Bukan hanya pada orang dewasa, TB atau tuberkulosis juga bisa menjadi kondisi yang serius dengan komplikasi yang berbahaya pada anak. Untuk itu, sangat diperlukan deteksi dini TB pada anak melalui skrining. Ketahui cara skrining TB pada anak dan pentingnya edukasi terkait kondisi ini kepada masyarakat melalui ulasan di bawah ini.
Cara skrining TB anak
Skrining atau screening TB adalah proses untuk mendeteksi adanya infeksi tuberkulosis (TB), termasuk pada anak, baik yang sudah menunjukkan gejala maupun yang belum.
Untuk mendeteksi TB pada anak-anak dan orang dewasa, prosedur skrining sama-sama melibatkan beberapa langkah dan metode guna memastikan diagnosis yang akurat.
Pemeriksaan diawali dengan melakukan tanya jawab tentang gejala TB pada anak, seperti:
- batuk berkepanjangan (lebih dari 2 minggu),
- demam lebih dari 2 minggu,
- penurunan berat badan atau berat badan sulit naik dalam beberapa bulan,
- gizi kurang,
- berkeringat malam hari, dan
- kelelahan.
Pemeriksaan TB kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik menyeluruh. Tujuannya untuk mendeteksi tanda-tanda TB di tubuh, seperti:
- pembengkakan kelenjar getah bening,
- suara napas yang tidak normal, atau
- adanya cairan di rongga pleura.
Selain itu, penilaian risiko perlu dilakukan untuk mengetahui adanya faktor-faktor yang dapat meningkatkan kemungkinan seorang anak terkena tuberkulosis.
Faktor-faktor risiko ini meliputi status gizi, kondisi kesehatan umum, dan faktor lingkungan yang dapat meningkatkan risiko TB.
Maka dari itu, dokter juga akan menanyakan terkait riwayat kesehatan anak, yang meliputi:
- kontak dengan penderita TB aktif, terutama di rumah atau lingkungan terdekat,
- gangguan sistem imun, seperti infeksi HIV, atau mengonsumsi obat-obatan penurun sistem imun, dan
- kelengkapan imunisasi BCG (Bacillus Calmette-Guérin).
Penilaian risiko membantu dalam memutuskan anak-anak mana yang perlu menjalani skrining TB lebih lanjut.
Jenis tes yang dilakukan dalam skrining TB pada anak
Untuk memastikan diagnosis, pemeriksaan lanjutan juga akan dilakukan, yang umumnya meliputi berikut ini.
1. Tes tuberkulin (Mantoux test)
Jika anak berusia di bawah 2 tahun, maka pemeriksaan TB dapat dilakukan melalui tes tuberkulin.
Tes ini melibatkan penyuntikan sejumlah kecil protein tuberkulin di bawah kulit lengan.
Reaksi kulit kemudian diukur setelah 48—72 jam. Reaksi yang menunjukkan pembengkakan dan kemerahan (indurasi) dapat mengindikasikan paparan TB.
2. Tes Interferon-Gamma Release Assays (IGRAs)
Melansir dari Healthy Children, tes interferon-gamma release assay bisa dilakukan untuk skrining TB pada anak di atas usia 2 tahun.
Tes ini berupa tes darah yang berfungsi untuk mengukur respons sistem imun terhadap bakteri TB.
Jenis pemeriksaan ini sering digunakan sebagai alternatif atau tambahan dari tes tuberkulin.
3. Pemeriksaan radiologi
Rontgen dada juga dapat membantu skrining TB pada anak untuk mendeteksi adanya lesi atau tanda-tanda TB di paru-paru.
Selain dengan rontgen, CT scan atau MRI mungkin diperlukan jika ada dugaan TB ekstra paru.
4. Pemeriksaan mikrobiologi
Kultur dahak atau sampel lain, seperti cairan pleura atau biopsi kelenjar getah bening, dilakukan untuk mendeteksi Mycobacterium tuberculosis, yaitu bakteri penyebab TB.
Selain itu, pemeriksaan mikroskopis dengan pewarnaan Ziehl-Neelsen mungkin dilakukan untuk mendeteksi bakteri asam resisten.
Bila diperlukan, pemeriksaan lebih lanjut bisa dilakukan menggunakan pewarnaan auramin-rhodamine yang lebih sensitif dibandingkan pewarnaan Ziehl-Neelsen dan memungkinkan deteksi bakteri TB di bawah mikroskop fluoresen.
5. Tes molekuler
Ini merupakan metode yang menggunakan teknik biologi molekuler untuk mendeteksi keberadaan DNA Mycobacterium tuberculosis.
Jenis pemeriksaan ini sangat berguna karena lebih cepat dan akurat dibandingkan metode tradisional seperti kultur dahak.
Berikut adalah beberapa tes molekuler yang digunakan dalam skrining TB pada anak.
- GeneXpert MTB/RIF: Tes PCR yang mendeteksi DNA Mycobacterium tuberculosis serta resistensi terhadap rifampisin langsung dari sampel klinis. Hasil dapat diperoleh dalam waktu 2 jam dan sangat sensitif serta spesifik.
- Line Probe Assay (LPA): Teknik yang mengidentifikasi Mycobacterium tuberculosis dan resistensi terhadap beberapa obat TB dengan amplifikasi DNA. Lebih cepat dibandingkan kultur, dengan hasil dalam beberapa hari.
Pendekatan skrining TB pada anak harus dilakukan secara menyeluruh dan hati-hati.
Pasalnya, anak-anak sering kali memiliki gejala yang tidak khas dan dapat sulit didiagnosis tanpa pendekatan yang menyeluruh.
Konsultasi kepada dokter spesialis anak konsultan pulmonologi (paru) sering kali diperlukan untuk pemeriksaan yang lebih mendalam.
Cara sosialisasi skrining TB anak
Agar deteksi TB pada anak melalui skrining dapat dilakukan secara optimal dan menyeluruh, sosialisasi dan edukasi di masyarakat terkait kondisi ini juga tidak kalah penting.
Sosialisasi skrining TB anak bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang manfaatnya, yaitu sebagai berikut.
- Meningkatkan keselamatan kesehatan anak. Memastikan anak-anak yang terinfeksi mendapatkan perawatan yang tepat dan mencegah perkembangan penyakit yang lebih parah.
- Mengurangi beban penyakit. Mengurangi penyebaran TB di masyarakat dan mengurangi jumlah kasus TB aktif.
- Pencegahan komplikasi. Menghindari komplikasi serius yang dapat terjadi jika TB tidak segera diobati.
Di era digital ini, Anda dapat menggunakan media sosial untuk membantu menyebarkan informasi mengenai TB, termasuk gejalanya dan pentingnya skrining.
Buatlah konten yang menarik seperti infografis, video edukatif, artikel, dan cerita pasien yang berhasil sembuh.
Manfaatkan situs web pemerintah, rumah sakit, dan organisasi kesehatan yang menyediakan informasi yang mudah diakses oleh masyarakat.
Bagi organisasi tertentu, edukasi TB juga bisa dilakukan dengan membuat presentasi dan workshop yang disertai penyebaran brosur, pamflet, dan poster.
Edukasi bisa dilakukan di sekolah untuk mengedukasi guru, siswa, dan orangtua tentang TB, termasuk cara penularan dan pentingnya skrining.
Agar menjangkau masyarakat yang lebih luas, manfaatkan posyandu dan puskesmas sebagai tempat untuk memberikan informasi dan melakukan skrining penyakit pernapasan pada anak ini.
Adakan juga acara khusus di posyandu untuk mendeteksi TB pada anak-anak.
Acara ini, misalnya, bisa memanfaatkan momentum Hari TB Sedunia dengan mengadakan kegiatan kampanye, seperti jalan sehat, seminar, dan lomba yang bertema TB.
Dengan berbagai pendekatan ini, diharapkan sosialisasi skrining TB anak dapat mencapai lebih banyak orang dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam program skrining.
Dengan demikian, deteksi dini dan pengobatan TB pada anak-anak dapat dilakukan dengan lebih efektif.
Kesimpulan
[embed-health-tool-vaccination-tool]