali pemeriksaan, saya selalu memastikan bahwa kami telah melalui prosedur yang tepat untuk mendapatkan vaksin hepaptitis tersebut.