Selain menerapkan protokol kesehatan 5M, pemerintah Indonesia juga mendorong masyarakat untuk mengikuti vaksinasi COVID-19. Ada berbagai jenis vaksin COVID-19 yang digunakan di Indonesia, salah satunya ialah vaksin Pfizer.
Apa itu vaksin Pfizer?
Vaksin Pfizer atau dengan merek dagang Comirnaty adalah salah satu vaksin COVID-19 yang dikembangkan dari hasil kerja sama antara Pfizer dan BioNTech.
Sama halnya dengan vaksin Moderna, vaksin COVID-19 ini juga memiliki kandungan mRNA (messenger RNA) untuk menstimulasi sistem kekebalan tubuh.
mRNA memerintah sel untuk membentuk protein S-antigen dari SARS-CoV-2. Protein ini akan mendorong terbentuknya antibodi untuk melawan infeksi virus.
Efektivitas vaksin Pfizer
Vaksin Pfizer telah mendapatkan Emergency Use Listing (EUL) dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sejak Desember 2020 lalu.
Kemudian, menyusul Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang juga menerbitkan Emergency Use Authorization (EUA) untuk vaksin COVID-19 ini pada Juli 2021.
Efektivitas atau efikasi vaksin terhadap infeksi coronavirus penyebab COVID-19 terbilang cukup tinggi, yakni dengan angka di atas 90 persen.
Dalam uji coba secara acak yang diterbitkan dalam New England Journal of Medicine (2021), dua dosis vaksin Pfizer diberikan pada orang berusia 16 tahun ke atas.
Tujuh hari setelah pemberian dosis vaksin kedua, peneliti menemukan adanya perlindungan sekitar 91% pada tubuh partisipan terhadap infeksi SARS-CoV-2 yang bergejala.
Dosis dan jadwal pemberian vaksin Pfizer
Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes RI) telah memberikan izin penggunaan vaksin Pfizer sebagai vaksinasi dosis primer dan lanjutan (booster) untuk masyarakat Indonesia.
EUA BPOM menjelaskan vaksin COVID-19 ini bisa diberikan untuk orang berusia 12 tahun ke atas sehingga dimasukkan ke dalam program vaksin COVID-19 untuk anak.
Pemberian vaksin COVID-19 ini dilakukan melalui suntikan ke dalam otot (intramuskular/IM). Berikut ini dosis dan jadwal pemberian vaksin yang perlu Anda ketahui.
Vaksinasi primer Pfizer
Pemberian vaksin primer dilakukan dua kali dengan dosis 0,3 ml pada setiap penyuntikan. Jarak pemberian dosis vaksin pertama dan kedua ialah 21–28 hari.
Vaksinasi booster Pfizer
Progam vaksinasi dosis lanjutan atau vaksin booster di Indonesia juga menggunakan vaksin Pfizer dengan ketentuan sebagai berikut.
Vaksin Primer | Dosis Vaksin Booster |
Sinovac | 1/2 dosis (0,15 ml) |
AstraZeneca | 1/2 dosis (0,15 ml) |
Pfizer | 1 dosis (0,3 ml) |
Cara pemberian vaksin Pfizer
Vaksin COVID-19 hanya boleh diberikan oleh dokter atau petugas kesehatan terlatih. Vaksin akan diberikan melalui suntikan intramuskular (IM).
Sebelum melakukan prosedur ini, petugas kesehatan akan melakukan screening kesehatan untuk memastikan Anda bisa menerima vaksin.
Penyuntikan akan petugas lakukan pada bagian lengan atas, yang akan dibersihkan dengan alcohol swab sebelum dan setelah suntik vaksin.
Apabila Anda telah mendapatkan suntikan vaksin, dokter atau petugas akan meminta Anda untuk tidak meninggalkan lokasi vaksinasi selama 15–30 menit.
Ini bertujuan untuk memantai kemungkinan Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi (KIPI) yang bisa terjadi pada sebagian penerima vaksin COVID-19.
Setelah dinyatakan aman dari KIPI, dokter atau petugas akan menjelaskan jadwal pemberian vaksin COVID-19 dosis kedua atau lanjutan.
Efek samping vaksin Pfizer
Efek samping vaksin COVID-19 cukup umum terjadi, termasuk setelah pemberian vaksin Pfizer. Meski demikian, kemunculannya mungkin akan berbeda-beda pada setiap orang.
Adapun, beberapa efek samping yang paling sering terjadi, antara lain:
- sakit kepala,
- nyeri sendi,
- nyeri otot,
- keletihan,
- bengkak dan nyeri pada area suntikan, dan
- demam (lebih sering terjadi setelah dosis kedua).
Efek samping ringan tersebut biasanya muncul dalam kurun waktu 1–2 hari. Untuk meredakan gejala, Anda bisa minum obat pereda nyeri, seperti paracetamol.
Namun, bila gejala tak kunjung membaik atau timbul reaksi alergi, seperti gatal, sulit bernapas, mengi, pembengkakan wajah, bibir, lidah, atau tenggorokan, segera kunjungi dokter.
Peringatan dan perhatian saat menerima vaksin Pfizer
Pemberian vaksin Pfizer cukup efektif untuk mencegah penularan COVID-19. Akan tetapi, sebelum mendapatkannya, berikut beberapa hal yang perlu Anda perhatikan.
- Hindari pemberian vaksin pada orang dengan demam akut (suhu tubuh di atas 38,5°C) dan tunda sampai orang tersebut tidak mengalami demam.
- Beri tahu dokter bila Anda memiliki riwayat alergi terhadap vaksin atau terapi suntik lain yang bisa menyebabkan reaksi alergi yang parah (anafilaksis).
- Beri tahu dokter bila Anda memiliki komorbiditas, seperti penyakit paru, penyakit jantung, penyakit liver, obesitas, diabetes, dan tekanan darah tinggi.
- Beri tahu dokter bila Anda memiliki sistem imun yang lemah (imunodefisiensi), penyakit autoimun, positif HIV, atau sedang menggunakan obat imunosupresan.
- Pastikan Anda memberitahu dokter tentang obat resep, nonresep, vitamin, suplemen gizi, dan produk herbal yang sedang Anda gunakan.
- Informasikan dokter bila Anda sedang hamil, berencana untuk hamil, atau sedang dalam masa menyusui.
Apakah vaksin Pfizer aman untuk ibu hamil dan menyusui?
Hingga saat ini, data yang tersedia tentang pemberian vaksin COVID-19 pada ibu hamil dan menyusui tidak memadai untuk menggambarkan risikonya.
WHO menganjurkan penggunaan vaksin pada ibu hamil mengingat dampak buruk COVID-19 selama kehamilan, seperti meningkatkan risiko kelahiran prematur dan lahir mati.
Ibu menyusui juga direkomendasikan untuk mendapatkan vaksin seperti orang dewasa lain. Menyusui boleh dilanjutkan setelahnya karena vaksinasi tidak berisiko pada anak.
Akan tetapi, bila Anda ragu terkait risiko vaksin COVID-19 saat hamil maupun menyusui, konsultasikan dengan dokter untuk mengetahui manfaat dan risikonya.
Interaksi vaksin dengan obat lain
Belum ada bukti bahwa vaksin Pfizer atau Comirnaty memicu interaksi yang mengubah kinerja atau meningkatkan risiko efek samping serius dari penggunaan obat lain.
Meski begitu, tetap konsultasikan dengan dokter Anda terkait produk yang sedang digunakan, termasuk obat-obatan resep, nonresep, vitamin, suplemen, dan produk herbal.
Jangan memulai, menghentikan, atau mengganti dosis obat tanpa persetujuan dokter Anda.