Seperti prosedur medis pada umumnya, persalinan tentunya perlu dilakukan secara hati-hati. Namun, terkadang ada saja masalah yang terjadi selama proses persalinan, yang bisa menimbulkan benjolan di kepala bayi baru lahir. Benjolan ini terlihat mirip dengan benjolan akibat bayi terbentur benda keras di kepala. Kondisi ini disebut dengan cephalhematoma.
Ketahui selengkapnya terkait penyebab dan cara mengatasi cephalhematoma pada bayi melalui ulasan berikut ini.
Apa itu cephalhematoma?
Cephalhematoma atau sefalhematoma adalah masalah pada bayi baru lahir di mana terjadi penumpukan darah antara kulit kepala bayi dan periosteum, yaitu lapisan jaringan ikat yang menutupi tulang tengkorak.
Darah yang menumpuk terjadi akibat kapiler (pembuluh darah kecil) di bawah periosteum pecah.
Kondisi ini bisa dipicu oleh trauma selama proses persalinan, terutama ketika ada tekanan berlebihan pada kepala bayi, seperti pada kelahiran dengan bantuan alat (forceps atau vakum).
Penumpukan darah biasanya muncul beberapa jam setelah kelahiran dan tampak sebagai benjolan di kepala bayi.
Perawatan khusus umumnya tidak diperlukan, kecuali jika ada komplikasi.
Meskipun cephalhematoma biasanya tidak berbahaya, pemantauan oleh tenaga medis tetap diperlukan untuk memastikan tidak ada komplikasi lain.
Seberapa umum kondisi ini?
- Berdasarkan data yang dilansir dari Birth Injury Help Center, sekitar 2 dari 100 bayi mengalami cephalhematoma setelah persalinan. Data tersebut juga menunjukkan bahwa 1%—2% dari jumlah total bayi lahir melalui persalinan normal, sementara 3%—4% bayi lahir dengan bantuan forceps atau vakum ekstraksi.
- Sefalhematoma pada bayi prematur bisa terjadi dengan risiko yang lebih tinggi dibandingkan bayi yang lahir cukup bulan karena tengkorak mereka lebih rapuh dan lebih rentan terhadap trauma selama proses persalinan. Pada bayi prematur, penggunaan alat bantu kelahiran seperti forceps atau vakum juga dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya cephalhematoma.
Gejala cephalhematoma
Gejala cephalhematoma pada bayi baru lahir dapat meliputi beberapa tanda berikut.
- Benjolan lunak atau kenyal di bagian kepala bayi. Benjolan ini biasanya terbatas pada satu sisi kepala dan tidak melewati garis tengah tengkorak karena darah terperangkap di bawah periosteum, yang terikat pada satu tulang.
- Tidak langsung terlihat. Gejala biasanya tidak terlihat segera setelah kelahiran tetapi berkembang dalam beberapa jam hingga beberapa hari setelah bayi lahir.
- Tidak disertai dengan perubahan warna kulit. Kulit di atas cephalhematoma tidak mengalami perubahan warna yang mencolok (seperti biru atau merah), meskipun mungkin tampak sedikit pucat atau lebih tegang di area benjolan.
- Tidak terasa nyeri saat disentuh. Bayi biasanya tidak merasa sakit ketika benjolan disentuh, karena darah terkumpul di bawah lapisan periosteum, bukan di bawah kulit.
- Pembesaran yang lambat. Benjolan cenderung membesar perlahan dalam waktu beberapa jam setelah kelahiran.
- Tidak adanya memar di permukaan kulit. Berbeda dengan caput succedaneum, cephalhematoma tidak melibatkan jaringan lunak di atas tengkorak, sehingga tidak ada tanda memar di permukaan kulit.
Penyebab cephalhematoma
Komplikasi cephalhematoma
Meskipun cephalhematoma biasanya tidak menimbulkan gejala lain yang signifikan, dalam beberapa kasus, dapat terjadi komplikasi seperti berikut ini.
- Anemia: jika perdarahan cukup besar.
- Jaundice (penyakit kuning atau ikterus): karena darah yang terserap dapat meningkatkan kadar bilirubin.
- Infeksi: dalam kasus yang jarang terjadi, cephalhematoma dapat mengalami infeksi.
Diagnosis cephalhematoma
Diagnosis cephalhematoma umumnya dilakukan berdasarkan pemeriksaan fisik bayi baru lahir oleh dokter, baik segera setelah dilahirkan maupun dalam beberapa hari pertama kehidupan.
Dokter akan memeriksa kepala bayi untuk melihat apakah ada benjolan atau pembengkakan.
Benjolan yang khas pada cephalhematoma terletak di atas tulang tengkorak dan terbatas pada area satu tulang (biasanya tulang parietal) serta tidak melintasi sutura (garis sambungan antara tulang tengkorak).
Benjolan terasa kenyal atau agak keras dan biasanya tidak disertai perubahan warna kulit atau memar.
Dokter juga akan meninjau riwayat persalinan untuk mengetahui apakah ada faktor risiko yang dapat memicu trauma pada kepala bayi, seperti penggunaan alat bantu kelahiran atau kelahiran yang lama dan sulit.
Biasanya, cephalhematoma dapat didiagnosis tanpa tes pencitraan lanjutan karena gejala dan karakteristik fisiknya cukup jelas.
Namun, jika ada kekhawatiran tentang komplikasi, dokter mungkin akan menggunakan teknik pencitraan untuk memastikan diagnosis dan menentukan langkah perawatan yang sesuai.
Beberapa tes pencitraan yang bisa dilakukan meliputi berikut ini.
- Ultrasonografi (USG): Biasanya, USG kepala digunakan untuk memastikan bahwa benjolan tersebut adalah cephalhematoma dan bukan kondisi lain seperti tumor, abses, atau perdarahan yang lebih serius di dalam otak (misalnya hematoma subdural).
- X-ray atau CT scan kepala: Jika ada kekhawatiran tentang adanya fraktur tengkorak yang terkait dengan cephalhematoma, dokter mungkin melakukan X-ray atau CT scan untuk memeriksa adanya patah tulang.
Setelah diagnosis awal, dokter akan memantau kondisi bayi untuk memastikan cephalhematoma sembuh dengan baik. Ini termasuk memeriksa tanda-tanda komplikasi seperti jaundice pada bayi, anemia, atau infeksi.
Pengobatan cephalhematoma
Pengobatan cephalhematoma umumnya tidak memerlukan penanganan medis langsung karena kondisi ini biasanya sembuh sendiri dalam beberapa minggu hingga bulan.
Dalam kebanyakan kasus, cephalhematoma akan sembuh sendiri dalam waktu beberapa minggu hingga bulan. Darah yang terkumpul di bawah periosteum secara bertahap diserap kembali oleh tubuh.
Namun, pemantauan yang cermat oleh tenaga medis diperlukan untuk menghindari komplikasi. Dokter akan memantau bayi untuk mengidentifikasi tanda-tanda komplikasi.
Jika komplikasi muncul, penanganan medis mungkin diperlukan sesuai dengan kondisinya, di antaranya sebagai berikut.
- Fototerapi, untuk mengatasi jaundice dengan menempatkan bayi di bawah lampu khusus yang membantu tubuh memecah bilirubin dengan lebih cepat.
- Tes darah, untuk memantau kadar bilirubin dan menentukan apakah pengobatan diperlukan.
- Transfusi darah, untuk mengatasi anemia pada bayi akibat kehilangan darah yang cukup banyak.
- Antibiotik, untuk mengatasi infeksi pada bayi.
- Drainase, untuk mengeluarkan akumulasi cairan yang terinfeksi.
- Pembedahan, jika benjolan mengalami kalsifikasi (mengeras karena endapan kalsium) atau tidak hilang dalam waktu yang wajar.
Namun, prosedur pembedahan atau drainase biasanya dihindari karena dapat meningkatkan risiko infeksi, kecuali dalam situasi yang kompleks seperti kalsifikasi atau infeksi berat.
Kesimpulan
- Cephalhematoma adalah kumpulan darah di bawah periosteum (lapisan tipis jaringan yang menutupi tulang) di tengkorak bayi, biasanya terjadi akibat trauma saat kelahiran.
- Biasanya, kondisi ini muncul beberapa jam setelah kelahiran dengan gejala berupa benjolan di kepala bayi.
- Cephalhematoma umumnya tidak berbahaya dan sembuh sendiri dalam beberapa minggu hingga bulan, tetapi perlu dipantau untuk mencegah komplikasi seperti jaundice, anemia, atau infeksi.
[embed-health-tool-vaccination-tool]