Diare menjadi masalah pencernaan yang sering dialami oleh orang dengan HIV/AIDS alias ODHA. Gejalanya bisa ringan hingga menyebabkan dehidrasi, penurunan berat badan, dan mengganggu kualitas hidup. Sebenarnya, apa hubungan antara HIV dan diare? Simak penjelasan berikut untuk mengetahui penanganan yang tepat.
Bagaimana HIV menyebabkan diare?
HIV dapat menyebabkan diare baik secara langsung maupun tidak pada ODHA.
Infeksi HIV yang merusak sistem imun bisa menimbulkan gangguan di saluran pencernaan. Masalah pencernaan juga bisa menjadi efek samping dari pengobatan HIV.
Sebagai gambaran lebih jelas, inilah penjelasan kaitan HIV dengan diare.
1. Infeksi oportunistik
Secara langsung, HIV menyerang sistem kekebalan tubuh, khususnya sel CD4 yang berperan penting dalam melawan infeksi.
Ketika jumlah sel CD4 menurun drastis, tubuh menjadi lebih rentan terhadap infeksi oportunistik, yaitu infeksi yang muncul saat daya tahan tubuh melemah.
Beberapa infeksi oportunistik yang sering menyerang saluran pencernaan penderita HIV antara lain infeksi patogen Cytomegalovirus (CMV), Cryptosporidium, Microsporidia, dan Giardia lamblia.
Mikroorganisme ini dapat mengiritasi atau merusak dinding usus sehingga menyebabkan diare yang parah, berkepanjangan, dan sulit diobati.
Diare akibat infeksi oportunistik ini tidak hanya mengganggu kenyamanan, tetapi juga dapat menyebabkan dehidrasi dan penurunan berat badan yang signifikan jika tidak segera ditangani.
2. Terganggunya saluran pencernaan karena HIV
HIV dapat merusak saluran pencernaan, terutama jaringan GALT (gut-associated lymphoid tissue).
Jaringan ini merupakan tempat awal replikasi virus dan penurunan jumlah sel CD4, yang penting untuk pertahanan tubuh.
Jika tidak ditangani, kerusakan pada GALT bisa bersifat permanen meskipun pengobatan telah dimulai.
Peradangan kronis akibat infeksi jangka panjang juga bisa mengganggu fungsi mukosa usus dan menimbulkan gejala mirip penyakit radang usus, seperti diare.
Dalam beberapa kasus, HIV juga memengaruhi saraf dan struktur usus sehingga memicu diare kronis yang sulit diatasi.
3. Konsumsi obat antiretroviral
Dikutip dari Aidsmap, pengobatan HIV menggunakan obat antiretroviral (ARV) juga berperan dalam memicu diare pada sebagian pasien.
Beberapa jenis ARV, seperti lopinavir dan ritonavir, diketahui memiliki efek samping pada saluran cerna, termasuk perut kembung, mual, dan diare kronis.
Efek samping ARV ini bisa muncul baik di awal pengobatan maupun setelah penggunaan jangka panjang.
Pada beberapa orang, efek samping ini bisa mengganggu aktivitas sehari-hari dan kualitas hidup.
Meski demikian, penting untuk tidak menghentikan pengobatan tanpa pengawasan medis. Pasalnya, terapi ini merupakan kunci utama dalam pengendalian infeksi HIV.
4. Konsumsi obat lain

Selain obat antiretroviral, beberapa obat lain yang sering dikonsumsi penderita HIV bisa menyebabkan atau memperparah diare.
Antibiotik yang menimbulkan diare misalnya, obat ini sering digunakan untuk penyakit infeksi, tapi dapat membunuh bakteri baik di usus yang penting bagi pencernaan.
Obat maag, seperti antasida yang mengandung magnesium juga bisa memicu diare atau memperburuknya.
Selain itu, produk herbal seperti teh senna, yang biasa digunakan untuk detoks atau menurunkan berat badan, memiliki efek pencahar yang dapat memperparah gejala diare.
Beberapa obat lambung lainnya, seperti cimetidine, omeprazole, dan esomeprazole, juga dapat menyebabkan gangguan pencernaan berupa diare.
Gejala diare karena HIV
Gejala diare pada penderita HIV bisa berbeda-beda, tergantung penyebab dan kondisi kesehatan masing-masing ODHA. Beberapa gejala yang umum dialmi sebagai berikut.
- Buang air besar lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi cair.
- Nyeri atau kram perut.
- Mual dan muntah.
- Demam (jika disebabkan infeksi).
- Berat badan menurun.
- Tubuh terasa lemas akibat dehidrasi.
Jika diare berlangsung lebih dari beberapa hari atau disertai darah dan lendir, sebaiknya segera periksakan diri ke dokter.
Cara mengatasi diare karena HIV
Jika pasien HIV mengalami diare yang terus-menerus saat menjalani pengobatan HIV, dokter mungkin akan merekomendasikan obat untuk meredakan gejalanya.
Beberapa obat yang umum digunakan meliputi Imodium, yang tersedia dalam versi bebas dan resep, Lomotil (obat resep), serta Sandostatin (obat resep).
Jika obat-obatan tersebut tidak memberikan hasil yang memadai, dokter mungkin akan mengevaluasi kembali terapi antiretroviral yang sedang digunakan.
Beberapa jenis ARV memang memiliki efek samping pada saluran pencernaan. Oleh karena itu, dokter biasanya akan mengganti ke jenis lain yang lebih ditoleransi tubuh pasien.
Namun, sangat penting untuk tidak menghentikan pengobatan HIV tanpa pengawasan medis.
Menghentikan obat ARV secara tiba-tiba dapat menyebabkan virus berkembang biak lebih cepat dan bermutasi sehingga berisiko menimbulkan resistensi terhadap pengobatan.
Untuk kasus diare noninfeksi yang tidak disebabkan oleh bakteri, virus, atau parasit, dokter bisa meresepkan obat khusus seperti crofelemer (Mytesi).
Obat ini bekerja langsung pada saluran cerna untuk mengurangi kehilangan cairan tanpa mengganggu gerakan usus. Obat ini telah disetujui FDA untuk mengatasi diare terkait pengobatan HIV.
Selain obat, perubahan gaya hidup seperti berikut ini dapat mengurangi gejala diare pada penderita HIV.
- Perbanyak konsumsi air putih.
- Menghindari asupan kafein.
- Menghindari susu dan produk turunannya.
- Konsumsi minimal 20 g serat larut per hari.
- Menghindari makanan berminyak dan makanan pedas penyebab diare.
Jika diare disebabkan oleh infeksi, dokter akan memberikan terapi sesuai penyebabnya.
Pasien HIV sebaiknya jangan sembarangan menggunakan obat diare tanpa berkonsultasi lebih dulu dengan tenaga medis.
Ringkasan
- Diare sering dialami oleh penderita HIV akibat infeksi oportunistik, kerusakan saluran cerna, efek samping obat antiretroviral (ARV), atau obat HIV lain.
- Infeksi HIV melemahkan sistem imun dan membuat tubuh rentan terhadap infeksi usus seperti CMV dan Cryptosporidium.
- Beberapa ARV juga bisa memicu diare kronis. Gejalanya meliputi BAB cair lebih dari 3 kali sehari, kram perut, mual, demam, dan lemas.
- Penanganan diare meliputi konsumsi obat seperti Imodium, Lomotil, Sandostatin, atau crofelemer, serta perubahan gaya hidup. Jangan hentikan pengobatan HIV tanpa anjuran dokter.
[embed-health-tool-ovulation]