Kecemasan

Selamat malam dok. Dok dari tahun 2009 sampai saat ini saya sering merasa cemas dan itu saya rasakan hampir setiap hari. Terutama di waktu suami mau berangkat bekerja dan pada saat pulang kerja. Sebelum saya bertemu dengan suami, saya tidak pernah merasakan cemas yang teramat sangat. Saya masih bisa menjalankan hidup lebih santai walaupun dikelilingi dengan banyak masalah. Selain rasa cemas, saya juga merasa gelisah, intensitas tidur terutama di malam hari juga berkurang. Di pagi hari saya sering merada lelah tanpa sebab dan membuat saya menjadi tidak bersemangat, dada juga terasa berat, saya juga sering mencemaskan sesuatu yang belum tentu terjadi, di pikiran saya hanya ada pikiran negatif. Setiap saya ingin melepaskan beban ini, selalu saja gagal dan pikiran negatif muncul kembali. Saya sering menanyakan sesuatu berulang ulang kepada suami seperti misalnya "nanti ayah enggak pulang telat kan? Atau Ayah enggak ada acara kan di akhir pekan?".Kedua pertanyaan ini menjadi suatu yang paling menakutkan dan selalu mengganggu pikiran saya. Setiap suami mengerjalan tugas kantor dan mendapakan telpon dari atasannya, saya spontan menjadi badmood dan overthinking. Saya berusaha mengendalikan diri agar tidak terlalu sering bertanya pada suami karena saya tidak ingin feedback yang saya dapatkan tidak sesuai dan saya juga paling benci jika di bohongi. Tapi jika saya tidak menanyakan pada akhirnya saya pendam sendiri dan pada akhirnya saya emosi tidak jelas sampai pernah terbawa mimpi. Dulu saya pernah konsultasi ke psikolog sampai hypnoterapi tapi tidak ada yang berhasil. Sampai detik ini saya tidak ada upaya apapun untuk mencari tahu mengenai kondisi saya. Karena suami tidak mendukung karena masalah finansial dan suami tidak sepenuhnya memahami tentang kondisi saya. Tapi malah saya di tuntut untuk bisa mengerti dengan kondisinya. Akhir akhir ini saya merasa komunikasi dengan suami terasa kaku karena suami fokus dengan hpnya. Setiap dia sibuk mengerjakan tugas kantor di rumah, saya merasa stres dan tertekan. Terasa sesak berada di dalam rumah dengan situasi seperti itu. Saya merasa tidak nyaman ketika ingin mengobrol dengan suami karena dia membuat batasan antara apa yang dia suka dan tidak suka untuk di bahas. Bahkan saya sendiri bingung untuk memulai suatu obrolan. Sehingga inilah yang membuat saya menjadi lebih pendiam, jarang ngobrol dan tidak pernah lagi bercanda. Saya tidak tahu apakah ini ada hubungannya atau tidak dengan yang saya alami saat ini. Karena di saat saya SMA pasca di tinggal ayah meninggal dan tidak lama setelah itu saat ibu saya berencana untuk menjual rumah, di situlah ibu saya bertemu dengan laki laki yang saat ini menjadi suaminya. Saat itu hubungan saya dan mama semakin jauh karena beliau lebih banyak waktu dengan pasangannya daripada saya. Mama saya sering pergi sampai malam dengan pacarnya sampai larut malam dan bahkan tinggal satu atap dengan status belum menikah. Apapun yang saya lakukan, mama tidak pernah mempedulikan saya. Melainkan malah marah ke saya dan lebih membela pacarnya yg latarbelakangnya kurang baik. Bahkan saya pernah dipukul ibu sambil membela pacarnya. Semenjak papa saya masih ada, memang saya lebih dekat dengan papa di banding mama. Karena mama punya karakter yang keras, suka mengatur, suka menyalahkan, suka membanding bandingkan sehingga saya takut jika tidak mewujudkan apa yang diinginkan ibu saya. Di saat saya baik kelas 3 SMA ibu saya memutuskan untuk pindah rumah dan tetap dengan rutinitas yang sama ibu saya pergi pagi pulang malam. Intensitas waktu dengan mama benar benar 0 %. Tapi jika ada mama di rumah, justru saya merasa aneh dan tidak nyaman. Seiringnya waktu berjalan bulan ramadhan tiba dan setelah lebaran ART yang biasanya menenami saya selama ini dikeluarkan karena kesalahpahaman dan pada akhirnya saya mulai hidup sendiri. Pernah suatu ketika saat saya takut tidur sendiri, saya minya ijin baik-baik untuk tidur bersama mama saya walaupun harus lesehan di bawah. Tapi mama saya menolak dengan membentak saya. Dari situlah saya terpaksa memberanikan diri untuk tidur sendiri. Hampir setiap hari jika mama saya di jam setengan 1 malam baru pulang, di situlah saya baru berani untuk tidur. Tidak lama kemudian ibu saya berencana pergi keluar kota selama 3 hari dan saya mengajak teman saya untuk memginap di rumah. Setelah mama saya pulang, mama saya memberitahu saya bahwa akan keluar kota lagi dalam waktu dekat dan belum bisa dipastikan sampai berapa hari. Saya mengingatkan mama saya bahwa saya sangat membutuhkan kehadirannya di saat saya melaknakan ujian akhir SMA. Tapi sayangnya tidak beliau kabulkan. Saya merasa kecewa sekali dan merasa dibohongi. Akhirnya ibu saya pergi keluar kota tanpa menjelaskan kemana akan pergi dan sampai kapan. Ibu saya menutupi semuanya. Saya ingin menanyakannya tapi takut kalau beliau marah. Akhirnya saya memendam sendiri semuanya. Selama keluar kota, ibu saya tidak pernah menanyakan bagaimana kondisi saya. Saya sering pindah pindah untuk menginap di rumah teman sekedar untuk tidur dan makan. Saya tidak pernah protes atau mengeluh dengan mama saya yang hampir tidak pernah ada di rumah. Beberapa setelah saya dinyatakan lulus, menjelang acara perpisahan mama saya baru pulang untuk menjeput saya dan berangkat ke semarang untuk ujian universitas. Selama saya kuliah di semarang, saya tinggal bersama sepupu saya yang awalnya berjalan baik baik saja hingga lambat laun suasananya menjadi tidak nyaman dengan status saya yang menumpang di sana. Apapun yang terjadi saya memilih untuk menyimpan sendiri dan tidak menceritakan pada mama saya. Karena saya takut akan di salahkan. Selama saya kuliah, meskipun libur panjang saya tidak pernah pulang ke jakarta. Hingga pada akhirnya ditahun 2008 saya diijinkan untuk pulang ke jakarta. Sayangnya saya merasa tidak di sambut dengan baik oleh mama saya. Sebelum sampai stasiun semarang, ibu saya dengan nada marah menelpon saya. Sesampainya dijakarta yang awalnya baik baik saja sampai suasanya terasa begitu tidak nyaman. Karena selama di sana saya tinggal di rumah tante sepupu dari mama saya. Sedangkan mama tinggal di rumah mertuanya. Beberapa hari yang tidak menyenangkan saya lalui selama dijakarta dan pada akhkrnya saya pulang ke semarang. Tidak lama sesampainya saya di rumah, ada salah satu teman karang taruna mengajak saya untuk ikut suatu pertemuan pemuda dan di situlah saya bertemu dengan suami saya yang pada akhirnya menjadi pacar saya dan awal mula saya merasakan kecemasan. Mohon maaf sekali dok jika cerita saya terlalu panjang, karena saya ingin benar benar tahu apa yang saya alami selama ini. Karena saya bingung apa yang harus saya lakukan jika saya tidak mendapatkan dukungan baik dari suami dan juga orang tua. Selama ini saya berjuang dan menangis dalam kesendirian menahan ini semua. Mohon pencerahan ya dok, terimakasih atas perhatian dan waktu yang telah dokter sediakan.

Suka
Bagikan
Simpan
Komentar
2
2

2 komentar

Halo Dian Novita Astriyani, terima kasih untuk pertanyaannya.


Pada dasarnya, perasaan cemas sangat wajar dialami oleh setiap individu sebagai bentuk kewaspadaan terhadap sesuatu. Namun, apabila perasaan cemas berlangsung secara berlebihan, terus-menerus, dan tanpa alasan yang kuat, serta dapat mengganggu aktivitas sehari-hari, maka perlu segera meminta bantuan professional jika sudah tidak dapat diatasi secara mandiri.


Dalam diri individu terjadi proses mental yang saling berkaitan antara pikiran, perasaan, perilaku, dan sensasi tubuh/ fisik. Dengan anda mengelola pikiran yang menyebabkan munculnya kecemasan, secara tidak langsung juga akan meminimalisir keluhan lainnya yang anda alami.


Adapun yang dapat anda lakukan, yaitu menuliskan seluruh isi pikiran anda pada kertas secara berkala tanpa terkecuali. Kegiatan ini dikenal dengan istilah jurnaling, di mana dapat dilakukan setiap hari sehingga pikiran tidak hanya menumpuk dalam diri anda. Lalu anda juga dapat mengidentifikasi dan mengevaluasi kembali pikiran yang sering muncul dengan menanyakan ke diri anda mengenai pikiran tersebut “apakah hal yang dikhawatirkan didukung oleh fakta sehingga perlu dipikirkan secara berlebihan atau hanya kekhawatiran tanpa alasan yang jelas?”, sehingga anda dapat melihat secara objektif sumber pikiran anda. Jangan lupa untuk melatih diri berpikir positif dan lebih rasional. Lakukan relaksasi pernapasan saat ketidaknyamanan tersebut muncul (fokus pada napas masuk dan napas keluar), sehingga anda lebih rileks dan tenang dalam menyikapi yang anda alami. Selain itu, anda tetap terkoneksi dengan sekitar agar tidak merasa sendiri.


Jangan ragu untuk memeriksakan diri anda ke psikolog/ psikiater jika keluhan berlanjut atau bertambah parah agar tertangani dengan tepat.


2 jam yang lalu
Suka
Balas
Kondisi yang Anda alami tampaknya merupakan gangguan kecemasan yang kompleks, diperburuk oleh pengalaman masa lalu dan kurangnya dukungan saat ini. Kecemasan ini bisa jadi terkait dengan pengalaman traumatis di masa lalu, terutama hubungan yang kurang baik dengan ibu Anda dan perasaan tidak aman:

Beberapa hal yang bisa Anda lakukan:

  1. Pertimbangkan terapi individu: Meskipun Anda pernah mencoba hipnoterapi dan psikolog sebelumnya, penting untuk mencari terapis yang tepat dan pendekatan yang sesuai dengan Anda. Terapi perilaku kognitif (CBT) atau terapi psikodinamik mungkin bisa membantu Anda mengatasi akar masalah kecemasan Anda.
  2. Komunikasi dengan suami: Cobalah untuk berbicara dengan suami Anda tentang perasaan Anda dan betapa pentingnya dukungan bagimu. Jelaskan bagaimana kecemasan Anda memengaruhi Anda dan bagaimana dia bisa membantu. Jika memungkinkan, pertimbangkan konseling pernikahan untuk memperbaiki komunikasi dan pemahaman antara Anda berdua.
  3. Bangun sistem pendukung: Cari teman, keluarga, atau kelompok dukungan yang bisa memberikan dukungan emosional dan pengertian. Berbagi pengalaman dengan orang lain yang mengalami hal serupa bisa sangat membantu.
  4. Prioritaskan perawatan diri: Lakukan aktivitas yang membuat Anda merasa rileks dan bahagia, seperti olahraga, meditasi, atau menghabiskan waktu di alam. Jaga kesehatan fisik Anda dengan tidur yang cukup dan makan makanan yang sehat.
  5. Konsultasi dengan psikiater: Jika kecemasan Anda sangat parah dan mengganggu aktivitas sehari-hari, pertimbangkan untuk berkonsultasi dengan psikiater. Mereka dapat mengevaluasi kondisi Anda dan meresepkan obat jika diperlukan. Mengingat riwayat Anda, terapi psikologis mungkin menjadi pilihan yang baik untuk membantu Anda mengatasi masalah ini.
1 hari yang lalu
Suka
masukan
1
warningDisclaimer: Informasi yang disampaikan di atas adalah informasi umum, bukan pengganti saran medis resmi dari dokter atau pakar.
Related content
Temukan komunitas Anda
Jelajahi berbagai jenis komunitas yang ada dan paling sesuai dengan kondisi kesehatan yang Anda hadapi.
Iklan
Iklan