Menyusui sering kali disebut sebagai sesuatu yang universal, tetapi ternyata cara praktiknya sangat beragam. Apalagi, aktivitas menyusui dibentuk oleh campuran antara tradisi, agama, modernitas, hingga norma sosial. Dalam rangka memperingati Pekan Menyusui Sedunia, ada baiknya Anda mengetahui sejauh mana budaya dan tradisi membantu perjalanan menyusui para ibu serta tantangannya di masa kini.
Apa itu Pekan Menyusui Sedunia?
Pekan Menyusui Sedunia atau World Breastfeeding Week diperingati setiap tahun pada tanggal 1–7 Agustus.
Ini merupakan kampanye global untuk meningkatkan kesadaran dan dukungan terhadap menyusui sebagai cara yang kuat dalam menjaga kesehatan ibu dan anak.
Kampanye ini dipelopori oleh World Alliance for Breastfeeding Action (WABA) dan didukung oleh World Health Organization (WHO) serta United Nations Children’s Fund (UNICEF).
Selama sepekan, perhatian dunia diarahkan pada pentingnya menyusui, sekaligus ajakan untuk membangun sistem yang lebih mendukung, baik di rumah, tempat kerja, maupun layanan kesehatan.
Kampanye Pekan Menyusui Sedunia ini bertujuan agar para ibu bisa menyusui dengan lebih mudah.
Meski manfaat menyusui sudah banyak diketahui, masih banyak wanita yang menghadapi tantangan budaya, sosial, dan profesional dalam melakukannya.
[embed-health-tool-baby-poop-tool]
Menyusui dalam tradisi: memahami hambatan hingga kepercayaan
Meskipun ilmu kedokteran sangat menganjurkan pemberian ASI eksklusif selama enam bulan pertama kehidupan anak, masih banyak keluarga yang menghadapi tekanan sosial, spiritual, bahkan dari tradisi turun-temurun yang memengaruhi keputusan mereka dalam menyusui.
Di samping itu, budaya yang sudah mengakar di suatu negara juga memengaruhi lebih dari sekadar keputusan ibu untuk menyusui.
Kepercayaan turun-temurun ini bisa memengaruhi bagaimana, kapan, dan di mana mereka melakukannya.
Namun, tidak semuanya berupa hambatan. Banyak budaya memiliki kearifan yang justru mendukung praktik menyusui.
Dalam rangka memperingati Pekan Menyusui Sedunia, ketahui bagaimana budaya dan tradisi di berbagai wilayah dunia memengaruhi keputusan menyusui para ibu.
1. Asia
Di beberapa wilayah Asia Selatan, ibu yang baru melahirkan biasanya diminta untuk tetap di dalam rumah selama 30–40 hari setelah melahirkan.
Tujuannya adalah untuk memberikan waktu istirahat dan mempererat ikatan dengan bayi.
Tradisi ini sebenarnya bisa mendukung menyusui, tetapi masih ada anggapan negatif terhadap kolostrum (ASI pertama) di sebagian masyarakat.
Beberapa nenek justru menyarankan untuk memberikan susu formula atau minuman herbal sebagai gantinya.
2. Swedia
Sebaliknya, di Swedia, menyusui menjadi hal yang dirayakan secara terbuka. Para ibu menyusui bayinya di taman atau kafe tanpa rasa malu.
Ini mencerminkan budaya yang menerima dan adanya kebijakan publik yang mendukung.
3. Filipina
Di wilayah pedesaan Filipina, menyusui hingga anak berusia lebih dari 1 tahun adalah hal yang umum.
Komunitas yang erat dan peran generasi tua mendorong para ibu untuk menyusui lebih lama.
Menyusui dianggap sebagai bagian dari pola asuh yang berfokus pada keluarga dan keseimbangan peran antaranggota rumah tangga.
4. Asia Timur
Di kota-kota besar seperti Shanghai dan Seoul, laju urbanisasi dan meningkatnya tingkat ekonomi justru mengurangi praktik menyusui eksklusif.
Penelitian di Tiongkok tahun 2023 menemukan bahwa hanya 28% ibu menyusui secara eksklusif hingga enam bulan, turun dari 43% satu dekade sebelumnya.
Penurunan ini lebih disebabkan oleh stigma sosial, pemasaran susu formula, dan kurangnya dukungan di perkotaan, bukan karena minimnya pengetahuan.
5. Indonesia
Di Indonesia, praktik ASI eksklusif sudah dikenal luas berkat kampanye yang digerakkan oleh bidan dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) di tingkat komunitas.
Para ibu diajarkan untuk menyusui sesuai kebutuhan bayi, bukan berdasarkan jadwal menyusui tertentu.
Bahkan, kegiatan menyusui sering dimasukkan ke dalam acara adat atau perayaan keluarga.
6. Kenya
Perempuan Maasai di Kenya mendapatkan dukungan dari struktur keluarga multigenerasi.
Para ibu bisa menyusui dengan tenang karena urusan rumah tangga dan anak-anak lain diurus oleh para tetua.
Model berbagi peran seperti ini terbukti efektif menjaga keberlangsungan praktik menyusui meski akses layanan kesehatan terbatas.
Terlepas dari tantangan menyusui di masing-masing negara, Pekan Menyusui Sedunia mengingatkan kepada setiap individu untuk menghargai keberagaman budaya menyusui ini.
Pasalnya, di tengah era globalisasi ini, para ibu imigran masih sering menghadapi norma menyusui yang berbeda dan bertentangan dari budaya asalnya.
Seorang ibu asal Nigeria yang tinggal di London, misalnya, mendapat pandangan negatif saat menyusui di tempat umum, padahal hal itu sangat dihargai di negaranya sendiri.
Itulah mengapa dukungan menyusui yang peka budaya sangat penting. Tanpa dukungan yang sesuai, mereka bisa merasa terasing.
Ibu menyusui di masa kini: menavigasi dunia kerja dan budaya baru
Namun, seiring berkembangnya waktu, bukan hanya budaya yang menjadi tantangan, tetapi juga tuntutan zaman.
Kini, peran ibu tidak lagi terbatas pada rumah tangga, tetapi menjalani peran ganda sebagai ibu dan pekerja, termasuk menjadi ibu menyusui yang bekerja.
Meski menyusui tetap menjadi pilihan utama, kenyataannya menjaga keberlanjutan ASI saat kembali bekerja bukanlah hal yang mudah. Berikut beberapa faktanya.
1. Tantangan ibu bekerja dalam menyusui
Di era modern, menyusui tidak selalu mudah, terutama bagi ibu yang bekerja.
Inilah yang turut disoroti dalam Pekan Menyusui Sedunia, karena banyak wanita berniat menyusui, tetapi gagal melanjutkannya setelah harus kembali bekerja.
Berikut beberapa hambatan utamanya.
- Minimnya ruang laktasi. Banyak kantor tidak menyediakan tempat yang layak, nyaman, dan bersih untuk memerah ASI.
- Jadwal kerja yang kaku. Tubuh ibu memiliki ritme menyusui sendiri. Tanpa waktu istirahat yang cukup, produksi ASI bisa menurun.
- Stigma di tempat kerja. Istirahat untuk memompa ASI sering dianggap sebagai gangguan produktivitas.
- Kelelahan emosional. Tekanan mengatur waktu serta memompa dan menyimpan ASI dapat memicu stres pada ibu menyusui yang berkepanjangan.
2. Lingkungan kerja yang mendukung
Lingkungan kerja yang mendukung merupakan fokus utama dalam Pekan Menyusui Sedunia.
Ketika lingkungan kerja memberikan dukungan yang tepat, maka hasilnya bisa sangat positif, baik bagi ibu, bayi, maupun perusahaan.
Perusahaan di Vietnam, misalnya, menunjukkan bahwa tempat kerja yang menyediakan ruang laktasi dan jadwal fleksibel berhasil membuat 94% ibu kembali bekerja setelah cuti melahirkan, jauh di atas rata-rata nasional 59%.
Beberapa bentuk dukungan yang terbukti efektif dalam mendukung pumping bagi ibu yang bekerja, di antaranya berikut ini.
- Ruang menyusui dengan kursi nyaman dan lemari pendingin.
- Jadwal khusus untuk memerah ASI.
- Komunikasi terbuka mengenai kebijakan menyusui.
- Konseling sebelum kembali bekerja untuk perencanaan menyusui yang matang.
Selain itu, setiap negara dan budaya memiliki cara yang unik untuk mendukung ibu dalam menyusui.
- Norwegia. Lebih dari 95% ibu memulai menyusui, dibantu oleh cuti melahirkan yang panjang dan penerimaan publik.
- Jepang. Menyediakan ruang menyusui di pusat perbelanjaan, tetap menjaga privasi dan budaya malu yang dijunjung tinggi.
- Vietnam. Melibatkan ayah dalam proses menyusui, menunjukkan bahwa menyusui bukan hanya tugas ibu.
Yang perlu diingat menyusui adalah proses biologis sekaligus sosial. WHO memperkirakan, bila praktik menyusui ditingkatkan secara global, lebih dari 823.000 nyawa anak dapat diselamatkan setiap tahunnya.
Bagi ibu, menyusui pun memberikan manfaat seperti menurunkan risiko kanker payudara dan ovarium serta mempercepat pemulihan pascapersalinan.
Dalam rangka memperingati Pekan Menyusui Sedunia, mari kita jadikan momentum ini untuk benar-benar mendukung para ibu, baik di rumah, lingkungan sekitar, maupun tempat kerja.
Ketika ibu didukung, anak tumbuh lebih sehat, keluarga lebih bahagia, dan dunia menjadi tempat yang lebih ramah untuk semua.
Kesimpulan
- Menyusui adalah proses biologis sekaligus sosial yang sangat dipengaruhi oleh budaya, tradisi, dan lingkungan sekitar.
- Setiap negara memiliki cara unik dalam mendukung ibu menyusui, tetapi tantangan seperti stigma, kurangnya fasilitas, dan tekanan kerja masih sering terjadi.
- Dukungan nyata dari keluarga, komunitas, dan tempat kerja dapat meningkatkan keberhasilan menyusui secara signifikan.
- Pekan Menyusui Sedunia menjadi momentum penting untuk mendorong terciptanya lingkungan yang lebih ramah dan suportif bagi semua ibu menyusui.