Bagi sebagian orang, makan telur setengah matang memberikan sensasi kelezatan yang berbeda. Teksturnya yang sedikit cair lebih terasa nikmat bagi orang yang menyukainya. Namun, di balik kenikmatannya, banyak yang bilang jika telur setengah matang bisa menimbulkan risiko kesehatan sehingga anak kecil tidak disarankan untuk makan makanan ini. Benarkah demikian?
Apakah anak kecil boleh makan telur setengah matang?
Telur memang sering menjadi pilihan untuk menu sarapan anak. Selain karena praktis, telur disukai oleh sebagian besar orang, termasuk bayi, balita, hingga orang dewasa.
Lalu, bolehkah anak balita makan telur setengah matang? Faktanya, anak balita tidak dianjurkan untuk makan telur setengah matang.
Sebab, telur yang belum matang rentan mengandung bakteri Salmonella yang dapat membahayakan tubuh.
Bukan cuma balita, anjuran ini juga berlaku bagi bayi. Memasukkan telur mentah atau setengah matang pada menu MPASI bayi bisa berisiko menimbulkan infeksi bakteri Salmonella.
Perlu Anda ketahui, telur memang merupakan salah satu bahan makanan yang sehat untuk anak. Sebab, telur mengandung ragam zat gizi yang anak butuhkan.
Ini termasuk protein, folat, vitamin A, B2, B12, dan D, serta ragam mineral. Tak hanya itu, telur mengandung asam lemak omega-3 yang baik untuk anak, terutama bagi tumbuh kembangnya.
Meski nutrisinya sangat beragam, Anda sebaiknya memperhatikan cara pengolahan telur, termasuk menghindari memberikan telur setengah matang.
Sebab, tanpa Anda sadari, cara Anda menyajikan makanan untuk anak juga bisa memengaruhi nutrisi yang diserap oleh tubuhnya.
Bahaya infeksi Salmonella pada telur setengah matang
Sebetulnya, bukan hanya anak-anak dan bayi yang perlu menghindari makan telur setengah matang.
Orang dewasa pun sebaiknya tidak mengonsumsi telur yang dimasak dengan cara setengah matang.
Terlebih bagi orang yang memiliki sistem imun rendah, seperti ibu hamil dan lansia.
Pasalnya, orang dengan sistem imun rendah, termasuk bayi dan balita, lebih rentan terkena infeksi bakteri Salmonella (salmonellosis) dan cenderung memiliki gejala keracunan makanan yang lebih serius.
Bahkan, American Academy of Pediatrics menyebutkan bahwa infeksi Salmonella lebih sering terjadi pada anak berusia di bawah 4 tahun.
Adapun penyebaran bakteri ini lebih sering berasal dari produk makanan hewani, seperti daging ayam, telur, dan produk susu.
Nah, ketika bakteri Salmonella berhasil masuk ke dalam tubuh, hal ini akan menimbulkan gejala yang mirip seperti gejala keracunan makanan.
Ini termasuk perut kram, mual, muntah, diare, sakit kepala, demam pada anak, hingga anak tidak nafsu makan.
Gejala ini umumnya muncul 12—72 jam setelah terinfeksi bakteri Salmonella dari telur setengah matang yang anak makan. Kondisi ini biasanya berlangsung selama 4—7 hari.
Umumnya, gejala tersebut dapat hilang dengan sendirinya dan bisa membaik tanpa pengobatan.
Namun, bila diare pada anak sangat parah, anak Anda mungkin perlu mendapat tambahan cairan hingga perawatan inap di rumah sakit.
Bahkan, bukan tidak mungkin, bakteri Salmonella dapat menyebar dari usus ke aliran darah dan bagian tubuh lainnya hingga menimbulkan kematian.
Nah, untuk mencegah hal tersebut, dokter sering kali memberikan obat antibiotik saat anak diare parah.
Meski demikian, pada beberapa kasus, obat antibiotik bisa saja tidak dokter berikan pada anak yang terinfeksi Salmonella setelah makan telur setengah matang.
Ini karena obat antibiotik terkadang membuat anak Anda sembuh lebih lama.