backup og meta

Suka Memendam Emosi? Ini Dampak Negatifnya

Suka Memendam Emosi? Ini Dampak Negatifnya

Kemampuan mengelola emosi rupanya merupakan satu hal yang perlu dimiliki. Pasalnya, jika Anda memilih untuk memendam emosi saat menemui beragam hal negatif, ini bisa berdampak buruk pada kesehatan mental dan fisik Anda.

Bahaya memendam emosi pada kesehatan fisik dan mental

Ketika emosi tidak dikeluarkan, energi negatif yang ada akan terus tertahan di dalam tubuh. Kondisi ini dapat mengganggu fungsi organ-organ tubuh, termasuk otak.

Akibatnya, Anda mungkin mengalami masalah pada kesehatan fisik dan mental seperti berikut.

1. Meningkatnya risiko penyakit kronis

nyeri dada sebelah kiri dan kanan yang hilang timbul

Salah satu bahaya memendam emosinya ialah detak jantung dan tekanan darah yang cenderung tidak beraturan.

Jika dibiarkan dalam jangka waktu yang panjang, kondisi tersebut bisa meningkatkan risiko penyakit kronis, seperti penyakit jantung koroner.

Selain itu, alih-alih jujur dengan perasaannya, orang-orang yang memendam emosi kerap berupaya menyalurkan amarah dengan banyak makan makanan tidak sehat.

Kondisi tersebut lama-kelamaan bisa membuat kesehatan fisik mereka memburuk. Hal ini pernah dibahas dalam sebuah penelitian terbitan Journal of Psychosomatic Research (2013).

Pada studi selama 12 tahun tersebut, terlihat bahwa seseorang yang kerap memendam emosi memiliki kemungkinan mati muda tiga kali lebih besar dari pada mereka yang mampu menyalurkan emosinya.

Kondisi ini umumnya disebabkan oleh penyakit kronis yang menyertainya, salah satunya penyakit kanker.

2. Depresi

Sudah menjadi hal yang pasti bahwa memendam emosi akan memberi dampak buruk pada kesehatan mental Anda, salah satunya meningkatkan risiko depresi.

Pada tahap ini, seseorang mungkin mulai kehilangan harapan dan optimisme dalam hidup. 

Seseorang yang mengalami depresi sekilas mungkin terlihat baik-baik saja. Ketika sendirian atau kembali menghadapi sesuatu yang menguras emosi, mereka akan lebih mudah kelelahan tetapi sulit untuk beristirahat pada malam hari.

3. Meningkatnya keinginan bunuh diri

Menurut sebuah studi dalam jurnal Prevention Science (2013), ketidakmampuan seseorang mengelola emosi negatif merupakan salah satu penyebab meningkatkannya percobaan bunuh diri.

Terlebih jika emosi negatif yang terpendam tersebut terbentuk dari sebuah trauma.

Kondisi tersebut dapat bertambah buruk dengan banyaknya orang yang masih takut atau ragu untuk berkonsultasi tentang kesehatan mentalnya ke dokter atau psikolog.

Itulah salah satu alasan mengapa gangguan mental menjadi masalah kesehatan yang tidak boleh diabaikan.

4. Meningkatnya kecemasan

dampak memendam emosi

Gangguan kecemasan muncul ketika Anda kesulitan menghadapi perubahan dalam hidupKondisi ini dapat ditemukan pada seseorang yang suka memendam emosi alih-alih menyalurkannya.

Kecemasan berlebih yang berlarut-larut dapat berkembang menjadi gangguan kecemasan alias anxiety disorder.

Gangguan ini tidak hanya menyebabkan kelelahan secara mental, tetapi juga fisik. Tidak jarang kondisi ini juga disertai dengan sakit kepala, mual, dan kesulitan bernapas.

Guna mencegah bahaya jangka panjang yang lebih parah, jangan ragu untuk berkonsultasi ke psikolog jika Anda merasa sering memendam emosi.

5. Menurunnya kekebalan tubuh

Memendam emosi memang tidak akan membuat Anda langsung sakit. Namun, kondisi ini akan terus menurunkan sistem imun tubuh.

Alhasil, akan ada lebih banyak penyakit yang dengan mudah menyerang tubuh Anda.

Seseorang yang stres karena terlalu lama memendam emosi bisa mengalami penurunan sistem imun hingga 15 persen. Salah satu dampak dari penurunan sistem imun ini ialah peradangan di dalam tubuh.

Berbagai penelitian, salah satunya seperti yang diterbitkan oleh Dialogues in Clinical Neuroscience (2017) menunjukkan bahwa peradangan dan stres karena kebiasaan memendam emosi merupakan dua hal yang berkaitan.

Seseorang yang tidak mampu menyalurkan emosinya akan mudah terkena peradangan dan sebaliknya.

Penyakit karena inflamasi atau peradangan sendiri bisa bergam, mulai dari rematik, asma, osteoporosis, sampai penyakit jantung.

Bagaimana cara berhenti memendam emosi?

Tidak ada satu metode yang secara pasti dapat membuat seseorang langsung menyalurkan emosinya. Akan tetapi, bukan berarti kondisi ini tidak bisa diatasi.

Selain berkonsultasi dengan tenaga profesional seperti psikolog, berikut merupakan beberapa tindakan yang bisa Anda lakukan untuk menghentikan kebiasaan memendam emosi.

  • Jujur pada diri sendiri dan menyadari bahwa tidak ada salahnya untuk merasa sedih atau marah. Anda tidak akan bisa bercerita pada orang lain jika belum mengenali perasaan sendiri.
  • Cari tahu kondisi seperti apa yang bisa menyulut emosi negatif Anda supaya Anda lebih bisa bersiap ketika menghadapinya.
  • Belajar melepaskan masa lalu, termasuk menghadapi trauma. Anda mungkin membutuhkan bantuan profesional untuk hal ini.
  • Lakukan kegiatan yang bisa membuat Anda menjadi lebih rileks, seperti olahraga atau membaca.

Jika belum memiliki keberanian untuk datang ke psikolog, Anda pun bisa bercerita kepada seseorang yang tepercaya. Selain itu, Anda juga bisa meminta bantuannya untuk menemani Anda ke psikolog.

Catatan

Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan. Selalu konsultasikan dengan ahli kesehatan profesional untuk mendapatkan jawaban dan penanganan masalah kesehatan Anda.

Negative emotions. (n.d.). Better Health Channel – Better Health Channel. Retrieved 19 January 2023 from https://www.betterhealth.vic.gov.au/health/healthyliving/negative-emotions

Healing and the mind: Emotions and the immune system – Simms/Mann-UCLA center for integrative oncology. (2013, September 6). Simms/Mann-UCLA Center for Integrative Oncology – Optimizing Wellness. Retrieved 19 January 2023 from https://www.simmsmanncenter.ucla.edu/center_events/healing-and-the-mind-emotions-and-the-immune-system/.

Chapman, B. P., Fiscella, K., Kawachi, I., Duberstein, P., & Muennig, P. (2013). Emotion suppression and mortality risk over a 12-year follow-up. Journal of Psychosomatic Research75(4), 381-385. Retrieved 19 January 2023 from https://doi.org/10.1016/j.jpsychores.2013.07.014.

Patel, J., & Patel, P. (2019). Consequences of repression of emotion: Physical health, mental health and general well being. International Journal of Psychotherapy Practice and Research1(3), 16-21. Retrieved 19 January 2023 from https://doi.org/10.14302/issn.2574-612x.ijpr-18-2564.

D’Acquisto, F. (2017). Affective immunology: Where emotions and the immune response converge. Dialogues in Clinical Neuroscience19(1), 9-19. Retrieved 19 January 2023 from https://doi.org/10.31887/dcns.2017.19.1/fdacquisto.

Kaplow, J. B., Gipson, P. Y., Horwitz, A. G., Burch, B. N., & King, C. A. (2013). Emotional suppression mediates the relation between adverse life events and adolescent suicide: Implications for prevention. Prevention Science15(2), 177-185. Retrieved 19 January 2023 from https://doi.org/10.1007/s11121-013-0367-9.

Versi Terbaru

07/09/2023

Ditulis oleh Hillary Sekar Pawestri

Ditinjau secara medis oleh dr. Mikhael Yosia, BMedSci, PGCert, DTM&H.

Diperbarui oleh: Ilham Fariq Maulana


Artikel Terkait

6 Cara Menurunkan Hormon Kortisol yang Tinggi

Selain Rasa Bahagia, Gali 8 Emosi Positif Ini dalam Diri Anda


Ditinjau secara medis oleh

dr. Mikhael Yosia, BMedSci, PGCert, DTM&H.

General Practitioner · Medicine Sans Frontières (MSF)


Ditulis oleh Hillary Sekar Pawestri · Tanggal diperbarui 07/09/2023

ad iconIklan

Apakah artikel ini membantu?

ad iconIklan
ad iconIklan