Terlalu banyak konsumsi makanan tinggi garam meningkatkan risiko penyakit jantung dan obesitas. Namun, kekurangan asupan garam juga mengarah pada berbagai gangguan fungsi tubuh. Kenali tanda dan bahaya saat tubuh kekurangan garam.
Ditinjau secara medis oleh dr. Patricia Lukas Goentoro · General Practitioner · Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI)
Terlalu banyak konsumsi makanan tinggi garam meningkatkan risiko penyakit jantung dan obesitas. Namun, kekurangan asupan garam juga mengarah pada berbagai gangguan fungsi tubuh. Kenali tanda dan bahaya saat tubuh kekurangan garam.
Garam mengandung natrium yang merupakan mineral elektrolit yang berperan penting dalam kelangsungan fungsi fisiologis tubuh.
Natrium merupakan mineral yang sebagian besar (85%) ditemukan dalam darah dan cairan limfa.
Asupan natrium pada umumnya diperoleh dari makanan yang ditambahkan garam dapur, MSG, dan produk lainnya yang mengandung baking soda.
Natrium berperan dalam mengurangi kadar air berlebih dan menjaga keseimbangan elektrolit tubuh.
Keseimbangan elektrolit menentukan bagaimana organ tubuh berfungsi dengan baik, mulai dari aktivitas jantung, saraf, otot hingga otak.
Kelenjar adrenal yang mengatur penyimpanan, penggunaan, dan pengeluaran natrium melalui keringat.
Kekurangan asupan garam dapat memengaruhi fungsi kelenjar adrenal ini dan berdampak pada gangguan organ misalnya gagal jantung.
Kondisi rendahnya natrium dalam darah disebut dengan hiponatremia.
Ketika tubuh kekurangan asupan garam, Anda bisa saja tidak merasakan gejala atau gangguan yang berarti.
Namun, dokter bisa mendiagnosis kondisi ini melalui hasil tes darah yang menunjukkan konsentrasi natrium di antara 135 – 145 mmol/L.
Dampak yang disebabkan dari kurangnya asupan natrium bisa berkembang secara perlahan. Jadi, waspadailah tanda dan bahaya berikut ini.
Fatigue atau kelelahan merupakan kondisi di mana Anda menjadi merasa lesu, lemas, atau tidak bertenaga.
Singkatnya, kelelahan merupakan kondisi yang membuat Anda tidak berenergi, berbeda dengan mengantuk.
Kelelahan yang diakibatkan kekurangan garam juga bisa berkaitan dengan kurang olahraga atau pola makan yang buruk.
Masalah utama hoponatremia adalah terlalu banyak air yang mengencerkan nilai Na+ (natrium).
Akibatnya, air masuk ke dalam sel-sel tubuh dan menimbulkan pembengkakan (edema).
Pada kondisi hiponatremia yang cepat menimbulkan gangguan (akut), pembengkakan otak bisa terjadi. Kondisi ini bisa mengakibatkan kejang hingga koma.
Masuknya air ke dalam sel-sel otak juga bisa menyebabkan gangguan psikologis dan berpikir (kognitif).
Jika ini terjadi, umumnya seseorang dapat merasakan halusinasi, kebingungan, dan iritabilitas (gelisah serta frustasi).
Saat kondisi psikologis terganggu, seseorang bisa kehilangan selera makan.
Kekurangan garam juga bisa menimbulkan mual atau muntah, sehingga nafsu makan makin menurun.
Kurangnya natrium akan menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit.
Kondisi ini berperan dalam mengatur aktivitas motorik atau gerak tubuh, termasuk fungsi otot dan sendi.
Jika keseimbangan elektrolit terganggu, Anda pun rentan mengalami kram otot.
Otot-otot yang mungkin mengalami kram adalah otot di area telapak kaki, bagian belakang paha, dan bagian depan paha.
Saat tubuh kekurangan garam, tulang akan kesulitan menyerap magnesium.
Magnesium merupakan salah satu komponen pembentuk tulang, sekitar 50% – 60% dari total magnesium tubuh ditemukan di tulang.
Oleh karena itu, kurangnya natrium bisa meningkatkan risiko osteoporosis.
Kekurangan asupan garam tidak serta merta menyebabkan kematian pada penderitanya, tapi bisa memicu serangan jantung.
Elektrolit mengatur kontraksi otot jantung yang membantu mengedarkan darah ke seluruh tubuh dan mengalirkan kembali ke jantung.
Ketidakseimbangan elektrolit bisa mengganggu sirkulasi darah dan menghambat aliran darah ke jantung (serangan jantung).
Apabila mengalami tanda atau keluhan yang berkaitan dengan kondisi hiponatremia, jangan ragu untuk memeriksakan diri ke dokter.
Disclaimer
Hello Health Group tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan.
Ditinjau secara medis oleh
dr. Patricia Lukas Goentoro
General Practitioner · Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI)
Tanya Dokter
Punya pertanyaan kesehatan?
Silakan login atau daftar untuk bertanya pada para dokter/pakar kami mengenai masalah Anda.
Ayo daftar atau Masuk untuk ikut berkomentar