Dari sekian banyak komplikasi diabetes melitus, terdapat dua komplikasi yang sangat mirip dan sangat umum dialami oleh pasien diabetes. Keduanya yaitu ketoasidosis diabetik (KAD) dan sindrom hiperglikemik hiperosmolar nonketotik (HHS atau HHNS).
KAD dan HHS sama-sama memengaruhi kadar gula darah, proses produksi urine, dan dapat membahayakan jiwa bila pasien tidak dapat menanganinya. Namun, sebelum itu Anda tentu perlu memahami perbedaan antara keduanya.
Apa itu KAD dan HHS?
Ketoasidosis diabetik merupakan komplikasi diabetes yang ditandai dengan tingginya kadar keton dalam tubuh.
Keton merupakan asam yang tubuh Anda hasilkan setelah membakar lemak untuk menghasilkan energi.
Dalam keadaan normal, tubuh menggunakan gula (glukosa) sebagai sumber energi utama.
Begitu gula habis, tubuh pun beralih membakar cadangan energi berupa lemak. Proses ini menghasilkan zat sisa berupa keton.
Sementara itu, sindrom hiperglikemik hiperosmolar nonketotik terjadi ketika kadar gula darah meningkat terlalu tinggi melampaui batas normal.
Kondisi ini membuat ginjal harus bekerja keras untuk membuang kelebihan glukosa melalui urine.
Jika pasien diabetes tidak minum cukup air, darahnya akan menjadi lebih pekat karena konsentrasi gula terus meningkat.
Darah yang pekat ini secara alamiah akan menarik air dari berbagai organ agar menjadi lebih encer, atau dengan kata lain seimbang.
Beda gejala KAD dan HHS
Menurut penelitian oleh Gosmanov dan kawan-kawan pada tahun 2021, ada sejumlah perbedaan antara gejala KAD dan HHS.
Gejala KAD biasanya muncul dalam hitungan jam, sedangkan HHS cenderung lambat hingga beberapa hari atau minggu.
Banyak pasien diabetes sulit membedakan gejala KAD dengan HHS karena keduanya sama-sama menyebabkan gula darah tinggi.
Akan tetapi, gejala khas KAD pada dasarnya meliputi:
- kadar keton yang tinggi dalam urine (ketosis),
- napas berbau seperti buah,
- rasa haus yang berlebihan,
- sering buang air kecil,
- mual dan muntah,
- napas menjadi lebih cepat,
- linglung atau kebingungan, serta
- kelelahan.
Satu lagi kesamaan gejala KAD dan HHS yaitu pasien menjadi sering buang air kecil.
Namun, pasien diabetes yang mengalami HHS mungkin juga menunjukkan tanda-tanda seperti:
- kadar gula darah yang sangat tinggi,
- jantung berdebar,
- mual dan muntah,
- sakit perut,
- rasa haus,
- linglung,
- bicara terdengar tidak jelas, serta
- kelemahan pada salah satu sisi tubuh.
KAD dan HHS merupakan komplikasi diabetes serius yang bisa membahayakan pasien bila tidak tertangani dengan baik.
Maka dari itu, Anda sebaiknya segera memeriksa gula darah bila mengalami gejalanya.
Selain itu, ketoasidosis diabetik juga bisa menjadi tanda awal dari diabetes tipe 1.
Untuk mencegah komplikasi yang lebih parah, American Diabetes Association menyarankan agar Anda memeriksa kadar keton bila hasil tes gula darah mencapai 240 mg/dL.
Beda penyebab KAD dan HHS
Ketoasidosis diabetik dan sindrom hiperglikemik hiperosmolar nonketotik pada pasien diabetes muncul dari mekanisme yang berbeda. Berikut perbedaan keduanya.
1. Ketoasidosis diabetik
Kurangnya hormon insulin akan mengganggu penyerapan glukosa ke dalam sel tubuh pasien diabetes.
Akibatnya, tubuh mereka harus membakar lemak untuk mendapatkan energi. Proses pembakaran ini menghasilkan keton.
Semakin lama, keton semakin menumpuk dalam darah dan mengganggu metabolisme tubuh.
Keton juga dapat mengubah darah menjadi asam dan meracuni tubuh. Kondisi ini biasanya semakin buruk akibat:
- penyakit lain,
- infeksi,
- kehamilan,
- lupa menggunakan insulin,
- penyumbatan pada pompa insulin, atau
- stres emosional.
2. Sindrom hiperglikemik hiperosmolar nonketotik
Semua pasien diabetes bisa mengalami KAD dan HHS.
Namun, HHS termasuk jarang dan biasanya terjadi pada pasien diabetes berusia lanjut.
Saat mengalami HHS, kadar gula darah pasien bisa naik secara ekstrem (hiperglikemia) hingga mencapai 600 mg/dL.
Berikut beberapa faktor yang bisa menyebabkan HHS.
- Diabetes yang tidak terkendali atau tidak terdiagnosis sejak lama.
- Penyakit infeksi, seperti infeksi salurah kemih dan pneumonia.
- Penyakit kronis lain, seperti stroke, penyakit ginjal, dan penyakit jantung.
- Tidak menjalani pengobatan diabetes sesuai anjuran dokter.
- Konsumsi obat diuretik yang meningkatkan pengeluaran cairan dari tubuh.