Senggama terputus atau coitus interruptus menjadi salah satu cara tradisional yang banyak dipilih oleh masyarakat untuk mencegah terjadinya kehamilan.
Ditinjau secara medis oleh dr. Andreas Wilson Setiawan · General Practitioner · None
Senggama terputus atau coitus interruptus menjadi salah satu cara tradisional yang banyak dipilih oleh masyarakat untuk mencegah terjadinya kehamilan.
Namun, benarkah cara ini efektif? Temukan jawabannya dalam ulasan berikut ini.
Sebagaimana metode kontrasepsi lainnya, coitus interruptus alias ejakulasi eksternal tetap memiliki risiko terjadinya kehamilan.
Mengutip dari situs Cleveland Clinic, metode ejakulasi di luar ini memiliki efektivitas sekitar 80% untuk mencegah kehamilan.
Dengan kata lain, 1 dari 5 wanita yang menggunakan cara ini mengalami kehamilan.
Coitus interruptus sebenarnya adalah praktik menarik penis dari vagina sebelum mencapai orgasme dan ejakulasi.
Banyak yang memilih metode senggama terputus ini karena beberapa keuntungan, seperti:
Saat berhubungan intim, pria akan menarik penisnya dari dalam vagina ketika ia merasa akan ejakulasi atau sebelum mencapainya.
Ejakulasi akan dilakukan di luar menjauhi vagina dengan berhati-hati agar tidak menetes atau tumpah ke vulva wanita.
Namun, pria yang ingin menggunakan metode ini perlu memahami benar seputar respons seksual tubuhnya, seperti kapan akan orgasme, klimaks, dan berejakulasi.
Dengan demikian, Anda akan tahu kapan waktu yang tepat untuk menarik penis.
Di balik persentase efektivitasnya yang cukup tinggi dan metodenya yang praktis, coitus interruptus tidak 100% dapat mencegah terjadinya kehamilan.
Berikut ini beberapa risiko menggunakan metode senggama putus yang perlu Anda perhatikan.
Menggunakan metode coitus interruptus membutuhkan kemahiran pengendalian diri.
Pasalnya, jika Anda bisa memperkirakan kapan harus tarik-keluar, metode ini tetap tidak akan se-efektif kontrasepsi lainnya untuk mencegah kehamilan.
Saat bergairah, penis Anda akan mengeluarkan sedikit air mani pra-ejakulasi. Air mani pra-ejakulasi mungkin mengandung sperma meski tidak banyak.
Akan tetapi, kandungan sperma pada cairan pra-ejakulasi ini tetap dapat berisiko mencapai sel telur dan menyebabkan kehamilan.
Seperti yang telah dijelaskan di atas, metode coitus interruptus untuk mencegah kehamilan mempunyai peluang gagal hingga 20%.
Pasalnya, kebanyakan pria tidak bisa memprediksi secara akurat kapan waktu yang tepat untuk melakukan senggama putus secepat yang mereka inginkan.
Terlebih lagi, tak sedikit pria yang mengalami ejakulasi dini atau prematur, sehingga sperma pun akhirnya berhasil masuk.
Berbeda halnya dengan kondom. Jika pemakaiannya tepat, menurut riset dalam Indian Journal Of Sexually Transmitted Diseases And AIDS (2015), persentase kegagalannya hanya sekitar 2,3 – 9%.
Persentase ini berasal dari kesalahan dalam memakai kondom akibat tidak memahami cara penggunaan yang benar, terlambat memasang, hingga kecelakaan tak terduga seperti kondom sobek.
Namun, jika Anda benar-benar mengetahui cara memakai kondom yang benar, sangat kecil kemungkinan di atas bisa terjadi.
Artinya, tingkat kegagalannya akan jauh lebih rendah dengan menggunakan kondom daripada hanya bergantung pada teknik coitus interruptus.
Metode senggama terputus tidak mencegah penyebaran penyakit menular seksual.
Pasalnya, penyakit kelamin bisa ditularkan dari satu orang ke orang lainnya melalui hubungan intim.
Air mani pria pengidap positif HIV mengandung sel HIV aktif dan media utama penularan virus melalui hubungan intim.
Menggunakan metode senggama terputus tidak mengurangi risiko Anda terkena penyakit ini karena air mani pada pra-ejakulasi masih mungkin mengandung sel aktif HIV.
Tak hanya itu, lesi atau luka borok pada alat kelamin bisa menular melalui kontak kulit.
Satu-satunya yang efektif untuk melindungi Anda adalah kondom atau tidak melakukan hubungan intim.
Coitus interruptus tidak seratus persen mencegah kehamilan, tapi lebih baik daripada tidak menggunakan alat kontrasepsi sama sekali.
Agar lebih aman, sebaiknya Anda mengombinasikannya dengan cara kontrasepsi lainnya.
Disclaimer
Hello Health Group tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan.
Tanya Dokter
Punya pertanyaan kesehatan?
Silakan login atau daftar untuk bertanya pada para dokter/pakar kami mengenai masalah Anda.
Ayo daftar atau Masuk untuk ikut berkomentar