Munculnya peristiwa seseorang yang memamerkan organ intim di depan umum atau eksibisionisme kerap meresahkan masyarakat.
Ditinjau secara medis oleh dr. Andreas Wilson Setiawan · General Practitioner · None
Munculnya peristiwa seseorang yang memamerkan organ intim di depan umum atau eksibisionisme kerap meresahkan masyarakat.
Namun, masih banyak yang belum memahami mengapa seorang eksibisionis sengaja memperlihatkan bagian tubuh pribadinya di depan banyak orang.
Ketahui lebih lanjut mengenai eksibisionisme dalam ulasan berikut ini.
Eksibisionisme adalah jenis penyimpangan seksual yang membuat seseorang memiliki dorongan seksual untuk menunjukkan organ intimnya kepada orang lain tanpa persetujuan orang tersebut.
Orang dengan eksibisionisme atau eksibisionis akan mendapatkan kesenangan dan kepuasan ketika mempertontonkan bagian tubuhnya pada orang lain. Eksibisionis bahkan bisa makin bergairah ketika orang tersebut menunjukkan reaksi jijik dan takut.
Menurut buku panduan diagnostik gangguan jiwa, DSM Edisi ke-5, sebanyak 2–4% eksibisionis adalah laki-laki. Namun, tak menutup kemungkinan perempuan bisa mengalami penyimpangan seksual ini.
Eksibisionisme tergolong ke dalam kategori penyimpangan seksual parafilia. Parafilia menandakan seseorang memiliki fantasi, gairah, dan hasrat seksual yang tinggi terhadap benda, aktivitas seks, dan perilaku lain yang tidak lumrah.
Seorang eksibisionis bisa memiliki keinginan untuk memamerkan organ vitalnya hanya kepada orang-orang tertentu. Berdasarkan targetnya, berikut adalah jenis eksibisionisme.
Para eksibisionis juga bisa menunjukkan perilaku yang berbeda-beda, tidak hanya menunjukkan area pribadi tubuhnya, contohnya sebagai berikut.
Penyebab eksibisionisme ini berkaitan dengan faktor psikologis dan lingkungan sosial.
Berikut ini adalah beberapa hal yang bisa mendorong seseorang berkinginan kuat menunjukkan organ intim atau aktivitas seksual di depan orang lain.
Ada beberapa masalah psikologis yang bisa membuat seseorang menjadi eksibisionis, yaitu:
Tempat tinggal pun berperan penting dalam penyimpangan seksual ini. Seorang eksibisionis biasanya tumbuh tanpa memperoleh rasa empati yang cukup dari orang-orang di sekelilingnya.
Eksibisionis biasanya memiliki orang tua yang kerap mengkritik, menghina, berlaku kasar, dan sering mempermalukannya. Hal ini dapat menimbulkan trauma masa kecil.
Trauma masa kecil lama-kelamaan bisa menumbuhkan sifat narsistik yang berlebihan. Hal ini membuat seorang eksibisionis sangat ingin diperhatikan dan dikagumi orang lain.
Di sisi lain, penyebab eksibisionisme bisa lebih kompleks dari perilaku narsistik.
Perilaku menyimpang ini dapat menjadi bentuk mekanisme (coping mechanism) untuk mengatasi trauma akibat dipermalukan dan dihina di masa lalu, termasuk mengalami kekerasan atau pelecehan seksual.
Dengan memenuhi hasrat seksual dari perilaku eksibisionisme, seorang eksibisionis seolah-olah mendapatkan kuasa dan kekuatan sebagai pengganti (kompensasi) atas hal yang direnggut dari dirinya di masa lalu.
Seseorang yang didiagnosis secara medis mengalami eksibisionisme setidaknya memiliki kondisi sebagai berikut.
Orang dengan gangguan eksibisionisme bisa mengelola dorongan seksual dan mengendalikan perilaku menyimpangnya dengan menjalani perawatan seperti berikut.
Psikolog akan memberikan psikoterapi dengan jenis cognitive behavioral therapy (CBT) untuk mengetahui akar masalah yang memicu penyimpangan seksual ini.
Terapi ini akan memecahkan masalah ke dalam 5 aspek utama, yakni:
Setelah itu, terapi ini membantu pasien untuk mengendalikan hasrat seksualnya dengan cara yang lebih sehat sehingga tidak lagi mengganggu orang lain.
Kelompok dalam konseling ini biasanya berisi 5–15 penderita eksibisionisme. Mereka biasanya bertemu selama beberapa jam dalam setiap minggu.
Kelompok ini biasanya memberikan dukungan satu sama lain untuk mengendalikan perilaku seksual.
Komunikasi dengan orang lain membantu penderita eksibisionisme memiliki sudut pandang baru sehingga mempermudah mengontrol perilaku seksual yang menyimpang.
Psikiater mungkin akan memberikan obat antidepresan jenis Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI).
Mengutip penelitian dalam jurnal terbitan Cochrane, obat antidepresan berguna untuk menurunkan libido dan menunda orgasme. Efektivitasnya bahkan mencapai hingga 60–70 persen.
Selain itu, psikiater mungkin akan meresepkan obat leuprolide dan medroxyprogesterone acetate. Obat ini berguna untuk menurunkan kadar hormon testosteron yang berperan dalam mengendalikan hasrat seksual.
Dalam buku DSM-5, eksibisionisme memang termasuk penyimpangan seksual yang bisa mendapatkan perawatan medis. Namun, perilaku ini tetap mengganggu dan merugikan orang lain.
Eksibisionisme bisa memunculkan korban yang mengalami trauma kekerasan seksual karena tindakan memperlihatkan alat kelamin atau aktivitas seksual dilakukan tanpa persetujuan.
Korban bisa mengalami trauma jangka pendek dan jangka panjang. Selain merasa terkejut, jijik, marah, dan takut, korban bahkan bisa mengalami stres jangka panjang. Hal ini bisa memicu perubahan sikap.
Sayangnya, meski ada banyak upaya untuk melawan pelecehan seksual, korban jarang melapor ke polisi karena kondisi ini dianggap sebagai ancaman ringan.
Segera berkonsultasi kepada psikolog dan psikiater, jika Anda atau orang terdekat menunjukkan kecenderungan perilaku eksibisionisme.
Dengan begitu, perilaku penyimpangan seksual ini bisa ditangani dengan tepat dan tidak menimbulkan gangguan di lingkungan sekitar.
Catatan
Hello Health Group tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan.
Tanya Dokter
Punya pertanyaan kesehatan?
Silakan login atau daftar untuk bertanya pada para dokter/pakar kami mengenai masalah Anda.
Ayo daftar atau Masuk untuk ikut berkomentar