backup og meta

Terapi Seks Atasi Masalah Seksual agar Makin Harmonis

Terapi Seks Atasi Masalah Seksual agar Makin Harmonis

Masalah hubungan intim terkadang dapat memengaruhi keharmonisan. Terapi seks dapat membantu Anda dan pasangan mencari jalan keluar untuk permasalahan ini. Ketahui lebih lanjut mengenai terapi tersebut melalui ulasan di bawah ini.

Apa itu terapi seks?

Terapi seks atau terapi seksual adalah jenis psikoterapi untuk membantu seseorang atau pasangan mengatasi masalah seksual dan meningkatkan kepuasan seksual dalam hubungan.

Seorang terapis seks akan menggali masalah yang dialami dan menilai kemungkinan penyebabnya, seperti faktor psikologis, kesehatan fisik, atau kombinasi keduanya.

Dengan mengetahui penyebab tersebut, terapis dapat membantu Anda menemukan solusinya.

Terapi seks dapat membantu individu dan pasangan dalam memahami masalah seksual dengan lebih baik seperti berikut ini.

  • Membantu Anda dan pasangan mengetahui pemahaman yang realistis tentang seksualitas dan kepuasan.
  • Menjadi mediator Anda dan pasangan bila terjadi kesalahpahaman tentang hubungan seksual.
  • Membantu Anda dan pasangan mengidentifikasi dan mengatasi penyebab masalah seksual yang terjadi.
  • Membantu memelihara hubungan seksual yang lebih sehat untuk diri sendiri maupun bersama pasangan.

Satu yang perlu dipahami terapi ini tidak bisa menyembuhkan atau mengobati keterbatasan dan masalah fisik yang menyebabkan disfungsi seksual.

Kapan perlu melakukan terapi seks?

Pengalaman Azoospermia, 9 tahun tak kunjung dikaruniai anak

Terapi seks dapat bermanfaat bagi siapa saja yang ingin meningkatkan kualitas hubungan seksual.

Setiap sesi terapi bersifat rahasia sehingga Anda dapat menemui terapis sendiri atau tanpa pasangan.

Namun, jika masalah Anda juga memengaruhi pasangan, mungkin akan lebih baik mengajak pasangan untuk mengikuti terapi ini.

Anda mungkin akan memerlukan terapi seks bila mengalami satu atau beberapa masalah seksual berikut ini.

1. Menurunnya gairah bercinta

Gairah seksual setiap orang berbeda dan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti usia, kondisi kesehatan, merokok, stres, penggunaan obat tertentu, kehamilan, dan menyusui.

Kondisi hormon wanita selama masa kehamilan dan menyusui biasanya memang dapat memengaruhi keinginan bercinta.

Hal ini terkadang diperburuk dengan kondisi kelelahan akibat menyusui seharian maupun setelah usia kehamilan semakin bertambah.

Sementara itu, menurut sebuah studi dalam jurnal Sexual Medicine (2020), penurunan gairah yang dialami pria umumnya disebabkan oleh stres, kondisi kesehatan, usia, dan masalah hormon testosteron.

Dalam hal ini, terapi seksual dapat membantu Anda menggali penyebab utama dan menemukan solusinya bersama pasangan.

Dalam banyak kasus, terapi ini bisa membantu masalah seksual yang berakar dari masalah mental atau emosional.

2. Kesulitan mencapai orgasme

Salah satu kepuasan yang bisa Anda maupun pasangan dapatkan ketika berhubungan intim adalah orgasme alias puncak kenikmatan.

Sayangnya, tidak semua pasangan bisa mencapai orgasme setiap kali bercinta.

Beberapa faktor yang dapat memengaruhinya, yaitu hubungan intim yang dipaksakan, kelelahan, hingga masalah kesehatan.

Untuk itulah Anda dan pasangan membutuhkan konsultasi dan terapi seksual sehingga dapat menemukan penyebabnya.

Dengan demikian, Anda dan pasangan dapat mencari solusi bersama agar bisa mencapai puncak kenikmatan saat bercinta.

3. Sakit saat berhubungan intim

Tidak semua hubungan intim terasa nikmat. Sebagian pasangan mungkin justru merasakan sakit ketika bercinta.

Penyebabnya bisa beragam, misalnya kesulitan penetrasi, takut, foreplay kurang lama, hingga masalah vaginismus.

Tak hanya itu, hubungan intim juga bisa menyakitkan jika dilakukan karena paksaan dan tidak memperhatikan kondisi pasangan.

Sayangnya, banyak yang masih kesulitan mengomunikasikan masalah tersebut dengan pasangannya.

Tak ada salahnya jika Anda dan pasangan mendatangi terapis seksual untuk mendapatkan bantuan dalam menyelesaikan masalah ini.

4. Disfungsi ereksi

Disfungsi ereksi merupakan kondisi pria yang tak dapat mempertahankan ereksi untuk kepuasan seksual.

Menurut studi dalam jurnal Nature Reviews Disease Primers (2016), disfungsi ereksi dapat menyebabkan pria mengalami kecemasan bahkan depresi.

Bila kondisi ini terus berlanjut tanpa adanya penanganan yang tepat, Anda atau pasangan mungkin akan mengalami masalah dalam relasi sehari-hari.

Terapi seks mungkin dapat menjadi salah satu solusi untuk disfungsi ereksi.

5. Masalah ejakulasi

Ejakulasi dini merupakan masalah ejakulasi yang paling umum dialami oleh pria.

Ini merupakan kondisi ejakulasi prematur atau terlalu cepat, bahkan saat baru foreplay atau sebelum melakukan penetrasi.

Masalah ini sering kali menyebabkan retaknya keharmonisan rumah tangga, terlebih jika Anda dan pasangan tidak bisa menjalin komunikasi dengan baik.

Tak ada salahnya untuk berkonsultasi dan melakukan terapi seksual dengan bantuan ahlinya.

Dengan begitu, Anda akan mendapatkan informasi maupun bantuan dalam mengatasi masalah ejakulasi.

6. Kecanduan seks

Tak hanya saat gairah mulai menurun, Anda juga bisa mendatangi pusat pelayanan terapi seksual yang berlisensi jika menyadari diri sendiri atau pasangan mengalami kecanduan seks.

Pasalnya, kecanduan seks juga dapat dilatarbelakangi oleh penyebab yang tidak disadari oleh pasien.

Bila ingin sembuh, sebaiknya cari tahu terlebih dahulu penyebabnya agar bisa menentukan langkah pengobatan yang tepat secara medis.

Apa yang terjadi selama terapi seks?

vaksin sebelum menikah

Sesi terapi seks biasanya berlangsung selama 30 hingga 50 menit. 

Terapis mungkin menyarankan Anda untuk melakukan sesi mingguan atau lebih jarang, seperti sebulan sekali.

Umumnya, setiap sesi akan diisi dengan obrolan atau konsultasi. Anda akan diminta menjelaskan banyak hal secara detail.

Sementara itu, terapis juga mungkin akan menggali informasi yang dibutuhkan untuk membantu Anda mengatasi masalah.

Tak jarang, Anda akan diberi “PR” atau tugas yang perlu dilakukan di rumah seperti berikut ini.

  • Membaca buku yang berkaitan tentang organ reproduksi dan fungsinya serta soal seksualitas.
  • Belajar untuk rileks dan menghilangkan gangguan saat berhubungan intim.
  • Mempraktikkan kemampuan komunikasi dengan pasangan menggunakan cara yang positif seperti yang Anda sepakati bersama pasangan.
  • Latihan teknik menyentuh nonseksual. Latihan ini dirancang untuk membantu menghilangkan tekanan saat berhubungan intim dengan pasangan.
  • Latihan untuk memahami bagaimana mengenali dan menyampaikan preferensi seksual.

Membicarakan dan mengeksplorasi pengalaman Anda akan membantu Anda mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang kondisi yang dialami.

Apa yang harus diperhatikan selama terapi seks?

Ada beberapa hal yang perlu Anda perhatikan sebelum maupun selama terapi seks berlangsung.

  • Terapi seks tidak jauh berbeda dengan sesi konsultasi ke psikolog, psikiater, atau konselor pernikahan. 
  • Terapi seksual bukanlah pertanda hubungan Anda dengan pasangan buruk, sehingga tak perlu ragu untuk menjalani terapi ini.
  • Hal yang Anda lakukan dengan terapis adalah sesi berkonsultasi tanpa interaksi fisik atau praktik seksual.
  • Terapis dapat bekerja sama dengan dokter spesialis untuk membantu mengatasi gangguan kesehatan penyebab masalah seksual Anda.

Setelah mengetahui informasi seputar terapi seks, jangan ragu untuk berkonsultasi jika Anda dan pasangan memiliki masalah yang memerlukan bantuan profesional.

Kesimpulan

Terapi seks adalah metode konseling untuk membantu mengatasi berbagai masalah seksual, seperti disfungsi ereksi, libido rendah, atau kesulitan mencapai orgasme. Terapi ini melibatkan diskusi terbuka dengan terapis berlisensi untuk memahami penyebab fisik dan emosional yang mendasari masalah tersebut. Selain pasangan, terapi juga bisa dilakukan secara individu. Dengan pendekatan yang tepat, terapi seks dapat meningkatkan kualitas hubungan dan kepuasan seksual.

[embed-health-tool-ovulation]

Catatan

Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan. Selalu konsultasikan dengan ahli kesehatan profesional untuk mendapatkan jawaban dan penanganan masalah kesehatan Anda.

counsellor, R. (n.d.). Sex Therapy. Retrieved 18 December 2024, from https://www.relate.org.uk/what-we-do/counselling/sex-therapy

professional, C. C. medical. (2024). Sex Therapist: What They Do and When To See One. Retrieved 18 December 2024, from https://my.clevelandclinic.org/health/articles/24524-sex-therapist

Bronner, G., & Korczyn, A. D. (2017). The Role of Sex Therapy in the Management of Patients with Parkinson’s Disease. Movement disorders clinical practice, 5(1), 6–13. https://doi.org/10.1002/mdc3.12561

Ramanathan, V. & Redelman, M. (2020). Sexual dysfunctions and sex therapy: The role of a general practitioner. 49(7).  https://www1.racgp.org.au/ajgp/2020/july/sexual-dysfunctions-and-sex-therapy

Wincze, J. (2016). Sexual Dysfunction: Assessment and Therapy. Encyclopedia Of Mental Health, 133-139. https://doi.org/10.1016/B978-0-12-397045-9.00015-X

Bilal, A. (2020). Cognitive behavioral sex therapy: an emerging treatment option for nonorganic erectile dysfunction in young men: a feasibility pilot study. Sexual Medicine, 8(3), 396-407. https://doi.org/10.1016/j.esxm.2020.05.005

Shigehara, K., Kato, Y., Iijima, M., Kawaguchi, S., Nohara, T., Izumi, K., Kadono, Y., Namiki, M., & Mizokami, A. (2021). Risk Factors Affecting Decreased Libido Among Middle-Aged to Elderly Men; Nocturnal Voiding is an Independent Risk Factor of Decreased Libido. Sexual medicine, 9(5), 100426. https://doi.org/10.1016/j.esxm.2021.100426

Yafi, F. A., Jenkins, L., Albersen, M., Corona, G., Isidori, A. M., Goldfarb, S., Maggi, M., Nelson, C. J., Parish, S., Salonia, A., Tan, R., Mulhall, J. P., & Hellstrom, W. J. (2016). Erectile dysfunction. Nature reviews. Disease primers, 2, 16003. https://doi.org/10.1038/nrdp.2016.3

Versi Terbaru

18/12/2024

Ditulis oleh Dwi Ratih Ramadhany

Ditinjau secara medis oleh dr. Patricia Lukas Goentoro

Diperbarui oleh: Ihda Fadila


Artikel Terkait

Hiperseksual, Gangguan yang Menyebabkan Kecanduan Seks

Hipnoterapi


Ditinjau secara medis oleh

dr. Patricia Lukas Goentoro

General Practitioner · Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI)


Ditulis oleh Dwi Ratih Ramadhany · Tanggal diperbarui 4 hari lalu

ad iconIklan

Apakah artikel ini membantu?

ad iconIklan
ad iconIklan