backup og meta
Kategori
Cek Kondisi

4

Tanya Dokter
Simpan

Mungkinkah Ada Orang Tidak Punya Emosi Sama Sekali?

Ditinjau secara medis oleh dr. Tania Savitri · General Practitioner · Integrated Therapeutic


Ditulis oleh Kemal Al Fajar · Tanggal diperbarui 21/05/2021

    Mungkinkah Ada Orang Tidak Punya Emosi Sama Sekali?

    Melihat sesuatu yang lucu, seperti acara komedi di televisi, umumnya bisa membuat kebanyakan orang tertawa hingga terbahak. Kebalikannya ketika berhadapan dengan situasi yang memilukan atau menyayat hati, rasa tidak tega atau kesedihan mungkin menyelimuti hati Anda.  Bagaimana jika seseorang tidak punya emosi? Apakah mungkin hal itu terjadi?

    Mengenal depersonalisasi-derealisasi, ketika seseorang tidak punya emosi

    Emosi memainkan peran penting dalam menentukan cara Anda berpikir dan berperilaku untuk mengambil keputusan dan bertindak. Hal ini membantu Anda bertahan hidup, menghindari bahaya, serta berempati dengan orang lain. Ada segelintir orang yang tidak punya emosi dan tidak bisa merasakannya. Dalam dunia psikologis, gangguan emosi ini disebut dengan gangguan depersonalisasi-derealisasi (DD).

    Sebetulnya setiap orang mungkin saja kadang merasa tidak bisa merasakan emosi alias “mati rasa’ sesekali dalam hidupnya. Misalnya saat Anda merasa amat sangat kewalahan dilanda stres di kantor. Pikiran Anda otomatis sudah dipenuhi oleh segala tetek bengek yang berkaitan dengan pekerjaan, sehingga secara emosional Anda justru jadi cenderung kurang responsif ketika mendapat berita baik.

    Nah saking stresnya Anda bukannya menanggapi dengan keceriaan, tapi mungkin malah bereaksi datar dan membalas dengan “Oke thanks’ atau “Duh lagi sibuk nih, nggak bisa diganggu.’ Hayo, ngaku saja, pernah mengalami yang seperti ini, kan? Atau justru pernah jadi korban dijutekin teman sebelah?

    Sampai batas tertentu, reaksi ini masih terhitung wajar. Namun ketika kecenderungan “mati rasa’ emosional yang Anda rasakan sampai menetap dalam waktu lama, terjadi berulang-ulang, serta hingga mengganggu aktivitas dan bahkan merusak hubungan Anda dengan orang lain, bisa jadi ini menandakan gejala gangguan psikologis yang disebut depersonalisasi-derealisasi (DD).

    Lantas kalau tidak bisa merasakan emosi, apa yang terjadi?

    Meski tidak punya emosi, seseorang yang mengalami DD akan menunjukkan tanda dan gejala umum seperti:

    • Merasa jiwa, pikiran dan raganya tidak saling terhubung; seperti roh Anda lepas dari dalam tubuh (disosiasi). Ini adalah tahap depersonalisasi.
    • Merasa jauh/berjarak dengan lingkungan sekitar; tidak terkoneksi dengan lingkungan sekitar. Ini adalah tahap derealisasi
    • Merasa asing dengan kehidupan sendiri (depersonalisasi).
    • Merasa tertekan tanpa sebab yang jelas.
    • Sering lupa waktu, hari, tanggal, dan tempat.
    • Berpikiran bahwa diri mereka tidak berarti dan tidak layak.
    • Merasa “hidup segan, mati tak mau’; hati dan pikiran kosong melompong; perasaan hanya berjalan sambil tidur ketika beraktivitas; tidak lagi merasa senang ketika melakukan hobi.
    • Berpikiran atau merasa kondisi mentalnya tidak stabil.
    • Merasa lambat dalam menerima dan memproses sinyal yang diterima tubuh seperti; pengelihatan, pendengaran, pengecap dan sensasi sentuhan.
    • Kesalahan persepsi visual, seperti melihat benda lebih besar atau lebih kecil yang sebenarnya.
    • Kesalahan persepsi suara; suara menjadi lebih pelan atau lebih kencang dari yang sebenarnya.
    • Tidak pernah merasa bugar meski tetap rajin olahraga atau selalu tidur cukup.
    • Mengalami perubahan persepsi tentang citra tubuh (body image) sendiri.
    • Tampak kurang empati, tidak bisa/sulit memahami keadaan sosial.

    tidak punya emosi

    Penyebab depersonalisasi-derealisasi

    Gangguan DD terjadi ketika fungsi bagian otak yang memproses emosi, empati, dan interosepsi (fungsi yang berperan dan merasakan hal yang terjadi dalam tubuh) mengalami penurunan aktivitas.

    DD cenderung muncul sebagai mekanisme pertahanan diri (coping strategy) oleh alam bawah sadar agar orang tersebut tidak mengalami tekanan mental yang lebih parah lagi. Kondisi ini disebut sebagai desentisasi.

    Itu kenapa gangguan psikologis ini lebih sering muncul setelah dipicu oleh stres berat yang berkepanjangan atau setelah mengalami kejadian di masa lampau yang membuat trauma, baik secara fisik maupun mental (misalnya setelah kekerasan seksual, kekerasan anak, korban KDRT, krisis finansial, atau pascakematian orang terdekat).

    Namun, masalah tidak punya emosi yang disebabkan oleh DD tidak dapat disamakan dengan jenis gangguan mental lainnya yang juga berkaitan dengan stres, seperti kejang akibat epilepsi, serangan panik dan serangan kecemasan, atau depresi.

    Depersonalisasi-derealisasi juga dapat terjadi karena efek samping dari paparan kimia obat yang menekan kerja otak. Obat-obatan yang umumnya memunculkan efek mati rasa emosional adalah narkotika jenis ketamine, LSD, dan ganja. Penggunaan obat-obatan medis secara legal (diawasi dokter) seperti obat antidepresan dan anticemas golongan SSRI juga bisa menyebabkan efek samping serupa.

    Apa yang dapat dilakukan?

    Biasanya gejala DD membaik dengan sendirinya dengan perubahan pola gaya hidup, dukungan sosial dan seiring berjalannya waktu. Berbagai cara yang bisa dilakukan adalah:

    • Mengurangi stress.
    • Mengatur pola makan dan pola aktivitas.
    • Mencukupkan waktu tidur.
    • Memahami penyebab, pemicu dan sumber stress dan hindari hal tersebut dalam beberapa waktu.
    • Menceritakan atau berbagi pada orang lain tentang hal-hal yang sedang Anda rasakan, alias jangan memendam emosi.
    • Menyibukkan diri dengan hal yang positif untuk mengalihkan pikiran dari stres.
    • Memahami bahwa hal buruk yang sedang dialami hanya berlangsung sementara.

    Sebaiknya konsultasikan lebih lanjut dengan psikolog atau terapis jika Anda tidak bisa mengatasi stres tersebut atau ketika gejala DD sudah amat parah, untuk mencari strategi coping stres yang lebih efektif dan aman.

    Bagi beberapa orang, berhenti menggunakan obat-obatan antidepresan kemungkinan dapat menghilangkan gejala DD. Namun, konsultasikan dulu dengan dokter Anda sebelum memutuskan berhenti dosis.

    Catatan

    Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan.

    Ditinjau secara medis oleh

    dr. Tania Savitri

    General Practitioner · Integrated Therapeutic


    Ditulis oleh Kemal Al Fajar · Tanggal diperbarui 21/05/2021

    advertisement iconIklan

    Apakah artikel ini membantu?

    advertisement iconIklan
    advertisement iconIklan