Anda tentu ingin kehamilan berjalan lancar tanpa masalah. Namun, terkadang ada kondisi yang membuat Anda perlu mengonsumsi obat-obatan saat hamil. Lalu, apa saja jenis obat yang aman untuk ibu hamil? Simak penjelasan selengkapnya di bawah ini.
Daftar obat yang aman untuk ibu hamil
Anda mungkin akan merasakan berbagai keluhan selama mengandung, misalnya demam, batuk, pilek, atau sakit kepala saat hamil.
Jika tidak segera ditangani, beberapa keluhan yang timbul selama kehamilan mungkin saja berpengaruh pada kesehatan janin.
Sebagai contoh, demam tinggi yang tidak teratasi lebih dari 24 jam dapat membahayakan janin, khususnya selama awal pembentukan organ pada 12 minggu pertama kehamilan.
Untuk mengatasi keluhan ringan dengan cepat, berikut adalah beberapa obat yang dijual bebas dan aman dikonsumsi oleh ibu hamil.
1. Obat pereda nyeri dan sakit kepala
Paracetamol adalah pilihan obat untuk meredakan nyeri dan sakit kepala yang aman bagi orang hamil. Meski tergolong aman, pastikan Anda mengonsumsinya dengan dosis yang tepat.
Dokter umumnya akan memberikan dosis paracetamol terendah dan jangka waktu penggunaan obat yang tidak terlalu lama. Pasalnya, kelebihan obat ini berpotensi mengakibatkan overdosis.
Overdosis paracetamol dapat meracuni ginjal dan hati pada ibu dan janin. Bahkan, hal ini bisa memicu keguguran, kelahiran prematur, dan kematian janin.
Ibu hamil juga tidak boleh minum asam asetilsalisilat (Aspirin) dan obat anti-inflamasi nonsteroid (NSAID), seperti ibuprofen, untuk meringankan gejala nyeri dan demam.
Pemberian kedua jenis obat ini pada trimester pertama dan terakhir dapat meningkatkan risiko perdarahan dan menghambat proses persalinan.
2. Obat hidung tersumbat
Hidung tersumbat tentu cukup mengganggu saat terkena flu dan pilek. Untuk mengatasi gejala ini, Anda bisa memakai obat dekongestan, seperti phenylephrine dan pseudoephedrine.
Namun, hindari pemakaian dekongestan pada trimester pertama kehamilan. Pasalnya, obat ini bisa meningkatkan risiko gangguan pembentukan dinding perut janin (gastroschisis).
Pada umumnya, ada dua jenis dekongestan, yaitu obat minum (oral) dan semprot (spray). Anda lebih disarankan untuk menggunakan dekongestan semprot.
Jenis obat ini lebih aman bagi ibu hamil karena efek obat hanya berlaku lokal pada area hidung.
3. Obat batuk
Untuk ibu hamil, obat pilihan pertama untuk meredakan batuk ialah guaifenesin dan dextromethorphan. Obat ini bekerja pada otak untuk mengurangi frekuensi batuk.
Sejauh ini, belum ada penelitian mengenai risiko penggunaan kedua obat ini saat hamil atau menyusui.
Menurut U.S. Food and Drugs Administration (FDA), obat dextromethorphan memang termasuk ke dalam kategori C. Artinya, obat ini masih memiliki risiko untuk ibu hamil.
Meskipun begitu, belum ada penelitian yang menentukan risiko bayi saat menggunakan obat ini selama masa menyusui.
Pastikan Anda berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter sebelum minum obat batuk saat hamil.
4. Obat sembelit
Obat-obatan pencahar atau laksatif boleh Anda gunakan bila berbagai cara alami mengatasi sembelit saat hamil tidak cukup efektif.
Obat pencahar osmotik (seperti laktulosa) atau pelunak feses (seperti docusate sodium) membantu melunakkan feses sehingga lebih mudah untuk dikeluarkan.
Kedua jenis obat ini aman diminum ketika hamil dan tidak menyebabkan cacat lahir pada janin.
Namun, Anda perlu menghindari obat pencahar stimulan, seperti bisacodyl. Penggunaan obat dalam jangka panjang bisa memicu sindrom usus malas (lazy bowel syndrome).
5. Obat alergi ringan dan sedang
Antihistamin adalah golongan obat yang bekerja ntuk meredakan gejala reaksi alergi, seperti gatal, biduran, mata merah, hidung berair, dan bersin-bersin.
Chlorpheniramine dan diphenhydramine merupakan dua contoh antihistamin yang aman dikonsumsi sesuai aturan pakai selama kehamilan berlangsung.
Kedua obat ini mungkin menimbulkan rasa kantuk yang tidak tertahankan. Namun, tidak perlu khawatir, sebab efek obat ini tergolong aman untuk ibu dan janin.
Anda juga dapat memakai semprot hidung kortikosteroid, seperti budesonide dan fluticasone, dalam dosis rendah dan jangka pendek untuk melegakan napas.
Penanganan alergi berat (anafilaksis)
Suntikan epinephrine membantu meningkatkan tekanan darah pada ibu yang terkena anafilaksis. Menurut studi dalam jurnal Acute Medicine & Surgery (2017), anafilaksis dapat menurunkan tekanan darah ibu hamil dan meningkatkan risiko kerusakan otak pada janin. 6. Obat asam lambung
Heartburn dan gastroesophageal reflux disease (GERD) terjadi pada 80% ibu hamil. Kondisi ini disebabkan oleh melemahnya otot sfingter sehingga asam lambung naik ke esofagus.
Obat antasida yang dijual bebas, seperti magnesium carbonate dan calcium carbonate, secara umum dianggap aman untuk menurunkan asam lambung pada ibu hamil.
Obat maag untuk ibu hamil dari golongan H2-receptor blocker (ranitidine) dan golongan proton pump inhibitor (PPI) seperti lansoprazole juga tidak berisiko bagi kehamilan.
Namun, sebelum mengonsumsi jenis obat tersebut, sebaiknya Anda berkonsultasi dan meminta resep dari dokter supaya penggunaanya lebih aman.
7. Obat infeksi jamur
Infeksi jamur pada vagina atau vagina thrush cukup umum dialami oleh ibu hamil. Infeksi terjadi akibat perubahan hormon yang mengganggu kelembapan dan pH vagina.
Dilansir dari Mayo Clinic, obat topikal berbentuk salep atau krim yang mengandung clotrimazole atau miconazole dapat digunakan untuk mengatasi infeksi jamur selama kehamilan.
Namun, ibu hamil perlu menghindari obat antijamur oral, seperti fluconazole, khususnya pada trimester pertama karena bisa mengganggu perkembangan janin.
Apabila gejala tidak kunjung membaik atau bertambah parah, konsultasikanlah dengan dokter untuk mendapatkan pengobatan yang tepat.
Perlu diingat bahwa tidak ada obat yang 100% aman selama kehamilan. Bahkan, ada beberapa jenis obat yang harus dihindari saat hamil karena berbahaya bagi ibu dan janin.
Jika Anda tidak yakin apakah kandungan dalam suatu obat aman bagi ibu hamil, ada baiknya untuk bertanya terlebih dahulu dengan dokter maupun apoteker.
[embed-health-tool-pregnancy-weight-gain]