backup og meta

Ibu yang Mengidap HIV, Apakah Boleh Menyusui?

Ibu yang Mengidap HIV, Apakah Boleh Menyusui?

HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah virus yang menyerang sistem kekebalan, tepatnya sel darah putih, yang kemudian menyebabkan kekebalan tubuh menjadi lemah dan menurun. Menurut data WHO, pada akihr tahun 2015 diketahui bahwa terdapat sekitar 36,7 juta orang yang terdiagnosis HIV positif, dan kematian pada penderita HIV positif ini mencapai 1,1 juta jiwa pada tahun 2015. Sedangkan di Indonesia sendiri, dari data Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa pada tahun 2014 diperkirakan ada sekitar 9.589 perempuan dan 13.280 laki-laki yang memiliki HIV positif.

HIV merupakan penyakit infeksi virus yang dapat menular melalui hubungan seksual dan pertukaran cairan tubuh, seperti pada ibu yang sedang hamil atau pun ibu yang menyusui anaknya. Tanpa pengobatan yang benar dan tepat, maka orang yang terinfeksi HIV selama bertahun-tahun akan mengalami AIDS atau acquired immunodeficiency syndrome. Sementara, sampai saat ini orang yang mengalami penyakit AIDS belum bisa diobati karena belum ditemukan obat yang dapat menangani penyakit ini.

Bagaimana jika seorang ibu yang sedang menyusui memiliki HIV positif? Apakah ia tidak boleh memberikan bayinya ASI? Kita semua tahu bahwa bayi memerlukan ASI untuk menunjang pertumbuhan serta perkembangannya di masa emas. Berikut adalah penjelasan apakah ibu yang positif HIV boleh menyusui dan memberikan ASI-nya atau tidak.

Apakah virus HIV bisa ditularkan melalui ASI?

Telah diketahui sebelumnya bahwa ASI merupakan makanan yang paling cocok untuk diberikan kepada bayi yang baru lahir. Tidak ada lagi makanan yang sesempurna ASI yang bisa dicerna oleh bayi dengan mudah, mencegah berbagai penyakit infeksi, serta merupakan sumber makanan yang baik untuk proses pertumbuhan dan perkembangan anak.

Namun jika ibu memiliki HIV positif, memberikan ASI pada bayi dikhawatirkan dapat menularkan bayi. ASI dapat mengandung virus HIV yang ada di ibu yang kemudian ditularkan ke bayi. Setidaknya risiko anak tertular melalui pemberian ASI dari ibu yang positif HIV ke bayi, yaitu sebesar 15-45%. UNICEF menyatakan bahwa pada tahun 2001 sebanyak 800 ribu anak mengalami HIV akibat tertular dari ibunya yang posiif HIV.

Sebelumnya, WHO menganjurkan untuk tidak memberikan ASI kepada anak yang ibunya memiliki HIV positif. Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa pemberian ASI eksklusif ketika 6 bulan pertama kehidupan meningkatkan 3 hingga 4 kali risiko penularan HIV dari ibu ke bayi, dibandingkan dengan anak yang diberikan susu formula. Namun sekarang tidak lagi seperti itu, karena sebuah pebelitian yang baru menyatakan bahwa dengan mengkonsumsi obat dan melakukan pengobatan, dapat mencegah virus HIV tertular ke tubuh anak.

Obat antiretroviral dapat mencegah penularan lewat ASI

Penelitian yang melibatkan 2.431 pasang ibu dan anak dilakukan di daerah Afrika Selatan, Malawi, Uganda, Tanzania, Zambia, Zimbabwe, dan India pada tahun 2011 hingga 2014. Kemudian, para peneliti memberikan obat antiretroviral kepada ibu yang memiliki HIV positif, sejak ibu tersebut mengandung, melahirkan, hingga menyusui. Obat tersebut merupakan salah satu obat yang diberikan pada pasien yang menderita HIV positif, namun tidak bisa membuatnya sembuh. Obat antiretroviral ini hanya bisa membuat pertumbuhan virus melambat dan mencegah penggandaan terjadi.

Pemberian obat ini dianggap cukup efektif untuk mencegah penularan terjadi, karena terbukti dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa di Malawi terjadi penurunan tingkat penularan sebesar 42% pada anak yang diberikan ASI dari ibu dengan HIV positif. Pada kelompok ibu tersebut, diberikan obat antiretroviral jenis nevirapine setiap harinya selama ia menyusui dalam waktu 6 bulan. Tidak hanya itu, penurunan tingkat penularan juga terjadi di Afrika Selatan yang menunjukkan penurunan hingga 18% .

Sampai saat ini mungkin banyak orang yang menganggap bahwa pemberian ASI dari ibu yang memiliki HIV positif berbahaya bagi bayi, namun tetap saja ASI merupakan makanan yang paling baik untuk bayi. Bahkan, WHO menyatakan bahwa bayi yang lahir dari ibu dengan HIV positif lebih sering meninggal akibat kekurangan gizi dan memiliki status kesehatan yang buruk akibat gizi buruk, bukan akibat virus HIV yang ditularkan. Atau, bayi lebih sering meninggal akibat penyakit infeksi yang sering dialami oleh balita, seperti diare, pneumonia, dan berbagai penyakit infeksi yang tidak berhubungan dengan HIV. Sementara, banyak penelitian yang telah membuktikan bahwa pemberian ASI dapat mencegah anak mengalami berbagai penyakit infeksi tersebut.

Jadi, apakah ibu dengan HIV boleh menyusui bayinya?

Walaupun begitu, ibu yang positif memiliki virus HIV di dalam tubuhnya dianjurkan untuk memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan dengan melakukan pengobatan untuk mengurangi risiko penularan ke bayinya. Tidak seperti ibu yang sehat yang masih harus memberikan ASI hingga anak berusia 2 tahun dan memberikan makanan pendamping ASI setelah 6 bulan. Pada ibu dengan HIV positif, anak yang sudah berumur lebih dari 6 bulan dianjurkan untuk mengonsumsi makanan lunak dan berbagai cairan sebagai pengganti ASI. Selain itu, perlu dilakukan pemeriksaan kesehatan bayi secara rutin, sehingga dokter dapat memantau tumbuh kembang bayi dan melihat status kesehatannya.  

BACA JUGA

 

[embed-health-tool-ovulation]

Catatan

Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan. Selalu konsultasikan dengan ahli kesehatan profesional untuk mendapatkan jawaban dan penanganan masalah kesehatan Anda.

National Institutes of Health (NIH). (2016). HIV therapy for breastfeeding mothers can virtually eliminate transmission to babies. [online] Available at: https://www.nih.gov/news-events/news-releases/hiv-therapy-breastfeeding-mothers-can-virtually-eliminate-transmission-babies  [Accessed 3 Nov. 2016].

Nicolas Nagot, Chipepo Kankasa, James K Tumwine, Nicolas Meda, G Justus Hofmeyr, Roselyne Vallo, Mwiya Mwiya, Mary Kwagala, Hugues Traore, Amwe Sunday, Mandisa Singata, Chafye Siuluta, Eric Some, David Rutagwera, Desire Neboua, Grace Ndeezi, Debra Jackson, Valérie Maréchal, Dorine Neveu, Ingunn M S Engebretsen, Carl Lombard, Stéphane Blanche, Halvor Sommerfelt, Claire Rekacewicz, Thorkild Tylleskär, Philippe Van de Perre., (2015). Extended pre-exposure prophylaxis with lopinavir–ritonavir versus lamivudine to prevent HIV-1 transmission through breastfeeding up to 50 weeks in infants in Africa (ANRS 12174): a randomised controlled trial.

Slater, M., Stringer, E. and Stringer, J. (2010). Breastfeeding in HIV-Positive Women. Pediatric Drugs, 12(1), pp.1-9.

Unicef.org. (2016). UNICEF in action. [online] Available at: http://www.unicef.org/programme/breastfeeding/hiv.htm  [Accessed 3 Nov. 2016].

Who.int. (2016). WHO | Breast is always best, even for HIV-positive mothers. [online] Available at: http://www.who.int/bulletin/volumes/88/1/10-030110/en/  [Accessed 3 Nov. 2016].

Versi Terbaru

31/12/2020

Ditulis oleh Nimas Mita Etika M

Ditinjau secara medis oleh dr. Andreas Wilson Setiawan, M.Kes.

Diperbarui oleh: Ilham Aulia Fahmy


Artikel Terkait

Tips Bercinta dengan Posisi Berdiri agar Tetap Nyaman

Dominan dan Submisif dalam Hubungan, Apa Artinya?


Ditinjau secara medis oleh

dr. Andreas Wilson Setiawan, M.Kes.

Magister Kesehatan · None


Ditulis oleh Nimas Mita Etika M · Tanggal diperbarui 31/12/2020

ad iconIklan

Apakah artikel ini membantu?

ad iconIklan
ad iconIklan