Penyakit saraf bisa menyerang siapa saja, tidak terkecuali anak-anak. Penyakit saraf termasuk kasus yang cukup banyak ditemukan pada usia anak-anak. Berikut penjelasan seputar penyakit saraf pada anak dan jenis-jenisnya.
Jenis penyakit saraf pada anak
Penyakit saraf atau gangguan neurologis adalah kondisi saat sebagian otak atau sistem saraf tidak bekerja sebagaimana mestinya.
Kondisi ini nantinya bisa memengaruhi perkembangan anak yang mengakibatkan gejala tertentu, baik secara fisik maupun psikologis, tergantung bagian otak dan saraf yang terganggu.
Untuk lebih memahami, berikut daftar berbagai penyakit saraf pada anak.
1. Spina bifida
Spina bifida adalah kondisi kelainan yang terjadi ketika tulang belakang dan sumsum tulang belakang tidak terbentuk dengan sempurna.
Kondisi ini merupakan bawaan sejak bayi baru lahir dan bisa terjadi hingga anak memasuki usia sekolah.
Bayi dengan spina bifida biasanya mengalami kegagalan perkembangan tabung saraf sebagian atau tabung yang tidak menutup dengan benar. Akibatnya, tulang belakang dan sumsum tulang belakang bisa rusak.
Tabung saraf adalah bagian dari embrio yang kemudian berkembang menjadi otak dan sumsum tulang belakang serta jaringan di sekitarnya.
Kondisi ini bisa saja ringan atau bahkan sangat parah, tergantung dari jenis kerusakan, ukuran, lokasi, dan komplikasi yang terjadi.
Tanda dan gejala dari penyakit saraf pada anak yang satu ini tergantung pada jenisnya, yaitu sebagai berikut.
- Okulta. Tidak merusak sistem saraf tulang belakang. Bayi yang lahir dengan kondisi ini menunjukkan tanda fisik seperti munculnya jambul atau rambut di bagian punggung, tanda lahir, atau lesung pipit di bagian tubuh yang terdampak spina bifida. Hanya sedikit kasus spina bifida jenis okulta.
- Meningokel. Ditandai dengan munculnya jaringan berbentuk kantung berisi cairan di bagian punggung bayi. Kondisi ini biasanya bisa dilihat setelah bayi dilahirkan.
- Mielomeningoke. Gejalanya mirip dengan meningokel, yaitu muncul kantung di punggung berisi cairan. Ada gejala lain yang dialami penderita, seperti pembesaran kepala karena penumpukan cairan otak, perubahan kognitif dan perilaku, tubuh tidak bertenaga, tubuh lebih kaku, dan sakit punggung.
2. Epilepsi
Epilepsi adalah gangguan neurologis yang ditandai dengan kejang berulang.
Biasanya, kondisi ini disebabkan oleh aktivitas listrik yang tidak normal di otak akibat keturunan, cedera pada kepala, atau masalah pada otak.
Pada anak, epilepsi bisa menyebabkan berbagai masalah pada kemampuan mengendalikan otot, kemampuan bahasa anak, hingga memori dan gangguan belajar.
Epilepsi sebagai salah satu jenis gangguan saraf anak memiliki gejala yang cukup bervariasi, biasanya ditandai dengan:
- hilangnya kesadaran,
- gerakan tangan dan kaki yang tiba-tiba,
- tubuh menjadi kaku,
- gangguan pernapasan, serta
- mata berkedip dengan cepat sembari menatap pada satu titik.
Faktor genetik berperan dalam epilepsi, tetapi tidak semua kasus disebabkan oleh faktor ini.
Sel-sel yang rusak akibat gangguan perkembangan otak, perdarahan di kepala, atau radang selaput otak bisa menjadi fokus timbulnya kejang pada epilepsi.
3. Hidrosefalus
Gangguan saraf pada anak yang berikutnya ialah hidrosefalus. Hidrosefalus adalah kondisi saat anak mengalami penumpukan cairan serebrospinal di rongga dalam otak.
Dikutip dari American Association of Neurological Surgeons, cairan serebrospinal ini akan mengalir lewat otak dan sumsum tulang belakang, kemudian diserap oleh pembuluh darah.
Namun, tekanan pada cairan yang terlalu banyak bisa merusak jaringan otak sehingga mengganggu fungsi otak.
Saat anak mengalami penyakit saraf pada anak jenis hidrosefalus, biasanya gejala yang terlihat seperti berikut ini.
- Ukuran kepala yang jauh lebih besar dibandingkan anak normal.
- Adanya bagian lunak kepala yang menonjol (fontanel) di bagian atas.
- Mata selalu tertuju ke bawah.
- Pertumbuhan dan perkembangan tubuh yang buruk.
- Muntah-muntah.
- Kejang otot.
- Kemampuan kognitif anak terganggu.
- Sulit berkonsentrasi.
- Keseimbangan menjadi tidak stabil.
- Nafsu makan menurun drastis.
- Lemah dan lemas tidak berdaya.
- Kejang.
Bila orangtua melihat anak memiliki tanda-tanda di atas, sebaiknya segera konsultasi ke dokter.
4. Cerebral palsy
Cerebral palsy adalah kelainan yang memengaruhi otot, saraf, gerakan, dan kemampuan motorik anak untuk dapat bergerak secara terkoordinasi dan terarah.
Kondisi yang memiliki nama lain lumpuh otak ini umumnya disebabkan oleh kerusakan otak yang terjadi sebelum bayi dilahirkan.
Berbagai gejala yang akan ditunjukkan saat anak mengalami cerebral palsy yaitu sebagai berikut.
- Otot terlalu kaku atau lemah terkulai.
- Kurangnya koordinasi otot.
- Sering mengalami tremor atau gerakan tak sadar.
- Gerakan yang dilakukan lambat.
- Keterampilan motorik lambat seperti kemampuan duduk dan merangkak.
- Mengalami kesulitan berjalan.
- Produksi air liur berlebih dan memiliki masalah dalam menelan.
- Mengalami kesulitan untuk mengisap atau mengunyah makanan.
- Kemampuan bicara terlambat.
Mengutip dari Healthy Children, anak dengan penyakit saraf jenis cerebral palsy memiliki gangguan otak dalam mengontrol gerakan motorik.
Kondisi ini menjadi penyebab berbagai jenis kecacatan perkembangan motorik anak yang berbeda-beda, mulai dari yang ringan sampai sangat berat.
5. Autisme
Autisme atau gangguan spektrum autisme (GSA) adalah kumpulan gangguan perkembangan yang memengaruhi interaksi sosial, komunikasi, dan perilaku anak.
Anak dengan autisme mengalami kesulitan memahami dunia di sekitar mereka.
Biasanya, anak yang memiliki penyakit saraf pada anak tipe autisme mengalami beberapa tanda yang bisa dilihat secara jelas seperti berikut ini.
- Tidak melakukan kontak mata saat Anda sedang berinteraksi dengannya.
- Tidak menanggapi ketika dipanggil.
- Mengeluarkan suara-suara untuk menarik perhatian Anda.
- Tidak memiliki ketertarikan untuk berinteraksi dengan orang lain.
- Mengalami keterlambatan dalam bicara.
- Tidak mengerti arahan atau petunjuk yang Anda berikan.
Perilaku, minat, dan aktivitas anak dengan kondisi autisme biasanya sangat terbatas dan sifatnya berulang.
Berbagai penyakit saraf pada anak ini bisa segera ditangani sedini mungkin jika Anda mencurigai ada pada si Kecil lewat gejala yang ditimbulkan.
Dengan penanganan dini, dokter akan merekomendasikan berbagai pengobatan dan terapi yang bisa membantu menunjang perkembangan dan pertumbuhannya.
6. Sindrom Moebius
Mengutip dari Genetic Home Reference, Moebius syndrome atau sindrom Moebius adalah gangguan saraf langka yang memengaruhi otot wajah dan gerakan mata, terlihat sejak anak lahir.
Anak dengan kondisi ini tidak bisa tersenyum, mengerutkan kening, mengontrol gerakan mata, atau menutup kelopak mata sepenuhnya, menyebabkan mata kering dan iritasi.
Selain itu, orang yang lahir dengan kondisi sindrom Moebius lahir dengan kondisi berikut ini.
- Dagu kecil (micrognathia).
- Mulu kecil (microstomia).
- Lidah pendek.
- Terdapat lubang di langit-langit mulut .
Belum diketahui secara pasti apa yang menjadi penyebab kondisi ini, tetapi diduga terkait dengan gangguan aliran darah ke janin (iskemia) akibat faktor genetik atau lingkungan.
Sindrom ini bisa terjadi pada anak laki-laki dan perempuan. Di Amerika Serikat, setidaknya 1 dari 50 ribu sampai 1 dari 500 ribu kelahiran mengalami sindrom Moebius.
7. Attention deficit hyperactivity disorder (ADHD)
Attention deficit hyperactivity disorder (ADHD) adalah gangguan perkembangan saraf yang memengaruhi perhatian, kontrol impuls, dan tingkat aktivitas anak.
Anak dengan ADHD sering kali menunjukkan perilaku yang impulsif, sulit berkonsentrasi, dan memiliki tingkat aktivitas yang sangat tinggi.
Gejala-gejala ADHD pada anak dapat mencakup berikut ini.
- Kesulitan untuk fokus pada tugas yang sedang dikerjakan.
- Mudah teralihkan oleh rangsangan di sekitar mereka.
- Tidak dapat duduk diam dalam situasi yang memerlukan ketenangan.
- Sering kali berbicara berlebihan atau tidak sabar.
- Sulit mengikuti instruksi atau menyelesaikan pekerjaan rumah.
- Impulsif, seperti berbicara atau bertindak tanpa berpikir terlebih dahulu.
Penyebab ADHD belum sepenuhnya dipahami, tetapi faktor genetik, perubahan dalam struktur otak, serta lingkungan, termasuk paparan zat berbahaya selama masa kehamilan, bisa berperan.
Meskipun ADHD tidak dapat disembuhkan, pengobatan dapat membantu mengelola gejala.
Terapi perilaku dan pemberian obat-obatan stimulansia adalah pendekatan yang sering digunakan untuk membantu anak dengan ADHD untuk berfungsi lebih baik dalam kehidupan sehari-hari.
Kesimpulan
- spina bifida,
- epilepsi,
- hidrosefalus,
- cerebral palsy,
- autisme,
- sindrom moebius, serta
- attention deficit hyperactivity disorder (ADHD).
[embed-health-tool-vaccination-tool]