Makanan pencuci mulut yang kerap dikonsumsi setelah makan makanan utama yakni buah potong dingin, puding, hingga pastry manis. Mungkin tanpa sadar Anda juga melakukannya. Lantas, sebenarnya perlu tidak sih makan dessert seperti ini?
Mengapa orang makan dessert setelah makan berat?
Sebenarnya, tidak ada alasan yang pasti mengapa kebanyakan orang makan makanan pencuci mulut. Banyak yang bilang, fungsi dessert yaitu bantu pencernaan makanan serta menyegarkan mulut setelah mengonsumsi makanan yang agak berat.
Namun, bila alasannya untuk menimbulkan rasa bahagia, hal ini juga tidak sepenuhnya salah bergantung dengan apa yang Anda makan.
Manusia pada dasarnya dilahirkan dengan preferensi bawaan untuk mengonsumsi makanan yang rasanya manis. Hal ini bisa terlihat pada bayi. Rasa manis pada ASI membantu lebih rileks sehingga asupan ASI yang dikonsumsi lebih banyak.
Kesukaan terhadap rasa manis juga merupakan sisa evolusi manusia saat makanan yang kaya akan gizi masih tergolong langka. Satu-satunya makanan yang berkualitas tinggi yakni buah-buahan yang rasanya manis.
Selain itu, mulut mengandung reseptor rasa manis. Ketika lidah bersentuhan dengan molekul gula, tubuh mulai mengirimkan sinyal kepada otak untuk menstimulasi rasa senang.
Makanan pencuci mulut yang manis dapat dianggap sebuah hadiah setelah mengonsumsi makanan yang mungkin kurang disenangi, seperti sayur-sayuran atau daging-dagingan.
Maka dari itu, hal ini kembali pada selera. Ada sebagian yang perlu konsumsi makanan pencuci mulut, ada juga yang tidak. Makan/tidak makan dessert tidak akan berpengaruh terhadap kesehatan, tetapi lebih pada pilihan makanan pencuci mulut.
Aturan aman makan makanan pencuci mulut
Kalau sudah benar-benar kenyang, Anda tidak perlu memaksakan makan dessert. Perut kenyang menandakan Anda sudah mendapatkan cukup nutrisi. Jika memang ingin makan dessert, beri jeda kira-kira satu-dua jam setelah makan berat.
Buah merupakan salah satu pilihan yang sehat dan segar. Buah kaya akan beragam vitamin, mineral seperti kalium, asam folat, serat dan antioksidan yang baik.
Orang yang menjadikan buah sebagai asupan rutin harian pada umumnya memiliki risiko penyakit kronis lebih rendah.
Namun, buah-buahan pun tetap mengandung kalori dan gula. Anda harus tetap bijak mengatur porsi dessert Anda, termasuk buah. Ini supaya asupan kalori serta gula yang dikonsumsi tidak berlebihan sehingga malah menimbun jadi lemak.
Makanan seperti ini pun sebenarnya masih bisa Anda kudap ketika Anda sedang dalam program diet. Dengan catatan tambahan, Anda harus memilih jenis makanan penutup yang memberikan nutrisi ekstra dengan jumlah kalori yang minimal.
Banyak penelitian yang menemukan bahwa mengonsumsi cokelat hitam dapat berkhasiat untuk menurunkan tekanan darah berkat kandungan antioksidan flavonoid yang menangkal peradangan dalam tubuh akibat radikal bebas.
Lain ceritanya jika makanan pencuci mulut yang Anda pilih yaitu cake cokelat, pastry, biskuit, atau es krim yang tinggi gulanya.
Makanan-makanan ini memang bisa membantu meningkatkan mood, tapi dapat meningkatkan asupan kalori Anda jika dimakan berlebihan yang pada akhirnya malah jadi timbunan lemak dalam tubuh.
Kadar lemak, kalori, dan gula tinggi dalam tubuh bisa memicu berbagai gangguan kesehatan seperti obesitas, diabetes, penyakit hati, hingga kolesterol tinggi.
[embed-health-tool-bmi]
Catatan
Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan. Selalu konsultasikan dengan ahli kesehatan profesional untuk mendapatkan jawaban dan penanganan masalah kesehatan Anda.
Why Do We Eat Dessert at The End of the Meal? (2017). Davidson Institute of Science Education. Retrieved 19 April 2021, from https://davidson.weizmann.ac.il/en/online/askexpert/why-do-we-eat-dessert-end-meal
Djoussé, L., Hopkins, P. N., North, K. E., Pankow, J. S., Arnett, D. K., & Ellison, R. C. (2011). Chocolate consumption is inversely associated with prevalent coronary heart disease: the National Heart, Lung, and Blood Institute Family Heart Study. Clinical nutrition (Edinburgh, Scotland), 30(2), 182–187.
Versi Terbaru
09/06/2021
Ditulis oleh Andisa Shabrina
Ditinjau secara medis olehdr. Patricia Lukas Goentoro