Mungkin Anda pernah menerima pesan berantai di media sosial soal pangan rekayasa genetika (PRG). PRG dikenal juga sebagai makanan rekayasa genetik.
Pangan rekayasa genetika memang akhir-akhir ini menjadi isu yang menarik perhatian banyak orang.
Untuk memahami serba-serbi pangan yang disingkat PRG ini, simak informasi berikut.
Apa itu pangan rekayasa genetika?
Mengacu BPOM RI, pangan rekayasa genetika adalah makanan yang diproduksi atau yang menggunakan bahan baku, bahan tambahan pangan, dan/atau bahan lain yang dihasilkan dari proses rekayasa genetik.
Rekayasa genetik sendiri merupakan suatu proses modifikasi atau pengubahan susunan genetik dari suatu organisme.
Teknologi ini melibatkan penyisipan DNA ke dalam suatu organisme untuk mencapai tujuan tertentu. Cara ini juga dikenal dengan istilah transgenik.
PRG telah mengalami modifikasi gen yang tidak alami (direkayasa oleh manusia) dengan cara melakukan persilangan atau pemindahan gen dari jenis hayati lain.
Sejauh ini, rekayasa genetik dilakukan pada mikroorganisme dan tumbuhan.
Rekayasa genetika pada pangan bertujuan untuk menjawab berbagai permasalahan, terkait ketahanan pangan dunia.
Ambil contoh, tanaman buah dan sayuran PRG memiliki ketahanan terhadap penyakit dan hama atau kualitas yang lebih unggul.
Keunggulan makanan rekayasa genetika
Pertumbuhan penduduk dan kondisi cuaca yang tidak stabil karena perubahan iklim menimbulkan tantangan sendiri dalam memenuhi kebutuhan pangan manusia.
Setiap tahunnya, permintaan untuk bahan-bahan pangan pokok seperti jagung dan padi terus meningkat.
Sementara itu, ketersediaannya terus menurun karena kekeringan atau banjir.
Maka dari itu, pangan rekayasa genetika dirancang sedemikian rupa untuk memastikan ketersediaan bahan pangan yang unggul.
Berikut beberapa contoh keunggulan umum dari makanan rekayasa genetika.
- Lebih tahan terhadap hama, virus, dan penyakit.
- Tidak memerlukan banyak pestisida karena sifatnya kebal terhadap serangan virus atau hama.
- Lebih tahan terhadap kekeringan karena hanya membutuhkan sedikit sumber daya seperti air dan pupuk.
- Memiliki rasa yang lebih kuat dan enak.
- Memiliki zat gizi yang lebih kaya.
- Pertumbuhannya lebih cepat.
- Daya simpannya lebih lama (tidak cepat busuk) sehingga pasokan makanan meningkat.
- Modifikasi sifat pangan sehingga hasilnya sesuai dengan kebutuhan, misalnya kentang PRG bisa memproduksi karsinogen (zat pencetus kanker) yang lebih sedikit ketika digoreng.
Apakah PRG aman dikonsumsi?
Meskipun bahan makanan rekayasa genetika memiliki banyak keunggulan, banyak pula yang meragukannya.
Keraguan ini biasanya berkisar seputar keamanan dan efek samping makanan rekayasa genetika bagi manusia, antara lain sebagai berikut.
- Hasil pangan dari tanaman transgenik berpotensi mengandung zat yang beracun atau menimbulkan reaksi alergi.
- Perubahan gen yang berbahaya, tak terduga, atau tak diinginkan.
- Berkurangnya zat gizi atau kandungan lain karena proses persilangan gen.
- PRG menyebabkan tubuh kebal terhadap antimikroba alami.
Kenyataannya, PRG dan bibit tanaman transgenik yang sudah beredar di dunia saat ini telah diatur dan lulus uji keamanan pangan.
Di Indonesia, yang bertanggung jawab menguji dan mengawasi PRG ialah Balai Kliring Keamanan Hayati dan BPOM RI.
Jika terdapat zat yang berpotensi membahayakan, PRG tidak akan diberikan izin untuk dijual dan didistribusikan.
Ini berarti makanan rekayasa genetika yang sudah tersedia di Indonesia saat ini aman untuk Anda konsumsi.
Contoh pangan rekayasa genetika di Indonesia
Anda dapat mengenali produk rekayasa genetika dengan memperhatikan label kemasan produk tersebut.
Jika terdapat stiker atau label dengan nomor seri 5 digit yang berawalan angka 8, produk tersebut merupakan pangan rekayasa genetika.
Berbagai jenis bahan makanan rekayasa genetika yang telah tersedia di Indonesia sejak akhir tahun 1990-an antara lain:
- kedelai,
- jagung,
- tomat,
- tebu,
- kapas,
- jagung,
- beras,
- pepaya,
- semangka tanpa biji,
- susu, dan
- kacang polong.
Berbagai produk PRG tersebut merupakan produk impor dari negara-negara yang telah memproduksinya sendiri.
Sementara itu, Indonesia sendiri belum berhasil menanam dan mengembangkan tanaman transgenik.
Laporan oleh Institut Pertanian Bogor pun menunjukkan bahwa lebih dari 70% produksi tempe dan tahu di Indonesia menggunakan kedelai impor dari Amerika Serikat.
Jutaan ton kedelai diimpor tiap tahunnya untuk memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat.
Di seluruh dunia, pengembangan makanan rekayasa genetika sudah lebih maju dan marak.
Amerika Serikat merupakan salah satu negara yang sudah menggunakan bibit-bibit transgenik seperti jagung, tomat, kentang, dan pepaya.
Terlepas dari pro dan kontra yang mengikutinya, pangan rekayasa genetika merupakan produk yang aman.
PRG juga memiliki kualitas dan kandungan gizi yang membuatnya unggul dari bahan makanan pada umumnya.
[embed-health-tool-bmi]