Bigorexia adalah gangguan kecemasan yang ditandai dengan pemikiran obsesif (tidak henti-hentinya memikirkan dan mengkhawatirkan) tentang ‘cacat’ fisik dan penampilan tubuh, atau memfokuskan perhatian yang sangat berlebihan tentang kekurangan tubuh tertentu. Misalnya, anggapan bahwa dirinya terlalu kurus dan “lembek” dan tidak sekekar pria lain yang Anda lihat di TV atau di gym.
Kecemasan berlanjut ini kemudian membuat Anda terus-terusan membandingkan fisik Anda dengan orang lain (“Kenapa saya tidak pernah bisa segagah dia?”), khawatir bahwa tubuh Anda tidak “normal” atau “sempurna” di mata orang lain (“Sepertinya upaya gym saya gagal semua, tubuh saya tidak berotot sama sekali!”), dan menghabiskan banyak waktu berkaca di depan cermin mempreteli bentuk tubuh yang Anda pikir tidak pernah cukup bagus.
Gangguan kecemasan ini pada akhirnya bisa menyebabkan Anda jadi menghalalkan berbagai cara demi memiliki tubuh berotot, seperti diet ekstrim (misalnya sengaja melaparkan diri, gejala anoreksia) atau olahraga berlebihan.
Siapa yang rentan mengalami bigorexia?
Bigorexia banyak dialami oleh laki-laki dari berbagai usia, dari dewasa muda sampai yang sudah cukup matang hingga paruh baya. Menurut Rob Wilson kepala Body Dysmorphic Disorder Foundation, seperti yang dilansir BBC, 1 dari 10 pria yang rutin nge-gym menunjukkan gejala bigorexic.
Sayangnya banyak pria yang mengalami gangguan ini atau orang-orang terdekat mereka tidak menyadari gejalanya. Pasalnya, stereotip “pria maskulin, tinggi gagah, dan berotot” yang masih begitu kuat dipegang teguh oleh masyarakat ditambah dengan pengaruh media sosial, membuat pemandangan “nge-gym mati-matian” sebagai hal yang lumrah.
Seseorang yang mengalami bigorexia parah bisa mengalami depresi hingga bahkan menunjukkan perilaku bunuh diri karena merasa gagal memiliki bentuk tubuh idaman akibat “tubuh cacat” yang dimilikinya.
Apa penyebab bigorexia?
Penyebab bigorexia tidak diketahui pasti. Tetapi, faktor biologis dan lingkungan tertentu dapat berkontribusi untuk memicu timbulnya gejala, termasuk kecenderungan genetik, faktor neurobiologis seperti gangguan fungsi serotonin di otak, ciri-ciri kepribadian, pengaruh sosial media dan keluarga hingga teman, serta budaya dan pengalaman hidup.
Pengalaman traumatis atau konflik emosional selama masa kecil serta tingkat kepercayaan diri yang rendah juga dapat meningkatkan risiko Anda mengalami bigorexia.
Apa saja gejala gangguan ini?
Tanda-tanda atau gejala bigorexia di antaranya adalah hasrat tak tertahankan untuk berolahraga atay pergi nge-gym secara kompulsif, kerap memprioritaskan olahraga dibanding kehidupan pribadi dan sosialnya, sering bolak-balik bercermin memandangi bentuk tubuh, bahkan hingga menyalahgunakan suplemen otot atau menggunakan suntik steroid, yang justru bisa membahayakan kesehatan.
Bagaimana cara mengatasi bigorexia?
Body dysmorphic disorder seringnya tidak disadari oleh si empunya tubuh sehingga mereka menghindari untuk membicarakan gejalanya. Tapi penting untuk segera berkonsultasi ke dokter begitu Anda menyadari gejala awalnya, baik pada diri sendiri maupun pada orang terdekat Anda.
Dokter dapat mendiagnosis Anda dari riwayat medis dan pemeriksaan fisik atau merujuk ke ahlinya (psikiater, psikolog) untuk penilaian yang lebih baik. Terapi perilaku kognitif bersama dengan obat-obatan antidepresan seperti clomipramine cukup efektif dan paling sering dijadikan rencana pengobatan bigorexia.
Tanya Dokter
Punya pertanyaan kesehatan?
Silakan login atau daftar untuk bertanya pada para dokter/pakar kami mengenai masalah Anda.
Ayo daftar atau Masuk untuk ikut berkomentar